Emile durkheim dalam bukunya yang berjudul the rule of sociological method telah memunculkan konsep..
variedbilondatu
Emile Durkheim, dikenal luas sebagai bapak sosiologi modern, terlepas dari berbagai kritik yang dialamatkan pada pemikirannya, Emile Durkheim tetap harus dihargai karena kegigihannya untuk melepaskan sosiologi dari pengaruh filsafat dan psikologi, serta mendorongnya menjadi ilmu yang mandiri.
Durkheim lahir di Epinal, Prancis, 15 April 1858, dari keluarga Yahudi yang taat. Dia tergolong orang yang cukup pintar, kepandaiannya itu dibuktikan setelah dia mampu masuk di Ecole Normale de Superieure, sebuah sekolah tinggi terkemuka di Prancis yang terkenal mencetak para ilmuwan besar di Prancis. Di sana Durkheim bertemu dengan para pemikir besar diberbagai disiplin ilmu, seperti Pierre Janet, Jean Jaures, dan Henry Bergson.
Di masanya, Durkheim hidup dalam lingkungan di mana ilmu-ilmu sosial belum mendapat kedudukan yang pantas. Saat itu, filsafat, psikologi dan biologi masih sangat dominan dan menjadi primadona. Sosiologi di masa itu masih berada dalam bayang-bayang filsafat positf Auguste Comte dan Herbert Spencer, sementara Durkheim berusaha untuk melepaskan sosiologi dari pengaruh filsafat dan meletakkannya dalam dunia empiris.
Menurut Durkheim, sosiologi sudah tak bisa lagi dipahami dalam keadaan mental murni, seperti yang diperagakan oleh Comte dan Spencer yang menempatkan dunia ide sebagai pokok persoalan. Sebab itu, Durkheim kemudian membangun sebuah konsep dalam sosiologi yang disebutnya fakta sosial (social facts). Fakta sosial harus menjadi pokok persoalan bagi sosiologi, dia harus diteliti dengan riset empiris. Inilah yang kemudian membedakan sosiologi sebagai kegiatan empiris, yang berbeda dengan filsafat sebagai kegiatan mental.
Karya besar Durkheim seperti Le Suicide (1987) dan The Rule of Sociological Method (1985), adalah karya yang berusaha meletakkan sosiologi di atas dunia empiris. Le Suicide adalah karya Durkheim yang didasarkan atas hasil penelitian empiris terhadap pengaruh agama dan gejala bunuh diri, sedangkan The Rule Of Sociological Method berisi konsep dasar tentang metode penelitian empiris dalalam sosiologi (Ritzer, 2007).
Dalam khazanah soiologi, pemikiran Emile Durkheim sering dikategorikan dalam paradigma ‘fakta sosial’, fakta sosial adalah sesuatu yang berada di luar individu, dia lebih bersifat makro dan memberi penekanan pada aspek tatanan masyarakat secara luas. Durkheim sendiri membagi fakta sosial menjadi dua tipe, yakni fakta sosial material dan non material. Fakta sosial material lebih tertuju pada kajian seputar masalah hukum dan birokrasi, sementara fakta sosial non material adalah kebudayaan dan pranata sosial.
Perhatian Durkheim pada fakta sosial, membuatnya sering dikritik karena tidak memberi penekanan pada aspek individu sebagai aktor sosial, hal ini memang kontras jika dibandingkan dengan sosiologi yang dikembangkan oleh Weber dalam paradigma ‘definisi sosial’ yakni penekanannya pada ‘tindakan penuh makna’ oleh individu.
Jika kita sibuk membandingkan keduanya, maka kita tak akan memperoleh pemahaman yang utuh terhadap pemikiran para punggwa sosiologi itu, sebab pemikiran seorang tokoh tidak bisa dilepaskan dari konteks historis dan intelktual sang tokoh. Weber mungkin berhasil menghantam asumsi dasar fakta sosial, namun kita tidak boleh lupa bahwa Durkheim sangat berjasa untuk mendirikan sosiologi sebagai Ilmu yang mandiri.
Durkheim lahir di Epinal, Prancis, 15 April 1858, dari keluarga Yahudi yang taat. Dia tergolong orang yang cukup pintar, kepandaiannya itu dibuktikan setelah dia mampu masuk di Ecole Normale de Superieure, sebuah sekolah tinggi terkemuka di Prancis yang terkenal mencetak para ilmuwan besar di Prancis. Di sana Durkheim bertemu dengan para pemikir besar diberbagai disiplin ilmu, seperti Pierre Janet, Jean Jaures, dan Henry Bergson.
Di masanya, Durkheim hidup dalam lingkungan di mana ilmu-ilmu sosial belum mendapat kedudukan yang pantas. Saat itu, filsafat, psikologi dan biologi masih sangat dominan dan menjadi primadona. Sosiologi di masa itu masih berada dalam bayang-bayang filsafat positf Auguste Comte dan Herbert Spencer, sementara Durkheim berusaha untuk melepaskan sosiologi dari pengaruh filsafat dan meletakkannya dalam dunia empiris.
Menurut Durkheim, sosiologi sudah tak bisa lagi dipahami dalam keadaan mental murni, seperti yang diperagakan oleh Comte dan Spencer yang menempatkan dunia ide sebagai pokok persoalan. Sebab itu, Durkheim kemudian membangun sebuah konsep dalam sosiologi yang disebutnya fakta sosial (social facts). Fakta sosial harus menjadi pokok persoalan bagi sosiologi, dia harus diteliti dengan riset empiris. Inilah yang kemudian membedakan sosiologi sebagai kegiatan empiris, yang berbeda dengan filsafat sebagai kegiatan mental.
Karya besar Durkheim seperti Le Suicide (1987) dan The Rule of Sociological Method (1985), adalah karya yang berusaha meletakkan sosiologi di atas dunia empiris. Le Suicide adalah karya Durkheim yang didasarkan atas hasil penelitian empiris terhadap pengaruh agama dan gejala bunuh diri, sedangkan The Rule Of Sociological Method berisi konsep dasar tentang metode penelitian empiris dalalam sosiologi (Ritzer, 2007).
Dalam khazanah soiologi, pemikiran Emile Durkheim sering dikategorikan dalam paradigma ‘fakta sosial’, fakta sosial adalah sesuatu yang berada di luar individu, dia lebih bersifat makro dan memberi penekanan pada aspek tatanan masyarakat secara luas. Durkheim sendiri membagi fakta sosial menjadi dua tipe, yakni fakta sosial material dan non material. Fakta sosial material lebih tertuju pada kajian seputar masalah hukum dan birokrasi, sementara fakta sosial non material adalah kebudayaan dan pranata sosial.
Perhatian Durkheim pada fakta sosial, membuatnya sering dikritik karena tidak memberi penekanan pada aspek individu sebagai aktor sosial, hal ini memang kontras jika dibandingkan dengan sosiologi yang dikembangkan oleh Weber dalam paradigma ‘definisi sosial’ yakni penekanannya pada ‘tindakan penuh makna’ oleh individu.
Jika kita sibuk membandingkan keduanya, maka kita tak akan memperoleh pemahaman yang utuh terhadap pemikiran para punggwa sosiologi itu, sebab pemikiran seorang tokoh tidak bisa dilepaskan dari konteks historis dan intelktual sang tokoh. Weber mungkin berhasil menghantam asumsi dasar fakta sosial, namun kita tidak boleh lupa bahwa Durkheim sangat berjasa untuk mendirikan sosiologi sebagai Ilmu yang mandiri.