Karya sejarah Indonesia baik dari masa lampau sampai masa sekarang (dikenal dengan nama sejarah kontemporer) telah banyak ditulis, baik oleh sejarawan atau pemerhati sejarah bangsa kita sendiri, maupun bangsa asing. Dari berbagai penulisan sejarah Indonesia (historiografi Indonesia) dari berbagai zaman/masa, baik ditulis oleh bangsa maupun bahasa asing; maka penulisan sejarah Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni:
a. historiografi tradisional,
b. historiografi kolonial, dan
c. historiografi nasional.
a. Penulisan Sejarah Tradisional (Historiografi Tradisional)
Penulisan sejarah tradisional adalah penulisan sejarah yang dimulai dari zaman Hindu sampai masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Penulisan sejarah pada zaman ini berpusat pada masalah-masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa, bersifat istanasentris, yang mengutamakan keinginan dan kepentingan raja. Penulisan sejarah di zaman Hindu-Buddha pada umumnya ditulis diprasastikan dengan tujuan agar generasi penerus dapat mengetahui peristiwa di zaman kerajaan pada masa dulu, di mana seorang raja memerintah.
Dalam historiografi tradisional terjalinlah dengan erat unsur-unsur sastra, sebagai karya imajinatif dan mitologi, sebagai pandangan hidup yang dikisahkan sebagai uraian peristiwa pada masa lampau, seperti tercermin dalam babad atau hikayat. Contoh-contoh historiografi tradisional di antaranya ialah sejarah Melayu, hikayat raja-raja Pasai, hikayat Aceh, Babad Tanah Jawi, Babad Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Kartasura, dan masih banyak lagi.
Adapun ciri-ciri dari historiografi tradisional adalah sebagai berikut.
Religio sentris, artinya segala sesuatu dipusatkan pada raja atau keluarga raja (keluarga istana), maka sering juga disebut istana sentris atau keluarga sentris atau dinasti sentris. Bersifat feodalistis-aristokratis, artinya yang dibicarakan hanyalah kehidupan kaum bangsawan feodal, tidak ada sifat kerakyatannya. Historiografi tersebut tidak memuat riwayat kehidupan rakyat, tidak membicarakan segi-segi sosial dan ekonomi dari kehidupan rakyat. Religio magis, artinya dihubungkan dengan kepercayaan dan hal-hal yang gaib. Tidak begitu membedakan hal-hal yang khayal dan yang nyata. Tujuan penulisan sejarah tradisional untuk menghormati dan meninggikan kedudukan raja, dan nama raja, serta wibawa raja supaya raja tetap dihormati, tetap dipatuhi, tetap dijunjung tinggi. Oleh karena itu, banyak mitos bahwa raja sangat sakti, raja sebagai penjelmaan/titisan dewa, apa yang dikatakan raja serba benar sehingga ada ungkapan "sadba pandita ratu datan kena wowawali" (apa yang diucapkan raja tidak boleh berubah, sebab raja segalanya). Dalam konsep kepercayaan Hindu, raja adalah "mandataris dewa" sehingga segala ucapan dan tindakannya adalah benar. Bersifat regio-sentris (kedaerahan), maka historiografi tradisional banyak dipengaruhi daerah, misalnya oleh cerita-cerita gaib atau cerita-cerita dewa di daerah tersebut. Raja atau pemimpin dianggap mempunyai kekuatan gaib dan kharisma (bertuah, sakti).
b. Historiografi Kolonial
Berbeda dengan historiografi tradisional, historiografi kolonial merupakan penulisan sejarah yang membahas masalah penjajahan Belanda atas Bangsa Indonesia. Penulisan tersebut dilakukan oleh orang-orang Belanda dan banyak di antara penulisnya yang tidak pernah melihat Indonesia. Sumber-sumber yang dipergunakan berasal dari arsip negara di negeri Belanda dan di Jakarta (Batavia); pada umumnya tidak menggunakan atau mengabaikan sumber-sumber Indonesia. Sesuai dengan namanya, yaitu historiografi kolonial, maka sebenarnya kuranglah tepat bila disebut penulisan sejarah Indonesia. Lebih tepat disebut sejarah Bangsa Belanda di Hindia Belanda (Indonesia). Mengapa demikian? Hal ini tidaklah mengherankan, sebab fokus pembicaraan adalah Bangsa Belanda, bukanlah kehidupan rakyat atau kiprah Bangsa Indonesia di masa penjajahan Belanda. Itulah sebabnya, sifat pokok dari historiografi kolonial ialah Eropa sentris atau Belanda sentris. Yang diuraikan atau dibentangkan secara panjang lebar adalah aktivitas Bangsa Belanda, pemerintahan kolonial, aktivitas para pegawai kompeni (orang-orang kulit putih), seluk beluk kegiatan para gubernur jenderal dalam menjalankan tugasnya di tanah jajahan, yakni Indonesia. Aktivitas rakyat tanah jajahan (rakyat Indonesia) diabaikan sama sekali.
Contoh historigrafi kolonial, antara lain sebagai berikut.
Indonesian Trade and Society karangan Y.C. Van Leur. Indonesian Sociological Studies karangan Schrieke. Indonesian Society in Transition karangan Wertheim.
Karya sejarah Indonesia baik dari masa lampau sampai masa sekarang (dikenal dengan nama sejarah kontemporer) telah banyak ditulis, baik oleh sejarawan atau pemerhati sejarah bangsa kita sendiri, maupun bangsa asing. Dari berbagai penulisan sejarah Indonesia (historiografi Indonesia) dari berbagai zaman/masa, baik ditulis oleh bangsa maupun bahasa asing; maka penulisan sejarah Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni:
a. historiografi tradisional,
b. historiografi kolonial, dan
c. historiografi nasional.
a. Penulisan Sejarah Tradisional (Historiografi Tradisional)
Penulisan sejarah tradisional adalah penulisan sejarah yang dimulai dari zaman Hindu sampai masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Penulisan sejarah pada zaman ini berpusat pada masalah-masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa, bersifat istanasentris, yang mengutamakan keinginan dan kepentingan raja. Penulisan sejarah di zaman Hindu-Buddha pada umumnya ditulis diprasastikan dengan tujuan agar generasi penerus dapat mengetahui peristiwa di zaman kerajaan pada masa dulu, di mana seorang raja memerintah.
Dalam historiografi tradisional terjalinlah dengan erat unsur-unsur sastra, sebagai karya imajinatif dan mitologi, sebagai pandangan hidup yang dikisahkan sebagai uraian peristiwa pada masa lampau, seperti tercermin dalam babad atau hikayat. Contoh-contoh historiografi tradisional di antaranya ialah sejarah Melayu, hikayat raja-raja Pasai, hikayat Aceh, Babad Tanah Jawi, Babad Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Kartasura, dan masih banyak lagi.
Adapun ciri-ciri dari historiografi tradisional adalah sebagai berikut.
Religio sentris, artinya segala sesuatu dipusatkan pada raja atau keluarga raja (keluarga istana), maka sering juga disebut istana sentris atau keluarga sentris atau dinasti sentris. Bersifat feodalistis-aristokratis, artinya yang dibicarakan hanyalah kehidupan kaum bangsawan feodal, tidak ada sifat kerakyatannya. Historiografi tersebut tidak memuat riwayat kehidupan rakyat, tidak membicarakan segi-segi sosial dan ekonomi dari kehidupan rakyat. Religio magis, artinya dihubungkan dengan kepercayaan dan hal-hal yang gaib. Tidak begitu membedakan hal-hal yang khayal dan yang nyata. Tujuan penulisan sejarah tradisional untuk menghormati dan meninggikan kedudukan raja, dan nama raja, serta wibawa raja supaya raja tetap dihormati, tetap dipatuhi, tetap dijunjung tinggi. Oleh karena itu, banyak mitos bahwa raja sangat sakti, raja sebagai penjelmaan/titisan dewa, apa yang dikatakan raja serba benar sehingga ada ungkapan "sadba pandita ratu datan kena wowawali" (apa yang diucapkan raja tidak boleh berubah, sebab raja segalanya). Dalam konsep kepercayaan Hindu, raja adalah "mandataris dewa" sehingga segala ucapan dan tindakannya adalah benar. Bersifat regio-sentris (kedaerahan), maka historiografi tradisional banyak dipengaruhi daerah, misalnya oleh cerita-cerita gaib atau cerita-cerita dewa di daerah tersebut. Raja atau pemimpin dianggap mempunyai kekuatan gaib dan kharisma (bertuah, sakti).b. Historiografi Kolonial
Berbeda dengan historiografi tradisional, historiografi kolonial merupakan penulisan sejarah yang membahas masalah penjajahan Belanda atas Bangsa Indonesia. Penulisan tersebut dilakukan oleh orang-orang Belanda dan banyak di antara penulisnya yang tidak pernah melihat Indonesia. Sumber-sumber yang dipergunakan berasal dari arsip negara di negeri Belanda dan di Jakarta (Batavia); pada umumnya tidak menggunakan atau mengabaikan sumber-sumber Indonesia. Sesuai dengan namanya, yaitu historiografi kolonial, maka sebenarnya kuranglah tepat bila disebut penulisan sejarah Indonesia. Lebih tepat disebut sejarah Bangsa Belanda di Hindia Belanda (Indonesia). Mengapa demikian? Hal ini tidaklah mengherankan, sebab fokus pembicaraan adalah Bangsa Belanda, bukanlah kehidupan rakyat atau kiprah Bangsa Indonesia di masa penjajahan Belanda. Itulah sebabnya, sifat pokok dari historiografi kolonial ialah Eropa sentris atau Belanda sentris. Yang diuraikan atau dibentangkan secara panjang lebar adalah aktivitas Bangsa Belanda, pemerintahan kolonial, aktivitas para pegawai kompeni (orang-orang kulit putih), seluk beluk kegiatan para gubernur jenderal dalam menjalankan tugasnya di tanah jajahan, yakni Indonesia. Aktivitas rakyat tanah jajahan (rakyat Indonesia) diabaikan sama sekali.
Contoh historigrafi kolonial, antara lain sebagai berikut.
Indonesian Trade and Society karangan Y.C. Van Leur. Indonesian Sociological Studies karangan Schrieke. Indonesian Society in Transition karangan Wertheim.c. Historiografi Nasional