Apa pendapatmu tentang keberlangsungan pemerintahan orde baru di bawah presiden soeharto yang memerintah selama 32 tahun dan bagaimana juga langkah-langkah yang ditempuh untuk melanggengkan kekuasaannya?
Kelas: XII Mata Pelajaran: Sejarah Materi: Masa Orde Baru Kata kunci: Demokrasi pada masa Orde Baru
Pembahasan:
Orde Baru adalah istilah yang digunakan untuk menyebut masa pemerintahan Presiden Indonesia kedua, Soeharto, yang memerintah pada tahun 1966-1998. Suharto menggunakan istilah ini untuk membedakan pemerintahannya dengan pemerintahan pendahulunya, Sukarno, yang oleh Suharto dijuluki "Orde Lama".
Keberlangsungan pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto yang memerintah selama 32 tahun memberi bebrapa kesuksesan seperti pertumbuhan ekonomi yang pesat, meningkatnya pendidikan dengan Wajib Belajar 6 Tahun, dan berhasil mencapai Swasembada Pangan pada tahun 1984.
Namun pembangunan ini sangat rapuh karena maraknya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Para pejabat juga melakukan korupsi untuk memperkaya diri dengan menggelapkan aset dan keuangan negara. Akibatnya para pejabat bisa kaya namun pembangunan di daerah menjadi terhambat.
Pada masa Orde Baru juga terjadi maraknya pelanggaran Hak Asasi Manusia dan penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden Soeharto dan kroni-kroninya.
Kelemahan ini membuat pemerintahan Orde Baru runtuh setelah presiden Soeharto mudnur akibat kerusuhan tahun 1998 dan krisis moneter tahun 1997.
Selama 32 tahun memerintah, langkah-langkah yang ditempuh Presiden Soeharto untuk melanggengkan kekuasaannya pada masa Orde Baru adalah:
1. Pembatasan terhadap partai politik
Pemerintahan Suharto melakukan pembatasan terhadap partai politik pada masa Orde Baru. Partai-partai politik dipaksa untuk bergabung ke salah satu dari dua partai yang legal pada masa ini, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
PPP adalah hasil gabungan dari empat partai keagamaan yaitu Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Parmusi. Sementara PDI adalah penggabungan dari Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) dan juga dua partai keagamaan Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik.
Hanya kedua partai ini, beserta Golongan Karya, yang diizinkan untuk mengikuti Pemilihan Umum sejak tahun 1976 di Indonesia, hingga tumbangnya Suharto pada tahun 1996.
2. Intimidasi dan kecurangan lain pada pemilu
Pada masa Orde Baru, pemilu digelar rutin setiap 5 tahun. Namun, Orde Baru juga berusaha menjamin kemenangan Golongan Karya sebagai partai politik pemerintah. Pegawai negeri sipil (PNS) diharuskan untuk memilih Golkar. PDI dan PP juga mengalami pembatasan di masa kampanye. Aktifis kedua partai juga mengalami intimidasi.
3. Pelarangan asas organisasi selain Pancasila
Semua organisasi baik partai politik maupun organisasi keagamaan harus menggunakan Pancasila sebagai asasnya. Kebijakan ini disebut Asas Tunggal Pancasila dan dimuat dalam UU Nomor 3 tahun 1985. Organisasi yang melanggar akan dibubarkan oleh pemerintah Orde Baru.
4. Pengekangan terhadap kebebasan pers
Setiap penerbitan pers di Indonesia wajib memiliki Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIPP), yang harus diperpanjang. Penerbitan yang memuat berita yang dianggap memberitakan sesuatu yang tidak disukai Orde Baru akan dicabut SIUPPnya atau istilah awamnya, dibredel. Ini terjadi pada majalah Tempo, yang pernah dibredel pada tahun 1994 akibat mengkritik pembelian kapal perang eks-Jerman Timur.
5. Pengekangan aktifitas politik
Aktifis perburuhan, keagamaan, anti korupsi maupun hak asasi manusia dianggap sebagai ancaman oleh Orde Baru. Akibatnya, para aktivis ini sering dilarang, organisasinya dibubarkan bahkan para aktivis ini diculik atau di bunuh. Ini misalnya terjadi pada Marsinah, aktivis buruh dari Sidoarjo yang hilang dan diduga diculik dan dibunuh, karena berupaya mengusahakan kenaikan gaji buruh.
Verified answer
Kelas: XII
Mata Pelajaran: Sejarah
Materi: Masa Orde Baru
Kata kunci: Demokrasi pada masa Orde Baru
Pembahasan:
Orde Baru adalah istilah yang digunakan untuk menyebut masa pemerintahan Presiden Indonesia kedua, Soeharto, yang memerintah pada tahun 1966-1998. Suharto menggunakan istilah ini untuk membedakan pemerintahannya dengan pemerintahan pendahulunya, Sukarno, yang oleh Suharto dijuluki "Orde Lama".
Keberlangsungan pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto yang memerintah selama 32 tahun memberi bebrapa kesuksesan seperti pertumbuhan ekonomi yang pesat, meningkatnya pendidikan dengan Wajib Belajar 6 Tahun, dan berhasil mencapai Swasembada Pangan pada tahun 1984.
Namun pembangunan ini sangat rapuh karena maraknya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Para pejabat juga melakukan korupsi untuk memperkaya diri dengan menggelapkan aset dan keuangan negara. Akibatnya para pejabat bisa kaya namun pembangunan di daerah menjadi terhambat.
Pada masa Orde Baru juga terjadi maraknya pelanggaran Hak Asasi Manusia dan penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden Soeharto dan kroni-kroninya.
Kelemahan ini membuat pemerintahan Orde Baru runtuh setelah presiden Soeharto mudnur akibat kerusuhan tahun 1998 dan krisis moneter tahun 1997.
Selama 32 tahun memerintah, langkah-langkah yang ditempuh Presiden Soeharto untuk melanggengkan kekuasaannya pada masa Orde Baru adalah:
1. Pembatasan terhadap partai politik
Pemerintahan Suharto melakukan pembatasan terhadap partai politik pada masa Orde Baru. Partai-partai politik dipaksa untuk bergabung ke salah satu dari dua partai yang legal pada masa ini, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
PPP adalah hasil gabungan dari empat partai keagamaan yaitu Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Parmusi. Sementara PDI adalah penggabungan dari Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) dan juga dua partai keagamaan Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik.
Hanya kedua partai ini, beserta Golongan Karya, yang diizinkan untuk mengikuti Pemilihan Umum sejak tahun 1976 di Indonesia, hingga tumbangnya Suharto pada tahun 1996.
2. Intimidasi dan kecurangan lain pada pemilu
Pada masa Orde Baru, pemilu digelar rutin setiap 5 tahun. Namun, Orde Baru juga berusaha menjamin kemenangan Golongan Karya sebagai partai politik pemerintah. Pegawai negeri sipil (PNS) diharuskan untuk memilih Golkar. PDI dan PP juga mengalami pembatasan di masa kampanye. Aktifis kedua partai juga mengalami intimidasi.
3. Pelarangan asas organisasi selain Pancasila
Semua organisasi baik partai politik maupun organisasi keagamaan harus menggunakan Pancasila sebagai asasnya. Kebijakan ini disebut Asas Tunggal Pancasila dan dimuat dalam UU Nomor 3 tahun 1985. Organisasi yang melanggar akan dibubarkan oleh pemerintah Orde Baru.
4. Pengekangan terhadap kebebasan pers
Setiap penerbitan pers di Indonesia wajib memiliki Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIPP), yang harus diperpanjang. Penerbitan yang memuat berita yang dianggap memberitakan sesuatu yang tidak disukai Orde Baru akan dicabut SIUPPnya atau istilah awamnya, dibredel. Ini terjadi pada majalah Tempo, yang pernah dibredel pada tahun 1994 akibat mengkritik pembelian kapal perang eks-Jerman Timur.
5. Pengekangan aktifitas politik
Aktifis perburuhan, keagamaan, anti korupsi maupun hak asasi manusia dianggap sebagai ancaman oleh Orde Baru. Akibatnya, para aktivis ini sering dilarang, organisasinya dibubarkan bahkan para aktivis ini diculik atau di bunuh. Ini misalnya terjadi pada Marsinah, aktivis buruh dari Sidoarjo yang hilang dan diduga diculik dan dibunuh, karena berupaya mengusahakan kenaikan gaji buruh.