samsinarsatutkj
Alasan paling mendasar perlunya suatu konsitusi baru adalah sifat darurat Undang-Undang Dasar 1945. Kedaruratan Konsitusi tersebut dinyatakan oleh para penyusun UUD 1945 pada bagian aturan tambahan angka dua (2) yang menegaskan sebagai berikut : “….dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menerapkan Undang-Undang Dasar. Namun sifat darurat tersebut bertahan sampai dengan lebih dari setengah abad. Selama itu pula UUD 1945 terbukti mempunyai banyak kelemahan, meskipun telah diamandemen. Kelemahan tersebut terutama terletak pada pasal-pasalnya yang multi-tafsir sehingga mengundang perdebatan yang tidak berkesudahan. ( J Kristiadi 2002 : 116 )
Amandemen UUD 1945 merupakan sebuah kebutuhan dalam rangka merajut demokrasi masa depan yang lebih baik karena di dalam kenyataannya UUD 1945 yang hanya berjumlah 37 Pasal telah memberikan peluang munculnya otoritarianisme yang sangat panjang dalam sejarah kehidupan politik Indonesia, karena pada hakekatnya UUD 1945 yang asli dapat menimbulkan interprestasi yang berbeda sesuai dengan kepentingan politik masing-masing, sebagaimana halnya dilakukan oleh Presiden Soekarno yang mengantarkannya menjadi Presiden seumur hidup, dan juga dilakukan oleh Soeharto yang juga menjadikannya presiden selama 30 tahun secara terus menerus. Oleh karena itu amandemen merupakan kelanjutan dari proses reformasi politik yang sudah dicanangkan sejak masa pemerintahan Presiden Habibie supaya kita jangan sampai mengulangi kembali pengalaman buruk dengan otoritarianisme dengan implikasinya yang sangat tidak mengguntungkan baik dalam bidang sosial, apalagi dalam bidang ekonomi dan politik.
pika
Pertama, konstitusi sebaiknya memiliki derajat supremasi atau keunggulan daripada peraturan lain di bawahnya dalam membentuk dan mengatur struktur dasar sistem hukum. Karena itu, konstitusi merupakan puncak tertinggi dari bentuk legislasi dalam sebuah negara.
Kedua, sebaiknya konstitusi yang dibuat diusahakan sedapat mungkin berumur panjang (longevity) sehingga dapat sejauh mungkin mengatur struktur dasar hukum agar tetap relevan sampai generasi di depannya.
Ketiga, konstitusi yang dibuat sebaiknya memiliki ketegaran (rigidity) yang tinggi sehingga tak mudah diubah dengan alasan-alasan tak mendasar. Tanpa ketegaran, sebuah konstitusi tak bisa berumur panjang.
Keempat, konstitusi yang dibuat harus mengandung materi muatan moral (moral content) berisi ajaran yang mengatur struktur dasar pemerintahan dan pemisahannya serta mengatur hak sipil dan hak dasar manusia. Kelima, konstitusi, khususnya yang terkait hak warga negara, harus dibuat umum dan niskala (general and abstract) agar nilai-nilai yang termuat dalam konstitusi dapat menjangkau ruang publik sejauh mungkin."
Amandemen UUD 1945 merupakan sebuah kebutuhan dalam rangka merajut demokrasi masa depan yang lebih baik karena di dalam kenyataannya UUD 1945 yang hanya berjumlah 37 Pasal telah memberikan peluang munculnya otoritarianisme yang sangat panjang dalam sejarah kehidupan politik Indonesia, karena pada hakekatnya UUD 1945 yang asli dapat menimbulkan interprestasi yang berbeda sesuai dengan kepentingan politik masing-masing, sebagaimana halnya dilakukan oleh Presiden Soekarno yang mengantarkannya menjadi Presiden seumur hidup, dan juga dilakukan oleh Soeharto yang juga menjadikannya presiden selama 30 tahun secara terus menerus. Oleh karena itu amandemen merupakan kelanjutan dari proses reformasi politik yang sudah dicanangkan sejak masa pemerintahan Presiden Habibie supaya kita jangan sampai mengulangi kembali pengalaman buruk dengan otoritarianisme dengan implikasinya yang sangat tidak mengguntungkan baik dalam bidang sosial, apalagi dalam bidang ekonomi dan politik.
konstitusi sebaiknya memiliki derajat supremasi atau keunggulan daripada peraturan lain di bawahnya dalam membentuk dan mengatur struktur dasar sistem hukum. Karena itu, konstitusi merupakan puncak tertinggi dari bentuk legislasi dalam sebuah negara.
Kedua, sebaiknya konstitusi yang dibuat diusahakan sedapat mungkin berumur panjang (longevity) sehingga dapat sejauh mungkin mengatur struktur dasar hukum agar tetap relevan sampai generasi di depannya.
Ketiga, konstitusi yang dibuat sebaiknya memiliki ketegaran (rigidity) yang tinggi sehingga tak mudah diubah dengan alasan-alasan tak mendasar. Tanpa ketegaran, sebuah konstitusi tak bisa berumur panjang.
Keempat, konstitusi yang dibuat harus mengandung materi muatan moral (moral content) berisi ajaran yang mengatur struktur dasar pemerintahan dan pemisahannya serta mengatur hak sipil dan hak dasar manusia.
Kelima, konstitusi, khususnya yang terkait hak warga negara, harus dibuat umum dan niskala (general and abstract) agar nilai-nilai yang termuat dalam konstitusi dapat menjangkau ruang publik sejauh mungkin."