jiong
Dikisahkan pada suatu hari yang cerah ada seekor semut berjalan-jalan di taman. Ia sangat bahagia karena bisa berjalan-jalan melihat taman yang indah. Sang semut berkeliling taman sambil menyapa binatang-binatang yang berada di taman itu. Ia melihat sebuah kepompong di atas pohon. Sang semut mengejek bentuk kepompong yang jelek dan tidak bisa pergi ke mana-mana. “Hei, kepompong alangkah jelek nasibmu. Kamu hanya bisa menggantung di ranting itu. Ayo jalan-jalan, lihat dunia yang luas ini. Bagaimana nasibmu jika ranting itu patah?” Sang semut selalu membanggakan dirinya yang bisa pergi ke tempat ia suka. Bahkan, sang semut kuat mengangkat beban yang lebih besar dari tubuhnya. Sang semut merasa bahwa dirinya adalah binatang yang paling hebat. Si kepompong hanya diam saja mendengar ejekan tersebut. Pada suatu pagi sang semut kembali berjalan ke taman itu. Karena hujan, genangan lumpur terdapat di mana-mana. Lumpur yang licin membuat semut tergelincir dan jatuh ke dalam lumpur. Sang semut hampir tenggelam dalam genangan lumpur itu. Semut berteriak sekencang mungkin untuk meminta bantuan. “ Tolong, bantu aku! Aku mau tenggelam, tolong..., tolong...!” Untunglah saat itu ada seekor kupu-kupu yang terbang melintas. Kemudian, kupu-kupu menjulurkan sebuah ranting ke arah semut. “Semut, peganglah erat-erat ranting itu! Nanti aku akan mengangkat ranting itu.” Lalu, sang semut memegang erat ranting itu. Si kupu-kupu mengangkat ranting itu dan menurunkannya di tempat yang aman. Kemudian, sang semut berterima kasih kepada kupu-kupu karena kupu-kupu telah menyelamatkan nyawanya. Ia memuji kupu-kupu sebagai binatang yang hebat dan terpuji. Mendengar pujian itu, kupu-kupu berkata kepada semut. “Aku adalah kepompong yang pernah kau ejek,” kata si kupu-kupu. Ternyata, kepompong yang dulu diejek sudah menyelamatkan dirinya. Akhirnya, sang semut berjanji kepada kupu-kupu bahwa dia tidak akan menghina semua makhluk ciptaan Tuhan yang ada di taman itu
Dahulu kala, di daerah jambi terdapat kerajaan kerajaan kecil. Mereka hidup damai berdampingan.
Suatu hari, seekor harimau kelaparan yang sangat buas, mengacau desa tersebut. Harimau memakan ternak dan menyerang warga desa. Puluhan warga mengalami luka luka serius. Situasi yang sangat darurat memaksa raja turun tangan. Raja memerintahkan seorang prajurit pilihan untuk mengatasi hal tersebut. “Wahai prajuritku, kau kuberi mandat untuk menangani harimau yang mengganggu wargaku!” perintah raja kepada Roman, sang prajurit pilihan.
Di tengah hutan, Roman berkelahi dengan sang harimau. Roman terluka parah. Roman berlari dan terus berlari hingga sampai di desa kemingking yang terkenal karena duriannya. Roman memasuki desa kemingking dan harimau terus mengejarnya. Roman melawan harimau itu dengan sekuat tenaga. Melihat banyak durian yang jatuh, Roman pun menggunakan durian itu sebagai senjata. Ia melemparkan durian durian itu ke arah harimau.
“Ampuni aku wahai prajurit. Aku tidak lagi mengganggu warga. Tetapi, izinkan aku untuk bisa menikmati durian durian yang wangi dan manis ini pada setiap akhir musim!” seru harimau mengiba kepada Roman. Roman pun mengangguk tanda setuju.
Roman lalu melaporkan hal kejadian itu kepada raja. Raja pun memerintahkan rakyatnya untuk menghormati dan mematuhi sumpah harimau tersebut. Sejak saat itu, harimau tak pernah mengganggu warga dan hanya keluar pada waktu musim durian. Kebiasaan tersebut hingga saat ini tetap dijalankan desa kemingking.
di taman. Ia sangat bahagia karena bisa berjalan-jalan melihat taman yang
indah. Sang semut berkeliling taman sambil menyapa binatang-binatang
yang berada di taman itu.
Ia melihat sebuah kepompong di atas pohon. Sang semut mengejek
bentuk kepompong yang jelek dan tidak bisa pergi ke mana-mana.
“Hei, kepompong alangkah jelek nasibmu. Kamu hanya bisa
menggantung di ranting itu. Ayo jalan-jalan, lihat dunia yang luas ini.
Bagaimana nasibmu jika ranting itu patah?”
Sang semut selalu membanggakan dirinya yang bisa pergi ke tempat
ia suka. Bahkan, sang semut kuat mengangkat beban yang lebih besar dari
tubuhnya. Sang semut merasa bahwa dirinya adalah binatang yang paling
hebat. Si kepompong hanya diam saja mendengar ejekan tersebut.
Pada suatu pagi sang semut kembali berjalan ke taman itu. Karena hujan,
genangan lumpur terdapat di mana-mana. Lumpur yang licin membuat
semut tergelincir dan jatuh ke dalam lumpur. Sang semut hampir tenggelam
dalam genangan lumpur itu. Semut berteriak sekencang mungkin untuk
meminta bantuan.
“ Tolong, bantu aku! Aku mau tenggelam, tolong..., tolong...!”
Untunglah saat itu ada seekor kupu-kupu yang terbang melintas.
Kemudian, kupu-kupu menjulurkan sebuah ranting ke arah semut.
“Semut, peganglah erat-erat ranting itu! Nanti aku akan mengangkat
ranting itu.” Lalu, sang semut memegang erat ranting itu. Si kupu-kupu
mengangkat ranting itu dan menurunkannya di tempat yang aman.
Kemudian, sang semut berterima kasih kepada kupu-kupu karena
kupu-kupu telah menyelamatkan nyawanya. Ia memuji kupu-kupu sebagai
binatang yang hebat dan terpuji.
Mendengar pujian itu, kupu-kupu berkata kepada semut.
“Aku adalah kepompong yang pernah kau ejek,” kata si kupu-kupu.
Ternyata, kepompong yang dulu diejek sudah menyelamatkan dirinya.
Akhirnya, sang semut berjanji kepada kupu-kupu bahwa dia tidak akan
menghina semua makhluk ciptaan Tuhan yang ada di taman itu
Dahulu kala, di daerah jambi terdapat kerajaan kerajaan kecil. Mereka hidup damai berdampingan.
Suatu hari, seekor harimau kelaparan yang sangat buas, mengacau desa tersebut. Harimau memakan ternak dan menyerang warga desa. Puluhan warga mengalami luka luka serius. Situasi yang sangat darurat memaksa raja turun tangan. Raja memerintahkan seorang prajurit pilihan untuk mengatasi hal tersebut.
“Wahai prajuritku, kau kuberi mandat untuk menangani harimau yang mengganggu wargaku!” perintah raja kepada Roman, sang prajurit pilihan.
Di tengah hutan, Roman berkelahi dengan sang harimau. Roman terluka parah. Roman berlari dan terus berlari hingga sampai di desa kemingking yang terkenal karena duriannya. Roman memasuki desa kemingking dan harimau terus mengejarnya. Roman melawan harimau itu dengan sekuat tenaga. Melihat banyak durian yang jatuh, Roman pun menggunakan durian itu sebagai senjata. Ia melemparkan durian durian itu ke arah harimau.
“Ampuni aku wahai prajurit. Aku tidak lagi mengganggu warga. Tetapi, izinkan aku untuk bisa menikmati durian durian yang wangi dan manis ini pada setiap akhir musim!” seru harimau mengiba kepada Roman.
Roman pun mengangguk tanda setuju.
Roman lalu melaporkan hal kejadian itu kepada raja. Raja pun memerintahkan rakyatnya untuk menghormati dan mematuhi sumpah harimau tersebut. Sejak saat itu, harimau tak pernah mengganggu warga dan hanya keluar pada waktu musim durian. Kebiasaan tersebut hingga saat ini tetap dijalankan desa kemingking.