Sebuah kelas yang berisi 38 murid itu kini hening. Murid-muridnya sedang keluar kelas untuk praktek IPA di halaman sekolah yang penuh dengan aneka tumbuh-tumbuhan bermanfaat. Tapi kali ini mereka keluar kelas hanya sekedar memenuhi permintaan kepala sekolah supaya mereka tetap belajar seperti biasa walaupun tak ada gurunya. Ini menjadi dampak dari tidak adanya Pak Remon, guru IPA SDN 1. Sejak 3 hari yang lalu Pak Remon menghilang setelah berbelanja ke minimarket yang cukup jauh dari tempat tinggalnya.
Kriiing… Kriiing… Bel sekolah berbunyi tanda pulang. Murid-murid di sekolah itu merasa senang dan segera membereskan peralatan tulis mereka. Namun Killua langsung lari menuju parkiran sepeda. Cagalli yang merasa Killua sedang ada sesuatu, langsung mengejar Killua di parkiran sepeda. “Killuaa..!! Ada apa denganmu!, kenapa kamu begitu buru-buru?” Tanya Cagalli sambil terengah-engah. “Sebenarnya aku ingin mencari Pak Remon,” terang Killua sambil menaiki sepedanya. “Ayo, kalau mau ikut!” Killua menepuk jok di belakangnya.
—
“Waktu itu, kalau tidak salah ia membeli 4 bungkus makanan ringan, dua kotak susu cair, tiga buah baterai ukuran besar, sebuah sabun dan sikat gigi. Dia pergi buru-buru lalu tidak menerima kembalian yang saya berikan” terang si penjaga toko. “Oh iya, waktu itu ia hendak membeli sebuah selimut, tapi tidak jadi setelah melihat isi dompetnya.” Tambah si penjaga toko. “Ah, mungkin Pak Remon ingin membeli selimut itu untuk tidur di udara luar seperti hutan atau…” Cagalli mencoba mengeluarkan pendapat. “Benar juga, mungkin dia tinggal di suatu tempat yang pada siang hari udaranya panas namun pada malam hari juga tidak terlalu dingin” Killua mulai menebak-nebak. “Sekarang aku tahu, dimana Pak Remon berada!” seru Killua bersemangat.
—
Tok.. tok.. Sepi Kali ini Killua yang mengetuk agak keras Tok.. tok.. Masih sepi.
Perlahan Killua membuka pintu itu dengan hati-hati sementara Cagalli mengikuti Killua dari belakang. Ternyata rumah, lebih tepatnya ruangan kecil berdebu itu ternyata kosong. Tiba-tiba ada yang menghampiri mereka dari belakang. “Killua? Cagalli?” kata orang itu yang ternyata Pak Remon. “Mengapa kalian tahu bapak tinggal di sini?” “Aku tahu dari penjaga minimarket di dekat jalan raya itu. Katanya, bapak ingin membeli selimut, tapi tidak jadi. Saat itu mungkin bapak belum menentukan dimana bapak akan tinggal, tetapi saat melihat isi dompet bapak, bapak langsung menemukan tempat tinggal bapak sementara ini yaitu gudang sekolah yang sudah tidak terpakai” jelas Killua. “Saat itu bapak bukan melihat jumlah uang yang ada di dompetmu, tetapi foto yang ada di dalam dompet bapak.“ “Benar. Bapak melihat foto orangtua bapak. 20 tahun yang lalu bapak tinggal di bangunan ini bersama orangtua dan kakak. Saat itu bapak masih berusia 5 tahun. Kemudian kepala yayasan sekolah ini menggusur rumah bapak dan para tetangga yang tinggal di kawasan ini. Keluarga bapak pindah ke sebuah kontrakan tak jauh dari rumah bapak yang digusur ini…” Pak Remon menghela nafas sejenak. “Tiga hari yang lalu, bapak diusir dari kontrakan bapak yang sekarang, karena bapak belum bayar tunggakan 4 bulan. Saat bapak bingung, bapak melihat foto orangtua bapak yang bapak simpan di dompet. Bapak merasa orangtua bapak berkata ‘tinggallah dimana kita tinggal dulu’ dan bapak mengikuti kata pikiran bapak itu,” “Kami mengerti keadaan bapak. Tapi kenapa bapak tidak menceritakan hal ini kepada kepala sekolah?” tanya Killua. “Bapak takut, jika bapak bilang pada kepala sekolah nantinya bapak dimarahi, karena bapak terlalu sering meminjam uang dari sekolah, dan sampai saat ini belum bapak bayar sepenuhnya…”
—
“Tumben diem aja. Ngantuk, ya?” sapa Killua sambil mengayuh sepeda. “Ah, enggak. Aku masih mikirin soal Pak Remon tadi. Aku kepikiran, gimana Pak Remon dapet makanan, buat tidur aja susah. Apalagi buat ngajar kita lagi. Kamu ada usul nggak buat bantu Pak Remon?” tanya Cagalli yang berada di jok belakang sepeda Killua. “Mmm… gimana kalau kita minta teman-teman ngumpulin uang buat Pak Remon? Kita buat kotak amal buat meminta bantuan ke anak-anak. Terus kalau sudah terkumpul banyak, kita berikan pada Pak Remon sebagai balas budi kita selama dia mengajar kita. Gimana? Setuju nggak?” Killua menanyakan pendapatnya. “Boleh juga usul kamu. Oke, besok kita mulai aja sumbangan buat Pak Remon itu…” jawab Cagalli ceria. “Oke deh!” jawab Killua senang. Mereka menyusuri jalanan sore itu dengan gembira.
Rahasia Pak Remon
Sebuah kelas yang berisi 38 murid itu kini hening. Murid-muridnya sedang keluar kelas untuk praktek IPA di halaman sekolah yang penuh dengan aneka tumbuh-tumbuhan bermanfaat. Tapi kali ini mereka keluar kelas hanya sekedar memenuhi permintaan kepala sekolah supaya mereka tetap belajar seperti biasa walaupun tak ada gurunya.
Ini menjadi dampak dari tidak adanya Pak Remon, guru IPA SDN 1. Sejak 3 hari yang lalu Pak Remon menghilang setelah berbelanja ke minimarket yang cukup jauh dari tempat tinggalnya.
Kriiing… Kriiing…
Bel sekolah berbunyi tanda pulang. Murid-murid di sekolah itu merasa senang dan segera membereskan peralatan tulis mereka. Namun Killua langsung lari menuju parkiran sepeda. Cagalli yang merasa Killua sedang ada sesuatu, langsung mengejar Killua di parkiran sepeda.
“Killuaa..!! Ada apa denganmu!, kenapa kamu begitu buru-buru?” Tanya Cagalli sambil terengah-engah.
“Sebenarnya aku ingin mencari Pak Remon,” terang Killua sambil menaiki sepedanya. “Ayo, kalau mau ikut!” Killua menepuk jok di belakangnya.
—
“Waktu itu, kalau tidak salah ia membeli 4 bungkus makanan ringan, dua kotak susu cair, tiga buah baterai ukuran besar, sebuah sabun dan sikat gigi. Dia pergi buru-buru lalu tidak menerima kembalian yang saya berikan” terang si penjaga toko.
“Oh iya, waktu itu ia hendak membeli sebuah selimut, tapi tidak jadi setelah melihat isi dompetnya.” Tambah si penjaga toko.
“Ah, mungkin Pak Remon ingin membeli selimut itu untuk tidur di udara luar seperti hutan atau…” Cagalli mencoba mengeluarkan pendapat.
“Benar juga, mungkin dia tinggal di suatu tempat yang pada siang hari udaranya panas namun pada malam hari juga tidak terlalu dingin” Killua mulai menebak-nebak.
“Sekarang aku tahu, dimana Pak Remon berada!” seru Killua bersemangat.
—
Tok.. tok..
Sepi
Kali ini Killua yang mengetuk agak keras
Tok.. tok..
Masih sepi.
Perlahan Killua membuka pintu itu dengan hati-hati sementara Cagalli mengikuti Killua dari belakang. Ternyata rumah, lebih tepatnya ruangan kecil berdebu itu ternyata kosong. Tiba-tiba ada yang menghampiri mereka dari belakang.
“Killua? Cagalli?” kata orang itu yang ternyata Pak Remon. “Mengapa kalian tahu bapak tinggal di sini?”
“Aku tahu dari penjaga minimarket di dekat jalan raya itu. Katanya, bapak ingin membeli selimut, tapi tidak jadi. Saat itu mungkin bapak belum menentukan dimana bapak akan tinggal, tetapi saat melihat isi dompet bapak, bapak langsung menemukan tempat tinggal bapak sementara ini yaitu gudang sekolah yang sudah tidak terpakai” jelas Killua.
“Saat itu bapak bukan melihat jumlah uang yang ada di dompetmu, tetapi foto yang ada di dalam dompet bapak.“
“Benar. Bapak melihat foto orangtua bapak. 20 tahun yang lalu bapak tinggal di bangunan ini bersama orangtua dan kakak. Saat itu bapak masih berusia 5 tahun. Kemudian kepala yayasan sekolah ini menggusur rumah bapak dan para tetangga yang tinggal di kawasan ini. Keluarga bapak pindah ke sebuah kontrakan tak jauh dari rumah bapak yang digusur ini…” Pak Remon menghela nafas sejenak.
“Tiga hari yang lalu, bapak diusir dari kontrakan bapak yang sekarang, karena bapak belum bayar tunggakan 4 bulan. Saat bapak bingung, bapak melihat foto orangtua bapak yang bapak simpan di dompet. Bapak merasa orangtua bapak berkata ‘tinggallah dimana kita tinggal dulu’ dan bapak mengikuti kata pikiran bapak itu,”
“Kami mengerti keadaan bapak. Tapi kenapa bapak tidak menceritakan hal ini kepada kepala sekolah?” tanya Killua.
“Bapak takut, jika bapak bilang pada kepala sekolah nantinya bapak dimarahi, karena bapak terlalu sering meminjam uang dari sekolah, dan sampai saat ini belum bapak bayar sepenuhnya…”
—
“Tumben diem aja. Ngantuk, ya?” sapa Killua sambil mengayuh sepeda.
“Ah, enggak. Aku masih mikirin soal Pak Remon tadi. Aku kepikiran, gimana Pak Remon dapet makanan, buat tidur aja susah. Apalagi buat ngajar kita lagi. Kamu ada usul nggak buat bantu Pak Remon?” tanya Cagalli yang berada di jok belakang sepeda Killua.
“Mmm… gimana kalau kita minta teman-teman ngumpulin uang buat Pak Remon? Kita buat kotak amal buat meminta bantuan ke anak-anak. Terus kalau sudah terkumpul banyak, kita berikan pada Pak Remon sebagai balas budi kita selama dia mengajar kita. Gimana? Setuju nggak?” Killua menanyakan pendapatnya.
“Boleh juga usul kamu. Oke, besok kita mulai aja sumbangan buat Pak Remon itu…” jawab Cagalli ceria.
“Oke deh!” jawab Killua senang.
Mereka menyusuri jalanan sore itu dengan gembira.