DISKUSI 1) Al-quran mengajarkan bahwa setiap muslim harus menjalin persaudaraan, kepada pihak siapa saja persaudaraan tersebut harus dijalin? Jelaskan pendapat saudara! 2) Al-quran mengatur etika persaudaraan dengan sesama muslim, jelaskan dan sertakan dalil ayat Al-qurannya! 3) Dengan non-muslim Al-quran juga memberi perhatian, dan kepada mereka juga tetap harus bersaudara, namun demikian ada rambu-rambu yang harus diperhatikan, jelaskan rambu-rambu tersebut! Rambu-rambuDiskusi 1) Untuk dapat menjawab dengan baik soal latihan nomor 1 ini anda harus memahami penjelasan tentang persaudaraan yang diajarkan oleh Al-quran sebagaimana dipaparkan pada bagian awal Kegiatan Belajar 2 ini. Bahwa persaudaraan yang diajarkan oleh Al-quran bukan hanya kepada sesama muslim, melainkan juga kepada non muslim. 2) Pada soal nomor 2 ini yang diminta adalah penjelasan tentang beberapa etika yang diajarkan oleh Al-quran menyangkut persaudaraan dengan sesama muslim. Maka yang pertama dilakukan adalah memahami dengan baik poin-poin yang terdapat di dalam Kegiatan Belajar 2 di mana dipaparkan tentang beberapa etika persaudaraan dengan sesama muslim. Cara terbaik untuk memahaminya adalah anda harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan dalil ayat-ayat Al-quran maupun hadits Nabi SAW jika ada. 3) Setelah anda memahami dengan baik beberapa etika bersaudara dengan sesama muslim, maka tidak terlalu sulit untuk menjelaskan tentang rambu-rambu persaudaraan dengan non-muslim. Yang harus anda lakukan hanyalah menjelaskan tentang bagaimana bentuk konkretnya toleransi tersebut, dan apa batasannya. Dan itu semua secara rinci telah dijelaskan di bagian akhir Kegiatan Belajar 2 modul ini.
Sheila21031998#Sesama Muslim Itu Bersaudara# Seorang muslim betapapun ia memiliki masalah dengan saudaranya sesama muslim, tetap saja mereka adalah bersaudara walau dalam masalah pembunuhan sekalipun. Allah berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari SAUDARANYA, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih." (Qs. Al-Baqarah: 178) Jika dalam kasus pembunuhan saja Allah masih menyebut hubungan persaudaraan antara si pembunuh dengan ahli waris yang terbunuh, lalu bagaimana pula jika perselisihan di antara mereka jauh lebih ringan daripada kasus pembunuhan? Apalagi permasalahan di antara mereka hanya berbeda pendapat atau berbeda sudut pandang dalam masalah khilaafiyyah ijtihaadiyyah? Apakah karena itu dibenarkan baginya untuk tidak menganggap seorang muslim yang berbeda pendapat dengannya sebagai saudara? Saudaraku, perselisihan yang terjadi di kalangan ahlussunnah dari masa ke masa, dari yang ringan berupa adu argumen sampai yang berat sekalipun yang menyebabkan pertumpahan darah, tidaklah serta-merta menyebabkan lepasnya label persaudaraan di antara mereka. Bukankah engkau masih ingat dengan firman Allah, وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ . إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ Artinya: "Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu'min BERPERANG maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan berbuat ANIAYA terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah BERSAUDARA, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (Qs. Al-Hujuraat: 9-10) Perhatikanlah, situasinya PERANG (qitaal) dan ANIAYA (baghy), namun statusnya tetap SAUDARA (ikhwah). Tentunya untuk situasi perselisihan yang lebih ringan dari itu, tidak merubah statusnya sebagai SAUDARA. Ketika sesama kaum muslimin berselisih, seharusnya perselisihan tersebut dikembalikan kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Allah berfirman, فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا Artinya: "Kemudian jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul-Nya (As-Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya." (Qs. An-Nisaa': 59) Kalau kita siap mengembalikan perselisihan antara sesama kita kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka kita harus siap meyakini dan menerima dengan lapang dada bahwa orang yang berselisih dengan kita tersebut adalah SAUDARA kita. Semoga kita tidak menjadi seperti yang difirmankan Allah, أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ Artinya: "Apakah kalian beriman kepada sebagian Al-Kitaab dan ingkar kepada sebagian yang lain?" (Qs. Al-Baqarah: 85) Nas'alullaaha -s salaamata wal 'aafiyah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari SAUDARANYA, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih." (Qs. Al-Baqarah: 178) Jika dalam kasus pembunuhan saja Allah masih menyebut hubungan persaudaraan antara si pembunuh dengan ahli waris yang terbunuh, lalu bagaimana pula jika perselisihan di antara mereka jauh lebih ringan daripada kasus pembunuhan? Apalagi permasalahan di antara mereka hanya berbeda pendapat atau berbeda sudut pandang dalam masalah khilaafiyyah ijtihaadiyyah? Apakah karena itu dibenarkan baginya untuk tidak menganggap seorang muslim yang berbeda pendapat dengannya sebagai saudara? Saudaraku, perselisihan yang terjadi di kalangan ahlussunnah dari masa ke masa, dari yang ringan berupa adu argumen sampai yang berat sekalipun yang menyebabkan pertumpahan darah, tidaklah serta-merta menyebabkan lepasnya label persaudaraan di antara mereka.
Bukankah engkau masih ingat dengan firman Allah,
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ . إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: "Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu'min BERPERANG maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan berbuat ANIAYA terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah BERSAUDARA, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (Qs. Al-Hujuraat: 9-10) Perhatikanlah, situasinya PERANG (qitaal) dan ANIAYA (baghy), namun statusnya tetap SAUDARA (ikhwah).
Tentunya untuk situasi perselisihan yang lebih ringan dari itu, tidak merubah statusnya sebagai SAUDARA. Ketika sesama kaum muslimin berselisih, seharusnya perselisihan tersebut dikembalikan kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Allah berfirman,
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا Artinya: "Kemudian jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul-Nya (As-Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya." (Qs. An-Nisaa': 59) Kalau kita siap mengembalikan perselisihan antara sesama kita kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka kita harus siap meyakini dan menerima dengan lapang dada bahwa orang yang berselisih dengan kita tersebut adalah SAUDARA kita. Semoga kita tidak menjadi seperti yang difirmankan Allah,
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ
Artinya: "Apakah kalian beriman kepada sebagian Al-Kitaab dan ingkar kepada sebagian yang lain?" (Qs. Al-Baqarah: 85) Nas'alullaaha -s salaamata wal 'aafiyah.