Sore ini terlihat sangat cerah. Dari kejauhan tampak bapak-bapak parubaya berkendara motor membawa barang dagangannya. "Totitot…. Totitot…." Suara terompetnya terdengar begitu nyaring. Kami memanggilnya pak Jainuri. Hampir tiap sore pak Jainuri keliling desa Kureksari untuk menjajakan pentolnya. Saat melewati rumah pak Ghali, mendadak muncul anak balita berusia 3 tahun berlari menyeberang jalan. Pak Jainuri yang terkejut tiba-tiba banting setir. Seketika pentol-pentol pak Jainuri berserakan di tanah. Beruntungnya anak tersebut dan pak Jainuri tidak terluka. Melihat hal itu pak Ghali langsung dengan sigap menolong pak Jainuri dan minta maaf serta mengganti rugi atas kecelakaan yang terjadi. Pak Jainuripun memaafkannya dengan lapang dada dan menolak pertolongan finansial dari pak Ghali. Akhirnya tiba saat adzan maghrib berkumandang. Pak Jainuri menyempatkan sholat di masjid Fathurrahman. Membiarkan motor dan gerobak pentolnya di depan masjid adalah kebiasaannya. Selesai sholat pak Jainuri bertemu kembali dengan pak Ghali. Pak Ghali : "Assalamu'alaikum wr.wb pak Jainuri…" Pak Jainuri : "Wa'alaikumussalam wr.wb" Pak Ghali : "Pak Jainuri, saya benar-benar minta maaf atas kejadian sore tadi pak." Pak Jainuri : "hehe iya tidak apa-apa pak. Namanya juga anak kecil." Pak Gahli : "bagaimana bisa jenengan tidak marah sama sekali dengan kejadian tadi pak. Belum lagi saya lihat saat sholat jenengan dengan mudahnya meninggalkan jualan bapak di sini. Apa bapak tidak takut hilang atau dicuri orang? " Pak Jainuri : "InsyaAllah Allah yang akan menjaganya pak. Segala sesuai yang kita alami adalah atas kehendakNya. Jika Allah sudah berkehendak" Dari cerita tersebut menunjukkan bahwa Pak Jainuri memiliki sifat seorang sufi. Bagaimana cara mengukur tingkatan sufi seseorang?