Pembahasan umum tentang sastra pada intinya dapat dibedakan menjadi dua yaitu sastra sebagai hasil seni dan sastra sebagai ilmu pengetahuan. Sastra sebagai hasil seni merupakan karya kreatif pengarang (sastrawan) yang hasilnya berupa prosa, puisi, dan drama. Sedangkan sastra sebagai ilmu pengetahuan berupa kajian-kajian sastra yang hasilnya berupa kritik sastra, apresiasi sastra, esai dan lain sebagainya. (Maslikatin, 2007:1).
Salah satu bentuk karya sastra yang membutuhkan penanganan kompleks ialah drama. Drama adalah bentuk karya sastra yang nantinya lebih ditekankan pada aksi atau gerakan. Berbeda dengan bentuk karya sastra yang lain seperti puisi ataupun prosa yang dapat dinikmati dengan cara membacanya saja, naskah drama belum dianggap selesai kalau belum dipentaskan. Dikatakan membutuhkan penanganan yang kompleks disebabkan karena karya sastra berupa drama tidak hanya menampilkan percakapan baik itu monolog maupun dialog. Lebih dari itu, menampilkan bentuk karya sastra ini juga tidak lepas dari unsur-unsur lain yang membuat pementasan bentuk karya sastra ini lebih menarik. Adapun karya sastra drama memerlukan unsur-unsur lain seperti: seni musik, tata lampu, artistik, pentas, seni tari, olah vokal dan sebagainya.
Pembahasan tentang karya sastra tidak terlepas dari pembahasann tentang pengarangnya (sastrawan) yang karya-karyanya telah dikenal oleh masyarakat. Salah satu sastrawan abad XX yang cukup populer yakni Puthut EA. Puthut EA lahir di Rembang, Jawa Tengah pada 28 Maret 1977. Dia merupakan sastrawan sekaligus peneliti asli Indonesia. Sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama sampai awal kuliah, ia rajin menulis geguritan (puisi di dalam Bahasa Jawa) di majalah Penyebar Semangat dan Jayabaya. Karya-karyanya dalam bidang sastra sangatlah banyak. Dia telah menulis sebanyak 10 buku. Beberapa karyanya diantaranya yang berupa Cerpen: Dua Tangisan pada Satu Malam (2005) Kupu-kupu Bersayap Gelap (2006) Sebuah Kitab yang Tak Suci (2001) Seekor Bebek yang Mati di Pinggir Kali (2009). Novel: Cinta Tak Pernah Tepat Waktu (2009) Bunda (2005) berdasarkan screen play Cristantra Beli Cinta dalam Karung. Naskah Drama: Orang-orang yang Bergegas (2004) Jam Sembilan Kita Bertemu (2009) Deleilah Tak Ingin Pulang dari Pesta (2009). Prosa Liris: Tanpa Tanda Seru, dan karya-karya lainnya. Dengan melihat karya-karyanya tersebut dapat disimpulkan bahwa dia adalah sastrawan yang sangat kreatif di era saat ini.
Adapun karya sastra berupa drama karya Puthut EA yang menarik bagi penulis yakni yang berjudul Orang-orang yang Bergegas. Karya sastra tersebut lebih memiliki makna dan menggambarkan tentang realita kehidupan keluarga yang masih sepadan dengan keadaan saat ini. Di sisi lain, dalam naskah drama tersebut terdapat amanat atau pesan moral yang tersirat yang sangat bermanfaat sehingga dapat dijadikan sebagai pelajaran kedepannya. Selain itu, naskah drama tersebut cukup populer karena sering dipentaskan. Naskah drama tersebut telah dipentaskan di enam kota di Pulau Jawa dengan disutradarai oleh Landung Simatupang dan Puthut Buchori. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk menganalisis naskah drama tersebut melalui pendekatan objektif (struktural). Penulis menganalisis naskah drama tersebut dengan melalui pendekatan objektif karena analsis dengan metode ini lebih mudah dan selain itu juga untuk mengetahui lebih mendalam tentang unsur-unsur instrisik yang membangun naskah drama tersebut dan yang menjadikannya sebagai karya sastra yang dipandang bagus dan populer.
Jawaban:
Pembahasan umum tentang sastra pada intinya dapat dibedakan menjadi dua yaitu sastra sebagai hasil seni dan sastra sebagai ilmu pengetahuan. Sastra sebagai hasil seni merupakan karya kreatif pengarang (sastrawan) yang hasilnya berupa prosa, puisi, dan drama. Sedangkan sastra sebagai ilmu pengetahuan berupa kajian-kajian sastra yang hasilnya berupa kritik sastra, apresiasi sastra, esai dan lain sebagainya. (Maslikatin, 2007:1).
Salah satu bentuk karya sastra yang membutuhkan penanganan kompleks ialah drama. Drama adalah bentuk karya sastra yang nantinya lebih ditekankan pada aksi atau gerakan. Berbeda dengan bentuk karya sastra yang lain seperti puisi ataupun prosa yang dapat dinikmati dengan cara membacanya saja, naskah drama belum dianggap selesai kalau belum dipentaskan. Dikatakan membutuhkan penanganan yang kompleks disebabkan karena karya sastra berupa drama tidak hanya menampilkan percakapan baik itu monolog maupun dialog. Lebih dari itu, menampilkan bentuk karya sastra ini juga tidak lepas dari unsur-unsur lain yang membuat pementasan bentuk karya sastra ini lebih menarik. Adapun karya sastra drama memerlukan unsur-unsur lain seperti: seni musik, tata lampu, artistik, pentas, seni tari, olah vokal dan sebagainya.
Pembahasan tentang karya sastra tidak terlepas dari pembahasann tentang pengarangnya (sastrawan) yang karya-karyanya telah dikenal oleh masyarakat. Salah satu sastrawan abad XX yang cukup populer yakni Puthut EA. Puthut EA lahir di Rembang, Jawa Tengah pada 28 Maret 1977. Dia merupakan sastrawan sekaligus peneliti asli Indonesia. Sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama sampai awal kuliah, ia rajin menulis geguritan (puisi di dalam Bahasa Jawa) di majalah Penyebar Semangat dan Jayabaya. Karya-karyanya dalam bidang sastra sangatlah banyak. Dia telah menulis sebanyak 10 buku. Beberapa karyanya diantaranya yang berupa Cerpen: Dua Tangisan pada Satu Malam (2005) Kupu-kupu Bersayap Gelap (2006) Sebuah Kitab yang Tak Suci (2001) Seekor Bebek yang Mati di Pinggir Kali (2009). Novel: Cinta Tak Pernah Tepat Waktu (2009) Bunda (2005) berdasarkan screen play Cristantra Beli Cinta dalam Karung. Naskah Drama: Orang-orang yang Bergegas (2004) Jam Sembilan Kita Bertemu (2009) Deleilah Tak Ingin Pulang dari Pesta (2009). Prosa Liris: Tanpa Tanda Seru, dan karya-karya lainnya. Dengan melihat karya-karyanya tersebut dapat disimpulkan bahwa dia adalah sastrawan yang sangat kreatif di era saat ini.
Adapun karya sastra berupa drama karya Puthut EA yang menarik bagi penulis yakni yang berjudul Orang-orang yang Bergegas. Karya sastra tersebut lebih memiliki makna dan menggambarkan tentang realita kehidupan keluarga yang masih sepadan dengan keadaan saat ini. Di sisi lain, dalam naskah drama tersebut terdapat amanat atau pesan moral yang tersirat yang sangat bermanfaat sehingga dapat dijadikan sebagai pelajaran kedepannya. Selain itu, naskah drama tersebut cukup populer karena sering dipentaskan. Naskah drama tersebut telah dipentaskan di enam kota di Pulau Jawa dengan disutradarai oleh Landung Simatupang dan Puthut Buchori. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk menganalisis naskah drama tersebut melalui pendekatan objektif (struktural). Penulis menganalisis naskah drama tersebut dengan melalui pendekatan objektif karena analsis dengan metode ini lebih mudah dan selain itu juga untuk mengetahui lebih mendalam tentang unsur-unsur instrisik yang membangun naskah drama tersebut dan yang menjadikannya sebagai karya sastra yang dipandang bagus dan populer.
Penjelasan:
Maaf kalau ada yang salah