yang kamu anggap menarik. Pagi-pagi sekali. Aku dan Arai telah menunggu ayahku dengan harap-harap cemas beliau akan datang. Maklum, sungguh merepotkan ketika berangkat pagi buta mengayuh sepeda tiga puluh kilometer, apalagi melewati dua bukit dan padang. Arai sudah malas bicara denganku. Aku makin gelisah ketika menyaksikan para orang tua murid berbondong-bondong menuju aula. Ayahku tak kunjung tiba. Tiba-tiba saja Arai menatapku benci. Namun, tiba-tiba mataku silau menyaksikan kap lampu aluminium putih dari sepeda yang dikayuh seorang pria berbaju safari empat saku. la tampak kelelahan. terseok-seok, dan semakin cepat ketika melihat kami. Pria itu menyeka keringat saat tiba di depan kami. Dadaku terasa sesak saat melihat lipatan mengkilap, serta kumis dan rambutnya yang dicukur rapi. Beliau akan duduk di kursi nomor 75. Namun, beliau tetap cuti dua hari, dan tetap melakukan prosedur yang sama, dengan suasana hati yang sama, untuk mengambil raporku. Andres pemimpi Harum daun pandan dari baju safari ayahku membuat air mataku mengalir. Meskipun akan kupermalukan, ibuku tetap merendam daun pandan sehari semalam untuk menyetrika baju safari ayahku. Dan ayahku dengan senang hati datang jauh- jauh mengambil raporku dengan bajunya yang terbaik. Aku tak mampu bicara ketika beliau menyapa kami dengan salam pelan. um dan menepuk-nepuk pundak kami dengan bangga. tertegun. Tak lagi kudengar tepuk tangan ketika nama ayahku dipanggil untuk mengambil raporku. Yang kudengar hanya orang kasak-kusuk, mengapa prestasi sekolahku sampai turun drastis. Aku terpuruk dalam penyesalan. Betapa aku ini anak tak berguna. Betapa sampai hati pada ayahku. Sungguh gelisah menunggu ayahku keluar dari aula hingga akhirnya beliau meninggalkan aula. Langkahnya tetap tenang seperti dulu aku masih berprestasi. Beliau menghampiri kami dan tersenyum. Namun, ayahku memang menjadi sumber kebanggaan kami. Ayahku tetap tersenyum. Bagaimanapun keadaan kami, kami tetaplah pahlawan baginya. Beliau selalu menerima kami apa adanya. Seperti kebiasaannya, beliau menepuk-nepuk lembut pundak kami dan mengucapkan sepatah salam dengan pelan. Aku tersedu melihat ayahku menaiki sepeda tertatih-tatih meninggalkanku. "Puaskah kau sekarang?" Arai menumpahkan kemarahannya padaku. Aku membelakanginya. "Itukah maumu? Melukai hatinya?" "Apa sesungguhnya yang terjadi denganmu, Ikal? Mengapa sekolahmu jadi begini? Ke mana semangat dan mimpi-mimpi itu?" Arai geram sekali. la tak habis mengerti padaku. "Biar kau tahu, Kal, kita hanya memiliki semangat dan mimpi dan kita akan bertempur habis-habisan demi mimpi-mimpi itu." Aku terpaku memandangi ayahku sampai jauh, bentakan-bentakan Arai membakar hatiku. Tanpa mimpi,orang seperti kita akan mati..." Aku merasa beku, serasa disiram seember air es. Mendahului nasib. Dua kata yang menjawab kekeliruanku memaknai arah hidupku. Pesimistis tak lebih dari sikap takabur mendahului nasib. "Kita lakukan yang terbaik di sini. Dan kita akan berkelana menjelajahi Eropa sampai ke Afrika. Kita akan sekolah ke Prancis. Kita akan menginjakkan kaki di altar suci almamater Sorbonne. Apa pun yang terjadi."tolong dijawab KK plis butuh banget nih ​
Answer

Life Enjoy

" Life is not a problem to be solved but a reality to be experienced! "

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 KUDO.TIPS - All rights reserved.