Dari sisi pengeluaran, perkembangan PDRB Provinsi Jambi pada triwulan I 2021 menurun disebabkan kontraksi ekspor ditengah perbaikan kinerja komponen penggunaan lainnya. Berdasarkan strukturnya, pertumbuhan ekonomi masih bersumber dari konsumsi rumah tangga dan LNPRT dengan pangsa sebesar 47,87%. Selanjutnya, diikuti oleh pembentukan modal tetap domestik bruto 23,37%, net ekspor sebesar 21,83%, konsumsi pemerintah sebesar 4,10% dan perubahan inventori sebesar 2,83%. Menurunnya kinerja pengeluaran sejalan dengan menurunnya kinerja beberapa LU seperti perdagangan dan lain-lain yang merupakan dampak pandemi COVID-19.
Sementara itu, laju inflasi triwulan I 2021 tercatat 2,65% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,01% (yoy) dan lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional 1,37% (yoy). Perkembangan Indeks Harga Konsumen Provinsi Jambi merupakan komposit dari inflasi Kota Jambi sebesar 2,7% (yoy) dan Kabupaten Bungo sebesar 2,17% (yoy). kenaikan tersebut disebabkan pasokan yang terbatas akibat berakhirnya masa panen raya dan dampak dari La-Nina yang mengakibatkan curah hujan tinggi sehingga, produksi komoditas hortikultura tidak optimal.
Selanjutnya, penyaluran kredit perbankan di Provinsi Jambi pada triwulan I 2021 mencapai Rp43,02 triliun atau tumbuh 7,32% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,06% (yoy). Peningkatan tersebut disertai dengan perbaikan kualitas kredit. Rasio Non Performing Loan turun dari 2,55% (gross) pada triwulan IV 2020 menjadi 2,21% (gross) di triwulan laporan. Dari sisi penghimpunan dana, DPK perbankan pada triwulan I 2021 tercatat Rp39,17 triliun atau tumbuh 14,18% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 14,02% (yoy).
Perkembangan pembayaran tunai di Provinsi Jambi pada triwulan I 2021 menunjukan net inflow sebesar Rp1,05 triliun atau mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp3,74 triliun. Penurunan net inflow tersebut diindikasi terjadi karena telah berakhirnya liburan Natal dan Tahun Baru 2020 yang merupakan salah satu periode outflow terbesar di Indonesia.
Tingkat Pengangguran Terbuka naik dari 4,26% pada Februari 2020 menjadi 4,76% di Februari 2021. Hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah pengangguran yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan jumlah penduduk bekerja. Namun demikian, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja tercatat meningkat menjadi 67,30% dibandingkan Februari 2020 sebesar 67,28%.
Sementara, indeks Nilai Tukar Petani menunjukkan peningkatan pada triwulan I 2021 menjadi 122,17 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 115,42. Perbaikan Nilai Tukar Petani didorong peningkatan indeks yang diterima ditengah penurunan indeks yang dibayar petani. Selain itu, aspek kemiskinan mengalami peningkatan pada September 2020. Persentase penduduk miskin di Provinsi Jambi pada September 2020 sebesar 7,97%, meningkat dibandingkan September 2019 sebesar 7,51%. Selain itu, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan juga menunjukkan kenaikan pada angka pada September 2020.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi pada 2021 diprakirakan tumbuh positif pada kisaran 2,64% - 3,04% (yoy) dan menguat dibanding tahun sebelumnya. Hal tersebut didorong pulihnya perekonomian global dan domestik pasca pandemi COVID-19. Relaksasi pembatasan sosial seiring implementasi vaksin dan penanganan COVID-19 yang semakin baik akan mendorong normalisasi mobilitas manusia dan barang, yang kemudian meningkatkan permintaan domestik serta aktivitas produksi.
Selanjutnya, tekanan inflasi Provinsi Jambi pada 2021 diprakirakan relatif stabil. Tekanan inflasi tahun 2021 terutama dipengaruhi oleh meredanya wabah COVID-19 yang berdampak terhadap normalisasi pola konsumsi masyarakat secara keseluruhan. Tekanan inflasi tahun 2021 terutama akan bersumber dari kenaikan harga kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Terdapat beberapa risiko yang dapat menyebabkan tekanan inflasi lebih tinggi dari perkiraan. Tekanan inflasi sub kelompok rokok dan tembakau meningkat seiring dengan kenaikan tarif cukai tembakau sejak awal tahun 2020. Selanjutnya, kenaikan beberapa komoditas global serta harga komoditas energi primer dapat memengaruhi harga komoditas domestik serta pergeseran pola tanam serta periode HBKN yang berbeda dibandingkan tahun sebelumnya juga dapat menyebabkan inflasi bahan makanan karena adanya gap permintaan dan penawaran.
Dari sisi pengeluaran, perkembangan PDRB Provinsi Jambi pada triwulan I 2021 menurun disebabkan kontraksi ekspor ditengah perbaikan kinerja komponen penggunaan lainnya. Berdasarkan strukturnya, pertumbuhan ekonomi masih bersumber dari konsumsi rumah tangga dan LNPRT dengan pangsa sebesar 47,87%. Selanjutnya, diikuti oleh pembentukan modal tetap domestik bruto 23,37%, net ekspor sebesar 21,83%, konsumsi pemerintah sebesar 4,10% dan perubahan inventori sebesar 2,83%. Menurunnya kinerja pengeluaran sejalan dengan menurunnya kinerja beberapa LU seperti perdagangan dan lain-lain yang merupakan dampak pandemi COVID-19.
Sementara itu, laju inflasi triwulan I 2021 tercatat 2,65% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,01% (yoy) dan lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional 1,37% (yoy). Perkembangan Indeks Harga Konsumen Provinsi Jambi merupakan komposit dari inflasi Kota Jambi sebesar 2,7% (yoy) dan Kabupaten Bungo sebesar 2,17% (yoy). kenaikan tersebut disebabkan pasokan yang terbatas akibat berakhirnya masa panen raya dan dampak dari La-Nina yang mengakibatkan curah hujan tinggi sehingga, produksi komoditas hortikultura tidak optimal.
Selanjutnya, penyaluran kredit perbankan di Provinsi Jambi pada triwulan I 2021 mencapai Rp43,02 triliun atau tumbuh 7,32% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,06% (yoy). Peningkatan tersebut disertai dengan perbaikan kualitas kredit. Rasio Non Performing Loan turun dari 2,55% (gross) pada triwulan IV 2020 menjadi 2,21% (gross) di triwulan laporan. Dari sisi penghimpunan dana, DPK perbankan pada triwulan I 2021 tercatat Rp39,17 triliun atau tumbuh 14,18% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 14,02% (yoy).
Perkembangan pembayaran tunai di Provinsi Jambi pada triwulan I 2021 menunjukan net inflow sebesar Rp1,05 triliun atau mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp3,74 triliun. Penurunan net inflow tersebut diindikasi terjadi karena telah berakhirnya liburan Natal dan Tahun Baru 2020 yang merupakan salah satu periode outflow terbesar di Indonesia.
Tingkat Pengangguran Terbuka naik dari 4,26% pada Februari 2020 menjadi 4,76% di Februari 2021. Hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah pengangguran yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan jumlah penduduk bekerja. Namun demikian, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja tercatat meningkat menjadi 67,30% dibandingkan Februari 2020 sebesar 67,28%.
Sementara, indeks Nilai Tukar Petani menunjukkan peningkatan pada triwulan I 2021 menjadi 122,17 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 115,42. Perbaikan Nilai Tukar Petani didorong peningkatan indeks yang diterima ditengah penurunan indeks yang dibayar petani. Selain itu, aspek kemiskinan mengalami peningkatan pada September 2020. Persentase penduduk miskin di Provinsi Jambi pada September 2020 sebesar 7,97%, meningkat dibandingkan September 2019 sebesar 7,51%. Selain itu, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan juga menunjukkan kenaikan pada angka pada September 2020.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi pada 2021 diprakirakan tumbuh positif pada kisaran 2,64% - 3,04% (yoy) dan menguat dibanding tahun sebelumnya. Hal tersebut didorong pulihnya perekonomian global dan domestik pasca pandemi COVID-19. Relaksasi pembatasan sosial seiring implementasi vaksin dan penanganan COVID-19 yang semakin baik akan mendorong normalisasi mobilitas manusia dan barang, yang kemudian meningkatkan permintaan domestik serta aktivitas produksi.
Selanjutnya, tekanan inflasi Provinsi Jambi pada 2021 diprakirakan relatif stabil. Tekanan inflasi tahun 2021 terutama dipengaruhi oleh meredanya wabah COVID-19 yang berdampak terhadap normalisasi pola konsumsi masyarakat secara keseluruhan. Tekanan inflasi tahun 2021 terutama akan bersumber dari kenaikan harga kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Terdapat beberapa risiko yang dapat menyebabkan tekanan inflasi lebih tinggi dari perkiraan. Tekanan inflasi sub kelompok rokok dan tembakau meningkat seiring dengan kenaikan tarif cukai tembakau sejak awal tahun 2020. Selanjutnya, kenaikan beberapa komoditas global serta harga komoditas energi primer dapat memengaruhi harga komoditas domestik serta pergeseran pola tanam serta periode HBKN yang berbeda dibandingkan tahun sebelumnya juga dapat menyebabkan inflasi bahan makanan karena adanya gap permintaan dan penawaran.
Penjelasan:
semoga membantu,maaf kalau salah (◞‸◟ㆀ)