Utsman bin Affan bin Abul Ash lahir dari keluarga yang kaya dan berpengaruh dari suku bangsa Quraish silsilah Bani Umayyah. Usianya lebih muda lima tahun dari Rasulullah صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . Utsman radhiyallahu ‘anhu mendapatkan pendidikan yang baik, ia telah belajar membaca dan menulis pada usia dini. Di masa mudanya, Utsman radhiyallahu ‘anhu telah menjadi seorang pedagang yang kaya.
Utsman radhiyallahu ‘anhu berasal dari strata sosial dan ekonomi tinggi yang pertama-tama memeluk Islam. Dia memiliki kepribadian yang baik, bahkan sebelum beliau memeluk Islam—terkenal dengan kejujuran dan integritasnya.
Rasulullah صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,”Orang yang paling penuh kasih sayang dari umatku kepada umatku adalah Abu Bakar, yang paling gagah berani membela agama Allah adalah Umar, dan yang paling jujur dalam kerendah-hatiannya adalah Utsman.”
Mengenai sifat rendah hatinya Utsman radhiyallahu ‘anhu ini, Rasulullah صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sampai berkata, “Tidakkah aku merasa malu terhadap seseorang yang bahkan malaikat pun malu tehadapnya?”
Kepribadian Utsman radhiyallahu ‘anhu benar-benar merupakan gambaran dari akhlak yang baik menurut Islam (akhlakul karimah). Dia jujur, dermawan dan sangat baik hati. Rasulullah صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mencintai Utsman radhiyallahu ‘anhu karena akhlaknya. Mungkin itulah alasan mengapa Rasulullah صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengizinkan dua putrinya untuk menjadi istri Utsman radhiyallahu ‘anhu. Yang pertama adalah Ruqayyah, ia meninggal setelah Perang Badar.
Rasulullah صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sangat tersentuh akan kesedihan yang dialami Utsman radhiyallahu ‘anhu sepeninggal Ruqayyah dan menasihatinya untuk menikahi seorang lagi anak perempuan beliau, Ummu Kultsum. Karena kehormatan yang besar dapat menikahi dua anak perempuan Rasulullah, Utsman radhiyallahu ‘anhu terkenal dengan sebutan Dzun Nurain atau Sang Pemilik Dua Cahaya.
Kedermawanan Utsman radhiyallahu ‘anhu tampak pada kehidupannya sehari-hari. Ketika bencana kekeringan melanda Kota Madinah, kaum Muslimin terpaksa menggunakan sumur Rum sebagai sumber mata air satu-satunya. Sayangnya, sumur tersebut adalah milik Yusuf, seorang Yahudi tua yang serakah. Untuk mengambil air sumur itu, kaum Muslimin harus membayar mahal dengan harga yang ditetapkan si Yahudi.
Melihat keadaan penduduk Madinah, Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu segera menemui Yusuf. “Wahai Yusuf, maukah engkau menjual sumur Rum ini kepadaku?”
Yahudi tua yang sedang ‘mabok uang’ itu segera menyambut permintaan Utsman radhiyallahu ‘anhu. Dalam benaknya ia berpikir, Utsman adalah orang kaya. Ia pasti mau membeli sumurnya berapa pun yang ia minta.
Namun, di sisi lain ia juga tidak mau kehilangan mata pencariannya itu begitu saja. “Saya bersedia menjual sumur ini? Berapa engkau sanggup membayarnya?” tanya Yusuf.
“Sepuluh ribu dirham!” jawab Utsman.
Si Yahudi tua tersenyum sinis. “Sumur ini hanya akan saya jual separuhnya. Kalau bersedia, sekarang juga kau bayar 12 ribu dirham, dan sumur kita bagi dua. Sehari untukmu dan sehari untukku. Bagaimana?”
Setelah berpikir sejenak, Utsman menjawab, “Baiklah, aku terima tawaranmu.”
Setelah membayar seharga yang diinginkan, Utsman menyuruh pelayannya untuk mengumumkan kepada para penduduk, bahwa mereka bebas mengambil sumur Rum secara gratis. Sejak saat itu, penduduk Madinah bebas mengambil air sebanyak mungkin untuk keperluan mereka. Lain halnya dengan si Yahudi tua. Ia kebingungan lantaran tak seorang pun yang membeli airnya. Ketika Utsman radhiyallahu ‘anhu datang menemuinya untuk membeli separuh sisa air sumurnya, ia tidak bisa menolak walau dengan harga yang sangat murah sekalipun.
Jawaban:
Utsman bin Affan bin Abul Ash lahir dari keluarga yang kaya dan berpengaruh dari suku bangsa Quraish silsilah Bani Umayyah. Usianya lebih muda lima tahun dari Rasulullah صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . Utsman radhiyallahu ‘anhu mendapatkan pendidikan yang baik, ia telah belajar membaca dan menulis pada usia dini. Di masa mudanya, Utsman radhiyallahu ‘anhu telah menjadi seorang pedagang yang kaya.
Utsman radhiyallahu ‘anhu berasal dari strata sosial dan ekonomi tinggi yang pertama-tama memeluk Islam. Dia memiliki kepribadian yang baik, bahkan sebelum beliau memeluk Islam—terkenal dengan kejujuran dan integritasnya.
Rasulullah صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,”Orang yang paling penuh kasih sayang dari umatku kepada umatku adalah Abu Bakar, yang paling gagah berani membela agama Allah adalah Umar, dan yang paling jujur dalam kerendah-hatiannya adalah Utsman.”
Mengenai sifat rendah hatinya Utsman radhiyallahu ‘anhu ini, Rasulullah صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sampai berkata, “Tidakkah aku merasa malu terhadap seseorang yang bahkan malaikat pun malu tehadapnya?”
Kepribadian Utsman radhiyallahu ‘anhu benar-benar merupakan gambaran dari akhlak yang baik menurut Islam (akhlakul karimah). Dia jujur, dermawan dan sangat baik hati. Rasulullah صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mencintai Utsman radhiyallahu ‘anhu karena akhlaknya. Mungkin itulah alasan mengapa Rasulullah صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengizinkan dua putrinya untuk menjadi istri Utsman radhiyallahu ‘anhu. Yang pertama adalah Ruqayyah, ia meninggal setelah Perang Badar.
Rasulullah صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sangat tersentuh akan kesedihan yang dialami Utsman radhiyallahu ‘anhu sepeninggal Ruqayyah dan menasihatinya untuk menikahi seorang lagi anak perempuan beliau, Ummu Kultsum. Karena kehormatan yang besar dapat menikahi dua anak perempuan Rasulullah, Utsman radhiyallahu ‘anhu terkenal dengan sebutan Dzun Nurain atau Sang Pemilik Dua Cahaya.
Kedermawanan Utsman radhiyallahu ‘anhu tampak pada kehidupannya sehari-hari. Ketika bencana kekeringan melanda Kota Madinah, kaum Muslimin terpaksa menggunakan sumur Rum sebagai sumber mata air satu-satunya. Sayangnya, sumur tersebut adalah milik Yusuf, seorang Yahudi tua yang serakah. Untuk mengambil air sumur itu, kaum Muslimin harus membayar mahal dengan harga yang ditetapkan si Yahudi.
Melihat keadaan penduduk Madinah, Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu segera menemui Yusuf. “Wahai Yusuf, maukah engkau menjual sumur Rum ini kepadaku?”
Yahudi tua yang sedang ‘mabok uang’ itu segera menyambut permintaan Utsman radhiyallahu ‘anhu. Dalam benaknya ia berpikir, Utsman adalah orang kaya. Ia pasti mau membeli sumurnya berapa pun yang ia minta.
Namun, di sisi lain ia juga tidak mau kehilangan mata pencariannya itu begitu saja. “Saya bersedia menjual sumur ini? Berapa engkau sanggup membayarnya?” tanya Yusuf.
“Sepuluh ribu dirham!” jawab Utsman.
Si Yahudi tua tersenyum sinis. “Sumur ini hanya akan saya jual separuhnya. Kalau bersedia, sekarang juga kau bayar 12 ribu dirham, dan sumur kita bagi dua. Sehari untukmu dan sehari untukku. Bagaimana?”
Setelah berpikir sejenak, Utsman menjawab, “Baiklah, aku terima tawaranmu.”
Setelah membayar seharga yang diinginkan, Utsman menyuruh pelayannya untuk mengumumkan kepada para penduduk, bahwa mereka bebas mengambil sumur Rum secara gratis. Sejak saat itu, penduduk Madinah bebas mengambil air sebanyak mungkin untuk keperluan mereka. Lain halnya dengan si Yahudi tua. Ia kebingungan lantaran tak seorang pun yang membeli airnya. Ketika Utsman radhiyallahu ‘anhu datang menemuinya untuk membeli separuh sisa air sumurnya, ia tidak bisa menolak walau dengan harga yang sangat murah sekalipun.
Penjelasan: