October 2018 2 83 Report
Jelaskan proses pembentukan Tulang.

Mohon bantuannya. Trims.
More Questions From This User See All

Tolong Buatkan Teks Naratorx saja selain yg di awal . Mohon Bantuannya Besok Dikumpul !! Naskah Drama dengan judul :"TUMBANG" ADEGAN 2 (Beberapa saat lamanya panggung sepi saja. Suasana lebih gelap. Kemudian masuk seorang perempuan tua renta, rambutnya putih. Pakaiannya bagus, dan dipergunakannya tongkat untuk berjalan. Nampak jarinya banyak bercincin. Air mukanya sedih, sewaktu ia berjalan pelan-pelan ke arah orang yang tidur itu. Sampai ke situ, ia berhenti, sebentar mengamati air muka orang dibale-bale itu dengan iba hati, lalu menggeleng-gelengkan kepala) ORANG TUA: Ia tidur. Tidurlah nyenyak! Kau yang banyak menderita, kau yang banyak musuhnya. Kau yang keras hati, anakku, mengasolah. Tubuhmu lelah, jiwamu sedih. Sebab keras kepalamu (menggelengkan kepala), ah, begitu keras hatinya! Mengasolah, damai, damailah, Nak! (mengusap air matanya) LELAKI: (bercakap dalam tidurnya) Ibu.... Ibu! ORANG TUA: Mengasolah, Nak. Ibu pergi dulu. LELAKI: (membuka matanya, duduk tegak, terkejut) Ibu! ORANG TUA: Diamlah, dan tidurlah, Nak. LELAKI: (menjingkapkan selimutnya, turun dari tempat tidurnya bertelut ke lantai, memegang tangan ibunya serta menciumnya) Ibu… di sini! Dari mana Ibu datang? ORANG TUA: Kau tak tahu dari mana aku; berapa lamanya kita tidak bertemu? Kau ingat? LELAKI: Delapan tahun, Bu. ORANG TUA: Ya, syukur kau masih ingat pada ibumu. Nah, tempat tinggalku jauh dari sini, tidak di bumi, tidak di mana orang hidup biasa. Aku datang dari tempat Tuhan, anakku, tempat keramat. LELAKI: Duh, Ibu! Maaflah, maafkan daku! (menengadah, memandang orang tua itu dengan mata berlinang-linang) ORANG TUA: Ya, kau tak tahu bahwa aku sudah tak ada di dunia ini. Dari itu aku datang untuk mengatakan ini kepadamu. Kau anak tunggalku. Tak ada orang lain yang lebih kusayangi dari padamu. LELAKI: (memegang dadanya, menundukkan kepalanya) Duh! Aku mendurhaka besar terhadap Ibu. ORANG TUA: Ayahmu meninggal sebelum aku, Nak. LELAKI: Ayah! ORANG TUA: Ya. Dan belum kau berdamai dengan dia. Kau dan ayahmu selalu bertengkar, kedua-duanya sama keras hatinya. Sama keras kepalanya. Kata-katanya yang penghabisan adalah untukmu, Nak. Ia menanyakan kau. Dan kecewa ia bahwa kau tak ada pada saatnya yang terakhir di bumi. Mengapa, mengapa kau tak mau datang, waktu kami kabarkan bahwa ayahmu sakit keras? LELAKI: (tersedu) Maaf, maaf, Bu! ORANG TUA: Terlambat sesalanmu itu. Tak bisa diperbaiki lagi di dunia ini. (sejurus hening, terdengar sedu-sedan LELAKI) ORANG TUA: Ya, ayahmu mau memaafkan kau, tapi kau tak ada. Restu yang hendak diucapkan atas dirimu itu terembus lenyap oleh napasnya yang penghabisan! Sekarang kau menyesal. Tapi apa gunanya? Ia tak akan mendengarnya. Dan bahkan kalau ia mendengar, ia tak akan menjawab sehingga jawabannya tak terdengar olehmu. Terlambat, terlambat, Nak! Ah, orang muda sering terburu perbuatannya dan lambat penyesalannya. Mengapa kau dulu tak mau menundukkan kepalamu yang keras itu? Mengapa perkataan ibumu selalu kauabaikan? LELAKI: Bawalah aku, Bu, bersama Ibu. (bernafsu) Ah, aku tak betah di bumi ini! (memegang tangan perempuan itu) Boleh aku ikut Bu? ORANG TUA: Bukan akulah yang dapat memastikan itu. Yang Mahakuasa jugalah yang memutuskannya, bila waktumu sudah tiba. LELAKI: Tapi ah, tak ada yang mengikat aku lagi di sini.Ayah dan Ibu tidak, dan istri pun telah meninggalkan daku. Ibu, kasihanilah anakmu! ORANG TUA: Istrimu sudah kaucerai, bukan? Aku tahu. Kuawasi kau dari jauh. Tapi meskipun jauh jaraknya, kulihat perbuatanmu dengan jelas. LELAKI: O, kuingat ibu selalu! Memang kurasa ibu selalu didekatku. Tidak jauh jarak kita, Bu. Aku merasa, merasa itu sampai ke ­ dasar sanubariku. Aku dekat tempat-tinggal Ibu; sudah kucium baunya yang harum. Dan kadang kurasa udara damai mengembus dari situ. Bukankah tempat itu damai dan harumraksi? ORANG TUA: Betul, tapi tunggulah saatnya. Kehendak Allah ta’ala tak dapat diubah oleh manusia. LELAKI: Dapatkah aku bertemu Ibu kelak? ORANG TUA: Itupun belum tentu. Putusan tidak pada kita. LELAKI: O, Ibu bukan mengatakan bahwa aku mungkin ditempat lainnya? Di tempat yang ngeri, penuh api dan gelap, di mana orang-orang durhaka mendapat hukuman yang dahsyat? Tidak begitu, o tidak, tidak! O, Ibu, katakan aku tak akan tiba di sana, bukan? Aku tak akan disiksa di sana? Siksaanku telah cukup di sini, Bu! ORANG TUA: Itu tergantung padamu sendiri, anakku! Pada amal perbuatanmu sendiri. Dia yang melindungi kita semua itu adil dan bijaksana. Percayalah kepada-Nya. Tawakallah, Nak.... Sekarang ibumu pergi, Nak. Jauh perjalanan Ibu. Terimalah doa restuku. (meletakkan tangannya atas kepala si laki-laki) LELAKI: (terkedjut) O, tunggu, tunggu dulu! (dipegangnya tangan dan tongkat orang tua itu dengan tergopoh) Ah Ibu, Ibu! (panggung gelap)
Answer

Recommend Questions



Life Enjoy

" Life is not a problem to be solved but a reality to be experienced! "

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 KUDO.TIPS - All rights reserved.