Dari segi kualitasnya qirā’āt dibagi ke dalam 5 tingkatan, yaitu: a. Mutawatir adalah qira’at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, dari sejumlah orang dan sanad-nya bersambung hingga panghabisannya. b. Masyhur, adalah qira’at yang memiliki sanad yang sahih, tetapi tidak sampai kepada kualitas mutawatir. Qira’at ini sesuai dengan kaidah Bahasa Arab dan Rasm ‘Usmani serta terkenal pula di kalangan para ahli qira’at, sehingga karenanya tidak dikategorikan qira’at yang salah atau syaz. Para ulama menyebutkan bahwa qira’at macam ini termasuk qira’at yang dapat dipakai atau digunakan. c. Ahad, adalah qira’at yang sahih sanad-nya, tetapi menyalahi rasm ‘usmani, menyalahi kaidah Bahasa Arab atau tidak terkenal seperti halnya qira’at masyhur yang telah disebutkan. Qira’at ini tidak termasuk qira’at yang dapat diamalkan bacaanya. d. Syaz, adalah qira’at yang tidak sahih sanad-nya, contohnya qira’at QS. al-Fatihah [1] ayat 4. e. Mauḍu’ adalah qira’at yang dibuat-buat dan disandarkan kepada seorang tanpa dasar. Contoh qira’at yang disusun oleh Abu Al-Faḍl Muḥammad bin Ja’far dan menisbatkannya kepada Imam Abu Hanifah. f. Mudraj adalah bacaan yang ditambahkan ke dalam qira’at sebagai penafsiran, seperti qira’at ibn ‘Abbas tentang al-Baqarah ayat 198 Keempat macam terakhir ini tidak boleh diamalkan bacaannya. Imam Nawawi dalam Syarḥ al-Muhazzab berkata, qira’at yang syaz tidak boleh dibaca di dalam maupun di luar shalat, karena ia bukan al-Qur`an. Al-Qur`an hanya ditetapkan dengan sanad yang mutawatir. Ibn ‘Abdil Barr menukilkan ijma’ kaum muslimin bahwa al-Qur`an tidak boleh dibaca dengan qira’at yang syaz dan juga tidak sah ṣalat di belakang orang yang membaca al-Qur`an dengan qira’at-qira’at yang syaz itu.
Macam-macam Qira’at dari Segi Kualitas.
Dari segi kualitasnya qirā’āt dibagi ke dalam 5 tingkatan, yaitu: a. Mutawatir adalah qira’at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, dari sejumlah orang dan sanad-nya bersambung hingga panghabisannya. b. Masyhur, adalah qira’at yang memiliki sanad yang sahih, tetapi tidak sampai kepada kualitas mutawatir. Qira’at ini sesuai dengan kaidah Bahasa Arab dan Rasm ‘Usmani serta terkenal pula di kalangan para ahli qira’at, sehingga karenanya tidak dikategorikan qira’at yang salah atau syaz. Para ulama menyebutkan bahwa qira’at macam ini termasuk qira’at yang dapat dipakai atau digunakan. c. Ahad, adalah qira’at yang sahih sanad-nya, tetapi menyalahi rasm ‘usmani, menyalahi kaidah Bahasa Arab atau tidak terkenal seperti halnya qira’at masyhur yang telah disebutkan. Qira’at ini tidak termasuk qira’at yang dapat diamalkan bacaanya. d. Syaz, adalah qira’at yang tidak sahih sanad-nya, contohnya qira’at QS. al-Fatihah [1] ayat 4. e. Mauḍu’ adalah qira’at yang dibuat-buat dan disandarkan kepada seorang tanpa dasar. Contoh qira’at yang disusun oleh Abu Al-Faḍl Muḥammad bin Ja’far dan menisbatkannya kepada Imam Abu Hanifah. f. Mudraj adalah bacaan yang ditambahkan ke dalam qira’at sebagai penafsiran, seperti qira’at ibn ‘Abbas tentang al-Baqarah ayat 198 Keempat macam terakhir ini tidak boleh diamalkan bacaannya. Imam Nawawi dalam Syarḥ al-Muhazzab berkata, qira’at yang syaz tidak boleh dibaca di dalam maupun di luar shalat, karena ia bukan al-Qur`an. Al-Qur`an hanya ditetapkan dengan sanad yang mutawatir. Ibn ‘Abdil Barr menukilkan ijma’ kaum muslimin bahwa al-Qur`an tidak boleh dibaca dengan qira’at yang syaz dan juga tidak sah ṣalat di belakang orang yang membaca al-Qur`an dengan qira’at-qira’at yang syaz itu.