Setiap perempuan pasti ingin dimuliakan. Begitu pun aku. Namun, akhir zaman ini, banyak perempuan sering tak sadar betapa dirinya begitu mulia, begitu berharga. Padahal, shalihah… diri dan cintamu tak senilai dengan cinta dan gombalan semu. Kamu berharga. Kamu mulia. Semulia-mulia perhiasan dunia adalah dirimu. Pengalaman burukku tentang cinta, tentu berimbas dan berpengaruh kepada pandanganku tentang cinta. Siapa yang sangka, luka yang ditorehkan hanya sehari, tapi mampu mengoyak jiwa hingga seminggu, dua minggu, sebulan, setahun, atau mungkin bertahun-tahun. Apa yang kuinginkan sekarang? Tentu, bukan cinta yang berujung pada luka. Bagiku, cinta bukanlah sekedar kata-kata, “Semangat ya!” atau “Jangan lupa makan ya!”. Bukan. Cinta itu butuh action, dan bagiku butuh sikap (gentleman). Aku itu anak perempuan kesayangan Ayah. Bisakah kamu bukan hanya meluluhkan hatiku? Bisakah kamu meluluhkan hati ayah juga? Bisakah kamu tak hanya mengucap sambil menatap mataku lekat, “Aku mencintaimu. Maukah kamu menjadi pacarku?” Tapi, tegarkah kamu, meminta diriku sambil menatap mata ayahku tegak dan tanpa gagap, “Ayah, aku mencintai putri tersayang ayah. Maukah Ayah mengizinkan aku merenda mimpi? Membangun rumah impian yang menggetarkan langit-langit-Nya bersama anak perempuan tersayang ayah?” Dengan begitu, Aku bukan hanya merasa dicintaimu. Lebih dari itu, kamu sudah menjaga aku sebagai perempuanmu. Ya. Dengan memuliakanku sudah dipastikan. Kamu bukan hanya memenangkan hatiku. Kamu jelas telah memenangkan hati ayahku. Bersiaplah. Bersiaplah datang ke rumahku. Siapkah kamu diundang ke rumah? Siapkah kamu diamanahi kepercayaan ayah tuk membawaku menggapai langit-langitNya?
Setiap perempuan pasti ingin dimuliakan. Begitu pun aku. Namun, akhir zaman ini, banyak perempuan sering tak sadar betapa dirinya begitu mulia, begitu berharga. Padahal, shalihah… diri dan cintamu tak senilai dengan cinta dan gombalan semu. Kamu berharga. Kamu mulia. Semulia-mulia perhiasan dunia adalah dirimu.
Pengalaman burukku tentang cinta, tentu berimbas dan berpengaruh kepada pandanganku tentang cinta. Siapa yang sangka, luka yang ditorehkan hanya sehari, tapi mampu mengoyak jiwa hingga seminggu, dua minggu, sebulan, setahun, atau mungkin bertahun-tahun.
Apa yang kuinginkan sekarang?
Tentu, bukan cinta yang berujung pada luka. Bagiku, cinta bukanlah sekedar kata-kata, “Semangat ya!” atau “Jangan lupa makan ya!”. Bukan. Cinta itu butuh action, dan bagiku butuh sikap (gentleman).
Aku itu anak perempuan kesayangan Ayah. Bisakah kamu bukan hanya meluluhkan hatiku? Bisakah kamu meluluhkan hati ayah juga?
Bisakah kamu tak hanya mengucap sambil menatap mataku lekat, “Aku mencintaimu. Maukah kamu menjadi pacarku?”
Tapi, tegarkah kamu, meminta diriku sambil menatap mata ayahku tegak dan tanpa gagap, “Ayah, aku mencintai putri tersayang ayah. Maukah Ayah mengizinkan aku merenda mimpi? Membangun rumah impian yang menggetarkan langit-langit-Nya bersama anak perempuan tersayang ayah?”
Dengan begitu,
Aku bukan hanya merasa dicintaimu. Lebih dari itu, kamu sudah menjaga aku sebagai perempuanmu.
Ya. Dengan memuliakanku sudah dipastikan. Kamu bukan hanya memenangkan hatiku.
Kamu jelas telah memenangkan hati ayahku.
Bersiaplah. Bersiaplah datang ke rumahku.
Siapkah kamu diundang ke rumah?
Siapkah kamu diamanahi kepercayaan ayah tuk membawaku menggapai langit-langitNya?