Berkunjung ke Museum Perjuangan
Pagi itu, semua anggota Sahabat Alam bersiap melakukan sebuah petualangan
baru. Sahabat Alam akan pergi bersama Siti, Udin, dan ayah Udin, Pak Rahmat
mengunjungi Museum Perjuangan Indonesia yang berada di ibukota kabupaten.
“Aku senang belajar sejarah. Apalagi tentang sejarah negara kita,” ujar Siti.
“Aku mengagumi ketangguhan dan ketabahan masyarakat kita pada masa lalu.
Berbekal kekuatan seadanya, mereka berjuang terus-menerus berusaha mengusir
penjajah,” sahut Dayu.
“Kalau aku belum pernah ke museum perjuangan, jadi aku ingin tahu sejarah
negara kita di masa lalu,” kata Beni
“Kalau demikian, tepat sekali jika kali ini kita akan mengunjungi Museum
Perjuangan Indonesia. Museum itu memberikan banyak informasi yang menarik
bagi kita,” sahut Pak Rahmat, ayah Udin, menimpali perbincangan mereka.
Menjelang siang, rombongan mereka tiba di museum. Ternyata cukup banyakpengunjung lain yang datang.
“Anak-anak, kita akan melihat diorama dan foto-foto tentang kehidupan sosial
dan ekonomi masyarakat Indonesia di sekitar awal tahun 1900-an. Pada saat itu
Belanda sudah cukup lama menjajah negara kita dan membangun banyak fasilitas
dan infrastruktur yang mereka perlukan. Belanda bahkan mempengaruhi pola pikir
dan kebudayaan masyarakat kita untuk memudahkan mereka menguasai bumi dan
manusia Indonesia pada masa itu,” jelas Pak Rahman.
”Lihatlah foto yang berjudul "Tanam Paksa" itu. Luas sekali, ya, perkebunanannya.
Apakah yang mereka tanam pada masa itu?” tanya Beni.“Di sini tertulis mereka menanam segala jenis rempah-rempah yang merupakan
komoditas yang sangat mahal pada saat itu,” kata Udin
“Sebagian besar rakyat Indonesia pada masa itu memang petani. Tanah
Indonesia yang sangat subur, merupakan surga bagi pencari rempah-rempah” sahut Beni.“Dari foto yang satu ini, sepertinya banyak juga pemuda Indonesia yang
bersekolah pada masa itu,” kata Siti.
“Pihak penjajah memang membuka sekolah-sekolah di beberapa tempat
untuk orang Indonesia. Tujuan mereka mendirikan sekolah untuk orang Indonesia
pada masa itu adalah agar tersedia cukup orang Indonesia yang memahami bahasa
mereka dan bisa dijadikan pegawai untuk keperluan mereka selama menjajah di
Indonesia,“ jelas Pak Rahmat.
“Namun, sepertinya ada beberapa dari anak-anak Indonesia yang memperoleh
pendidikan justru dapat menjadi guru, dokter, pengacara dan banyak lagi. Itu
nampak dari foto ini,” kata Dayu.
“Benar, sekali! Merekalah pelopor perjuangan baru rakyat Indonesia. Mereka
mendirikan sekolah-sekolah bagi anak bangsa. Mereka berusaha memajukan
pendidikan bagi sebanyak mungkin anak Indonesia agar tercipta generasi yang
lebih maju,” jawab Pak Rahmat.
“Sepertinya menurut gambar ini, semua yang telah dirusak dan dihancurkan oleh penjajah pada masa itu” kata Beni.
“Sangat menarik. Bagaimana kalau kita membuat catatan tentang segala hal
menarik yang tadi kita bicarakan,” sahut Siti.
Buatlah ringkasan tentang kehidupan masyarakat pada masa penjajahan
berdasarkan bacaan di atas.