aik dalam aspek material maupun aspek spiritualnya. Raja dan para pegawainya memiliki kekuasaan dan kekuatan yang sepadan dengan yang dimiliki oleh para dewa. Oleh sebab itu, apa yang dilakukan raja tidak boleh dibantah oleh siapa pun.
Keragaman suku bangsa yang tersebar di Nusantara merupakan kondisi objektif yang penting dan sangat berpengaruh dalam keseluruhan proses penyebaran dan pembentukan tradisi Islam di Indonesia. Perbedaan suku bangsa itu tidak hanya menyangkut perbedaan bahasa, adat istiadat, dan sistem sosio-kultural pada umumnya, tetapi juga perbedaan orientasi nilai yang menyangkut sistem keyakinan dan keragaman masyarakat.
Setiap suku bangsa, selain memiliki kepercayaan lokal masing-masing, juga memiliki sistem pengetahuan dan cara pandang yang berbeda satu dengan yang lainnya. Masuknya unsur baru dalam kehidupan tentu saja mendapat reaksi yang berbeda-beda. Adanya hukum adat yang terbentuk dari tradisi sosial budaya masyarakat setempat merupakan bentuk paling jelas dari institusi lokal yang mengatur tatanan masyarakat. Berdasarkan pengelompokan yang diperkenalkan oleh pelopor studi hukum adat, Van Vollenhoven, terdapat Sembilan belas wilayah hukum adat yang mengisyaratkan agama Islam tersosialisasikan dalam masyarakat yang memiliki ciri adat tertentu. Interaksi antara hukum Islam dan hukum adat yang tinggi telah ada sebelum Islam menjadi perdebatan diberbagai daerah. Daerah yang keterkaitannya dengan adat begitu tinggi dan paling intens menerima proses islamisasi antara lain Aceh, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan. Terutama menyangkut persoalan untuk mempertemukan atau menyelaraskan agama dan adat dalam kehidupan sehari-hari.
Kepercayaan dan tradisi lokal dalam masyarakat yang masih terdapat sisa-sisa tradisi meghalithikum (adalah kebudayaan yang menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar, seperti menhir adalah tugu yang melambangkan arwah nenek moyang sehingga menjadi benda pujaan. Dolmen adalah bentuknya seperti meja batu berkakikan tiang satu dan merupakan tempat sesaji). Pada dasarnya tertumpu pada keyakinan tentang adanya aturan tetap yang mengatasi segala yang terjadi dalam alam dunia. Tradisi kepercayaan dan sistem sosial budaya adalah produk masyarakat lokal dalam menciptakan keteraturan. Seperti tradisi lokal itu adalah melakukan upacara adat, menghadirkan tata cara menanam dan memanen, melakukan selamatan serta melakukan upacara peralihan hidup.
Contoh lain tradisi lokal:
Di Tapanuli, kepercayaan lokal dikenal dengan nama parmalim atau agama si Raja Batak. Di Kepulauwan Mentawai disebut Sabulungan, di Dayak disebut Kaharingan, di Toraja disebut Aluk to dolo. Di Sulawesi Tengah di sebut Parandangan, di Sumbawa disebut Baramarapu, di Nias disebut Ono niha. Di Si
aik dalam aspek material maupun aspek spiritualnya. Raja dan para pegawainya memiliki kekuasaan dan kekuatan yang sepadan dengan yang dimiliki oleh para dewa. Oleh sebab itu, apa yang dilakukan raja tidak boleh dibantah oleh siapa pun.
Keragaman suku bangsa yang tersebar di Nusantara merupakan kondisi objektif yang penting dan sangat berpengaruh dalam keseluruhan proses penyebaran dan pembentukan tradisi Islam di Indonesia. Perbedaan suku bangsa itu tidak hanya menyangkut perbedaan bahasa, adat istiadat, dan sistem sosio-kultural pada umumnya, tetapi juga perbedaan orientasi nilai yang menyangkut sistem keyakinan dan keragaman masyarakat.
Setiap suku bangsa, selain memiliki kepercayaan lokal masing-masing, juga memiliki sistem pengetahuan dan cara pandang yang berbeda satu dengan yang lainnya. Masuknya unsur baru dalam kehidupan tentu saja mendapat reaksi yang berbeda-beda. Adanya hukum adat yang terbentuk dari tradisi sosial budaya masyarakat setempat merupakan bentuk paling jelas dari institusi lokal yang mengatur tatanan masyarakat. Berdasarkan pengelompokan yang diperkenalkan oleh pelopor studi hukum adat, Van Vollenhoven, terdapat Sembilan belas wilayah hukum adat yang mengisyaratkan agama Islam tersosialisasikan dalam masyarakat yang memiliki ciri adat tertentu. Interaksi antara hukum Islam dan hukum adat yang tinggi telah ada sebelum Islam menjadi perdebatan diberbagai daerah. Daerah yang keterkaitannya dengan adat begitu tinggi dan paling intens menerima proses islamisasi antara lain Aceh, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan. Terutama menyangkut persoalan untuk mempertemukan atau menyelaraskan agama dan adat dalam kehidupan sehari-hari.
Kepercayaan dan tradisi lokal dalam masyarakat yang masih terdapat sisa-sisa tradisi meghalithikum (adalah kebudayaan yang menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar, seperti menhir adalah tugu yang melambangkan arwah nenek moyang sehingga menjadi benda pujaan. Dolmen adalah bentuknya seperti meja batu berkakikan tiang satu dan merupakan tempat sesaji). Pada dasarnya tertumpu pada keyakinan tentang adanya aturan tetap yang mengatasi segala yang terjadi dalam alam dunia. Tradisi kepercayaan dan sistem sosial budaya adalah produk masyarakat lokal dalam menciptakan keteraturan. Seperti tradisi lokal itu adalah melakukan upacara adat, menghadirkan tata cara menanam dan memanen, melakukan selamatan serta melakukan upacara peralihan hidup.
Contoh lain tradisi lokal:
Di Tapanuli, kepercayaan lokal dikenal dengan nama parmalim atau agama si Raja Batak. Di Kepulauwan Mentawai disebut Sabulungan, di Dayak disebut Kaharingan, di Toraja disebut Aluk to dolo. Di Sulawesi Tengah di sebut Parandangan, di Sumbawa disebut Baramarapu, di Nias disebut Ono niha. Di Si