صَلِّ قائماً، فإِن لم تستطع فقاعداً، فإِن لم تستطع فعلى جَنب “Shalatlah dengan berdiri. Jika kamu tidak sanggup, shalatlah sambil duduk. Jika masih tidak sanggup, shalatlah sambil tidur miring” [Hadits Riwayat Bukhari] Dalam riwayat An-Nasa’i ada tambahan : “Jika engkau tidak bisa, boleh sambil terlentang”.
“Penghentian atau pembatalan ibadah wajib di tengah keberlangsungannya tanpa alasan yang membolehkannya menurut syariat tidak diperkenankan berdasarkan kesepakatan ulama. Penghentian ibadah tanpa alasan yang syari adalah sebentuk main-main yang menafikan kehormatan ibadah."
Imam Nawawi mengatakan, "Hukum dari masalah ini yaitu apabila seseorang yang terkena najis di badannya kemudian dia tidak mampu menghilangkan najis tersebut (karena alasan tertentu), maka dia wajib melaksanakan sholat sesuai keadaannya sebagai bentuk penghormatan atas waktu sholat."
apabila keadaan musuh bukan di arah kiblat juga keberadaannya lebih sedikit dibandingkan dengan kaum Muslimin
satu kelompok berdiri menghadap musuh dan kelompok satu lagi berdiri di belakang imam. Kemudian, imam mengerjakan shalat satu rakaat dengan kelompok yang pertama dan ketika imam berdiri untuk rakaat yang kedua, kelompok yang pertama menyempurnakan shalat sisanya dengan niat mufaraqah (berpisah) dengan imam.
أَنَّهُ يَسْتَلْقِي عَلَى قَفَاهُ وَيَجْعَلُ رِجْلَيْهِ إلَى الْقِبْلَةِ وَيَضَعُ تَحْتَ رَأْسِهِ شَيْئًا لِيَرْتَفِعَ وَيَصِيرَ وَجْهُهُ إلَى الْقِبْلَةِ لَا الي السماء
Hendaknya dia berbaring telentang dan kedua kakinya menghadap kiblat, dan di bawah kepalanya diberi ganjalan hingga wajahnya menghadap kiblat, bukan ke atas