October 2018 2 76 Report
1.) Nina is a baby, she is too small to eat by .......
2.) The dog cleans .......... with is tongue
3.) Hi, Dika! Hi, Nia! Please, come in and make ..... at home
#Thanks....
More Questions From This User See All

Pagi itu, suara Ibu membuatku terbangun dari tidurku. Tak tahunya, ibu ingin mengajakku pergi ke taman untuk menghadiri acara menanam seribu pohon di desaku jam 08.00 nanti. Aku pun bergegas bangun, merapikan tempat tidurku, dan pergi ke kamar mandi untuk Wudhu. Air mengalir keluar dari keran. Aku membasuh tanganku, berkumur, membasuh hidung, membasuh muka, membasuh tangan sampai siku-siku, mengusap kening, membasuh telinga, mengusap kaki sampai telapak dan mata kaki. Lalu aku keluar dari kamar mandi dan membaca doa setelah wudhu. Kalian sudah tahu aku? Pasti belum. Aku adalah Fatimah Azzahra. Aku biasa di panggil Fatimah. Aku suka dan sangat mencintai lingkungan. Ok teman-teman mau tahu kelanjutan kisahku dan bagaimana aku menjaga lingkungan sekitarku Byurr! Aku mengguyur tubuhku dengan segayung air. Hmm… segar! Aku pun menggosokkan sabun ke badanku dan sehabis itu mengguyur badanku lagi. Brr… dingin juga ya air pada pagi ini!!! O ya, aku juga menggosok gigiku dengan pasta gigi dan sikatnya. Lalu aku menyikat gigiku. Segar sekali mulutku! Tak lama, aku keluar dari kamar mandi dan berbalut handuk Island Princess. Setelah mengeringkan tubuh, aku bergegas pergi ke kamar dan memakai kaus berwarna merah bergaris hitam bergambar anak yang berdiri dan tersenyum sambil membentuk kata peace dengan tudung kepalanya. Aku memakai celana panjang berwarna hitam training bergaris putih. O ya aku juga membawa alat kebersihan, yaitu cangkul untuk menanam tanaman. Setelah berdandan dan bersiap-siap, aku pergi ke ruang makan dan sarapan pagi. Aku sarapan dengan ayah, ibu, dan Kak Tya (kakakku). Kami sarapan dengan telur dadar, kecap, dan ikan teri. Setelah sarapan, aku dan keluargaku pergi ke balai desa (warga memang di suruh berkumpul di balai desa) yang lumayan jauh dari rumah kami. Dan kami juga memilih berjalan kaki daripada naik motor. Kenapa kami memilih berjalan kaki daripada naik motor? Pertama kita bisa mempersedikit polusi udara. karena kalau naik motor, kita dapat memperbanyak asap yang dapat memperbanyak polusi dan dapat merusak lingkungan. Kedua, kita bisa berolahraga dengan jalan kaki. Walaupun tempatnya jauh, tapi dengan berolahraga kita sehat dan bugar bukan? Dan kita juga terhindar dari segala macam penyakit. Ok balik lagi ke Fatimah ya! Sampai di balai desa, kami dan semua warga di bagikan dua kantong biji pohon mangga oleh Pak RT. 1 kantong di tanam di taman Panca Indah dan yang satu lagi di tanam di rumah dan pekarangan masing-masing. O ya, setelah seluruh warga berkumpul di balai desa, semua warga pergi ke taman Panca Indah yang tidak jauh dari desa. Kami dan semua warga pergi ke taman bersama, termasuk juga pak RT. Ada yang membawa alat kebersihan seperti cangkul, pupuk, dan air. Semua tampak bersemangat untuk menanam seribu pohon. Sesampainya di taman Panca Indah, semua warga pun mengeluarkan cangkul dan mencangkuli tanah. Mereka memasukkan bibit pohon mangga ke dalam tanah yang telah di cangkul. Begitu juga denganku. Aku mencangkuli tanah. Dan aku mencangkuli tanah sampai bagian tanah yang terdalam. Lalu aku menaruh satu-dua bibit pohon mangga di dalamnya. Dan, aku menguburnya lagi dengan tanah yang sudah kucangkul tadi. Aku melakukannya terus menerus sampai sekitar 10 kali. Jadi aku menanam 10 pohon. Aku juga menyiraminya dengan air yang kudapat dari keran air. Huhh! capai, tapi nikmat kok! Setelah melakukan kegiatan menanam seribu pohon, kami di beri segelas jus mangga oleh Pak RT. Hmm.. enak! Segar sekali! Setiap tegukannya membuat tenggorokan tenang dan menghilangkan haus dan dahaga. Sepertinya tenaga yang telah terkuras sudah kembali lagi. Sungguh senang sekali menanam seribu pohon bersama. Coba seandainya kami tidak bekerja bakti dan melakukannya sendiri. Pasti sekarang belum selesai! Makanya, kita perlu kebersamaan agar bisa meciptakan suatu kebaikan bersama. Ok sekarang waktunya pulang ke rumah masing-masing! Keesokan harinya… Sehabis pulang sekolah, aku mengayuh sepedaku ke Taman Panca Indah. Sebelum pulang ke rumah, aku ingin melewati taman Panca Indah. Aku ingin melihat pohon mangga yang kutanam kemarin di sana. Aku ingin mengetahui apakah pohon manggaku sudah tumbuh atau belum. Saatku melewatinya, batang pohon manggaku sudah tumbuh. Sungguh senang hatiku. Aku merasa senang dan bahagia sekali, karena bisa menanam pohon. Dengan menanam pohon, kita dapat mengurangi polusi udara bukan? Kita dapat menebarkan kebaikan kepada semua orang. Manusia dapat merasakan suasana sejuk dan udara segar karena kita menanam pohon yang menghasilkan oksigen bagi manusia. Buah yang nantinya tumbuh juga bisa di makan banyak orang. Dengan begitu, hidup akan sehat dan gembira. Dan kita juga melakukan sesuatu yang mulia bagi semua umat. Bukankah itu menyenangkan? 1. Tokohnya berapa ? Sebutkan ! 2. Apa yg dilakuakn tokoh stlh bangun tidur ? 3. Pesan moral apa yg terdapat dlm cerpen tersebut THANK'S
Answer
Terdengar suara dedaunan bergesekan oleh angin. Mentari pun tak enggan memberikan cahayanya yang hangat. Suasana di pegunungan begitu damai. Sudah lebih dari 100 tahun kurasakan suasana seperti itu. Aku adalah pohon tua yang berdiri di antara suasana seperti itu setiap harinya. Setiap pagi aku menghirup gas karbondioksida dan menyerap air untuk bahan makanan yang aku masak. Dengan bantuan matahari, aku memasak dan mengahasilkan gas oksigen untuk manusia dan hewan. Aku adalah pohon terbesar di pegunungan. Seorang gadis kecil dan teman-temannya memanggilku Mutiara, Si Pohon Tua. Daunku begitu lebat dan berkumpul sehingga membentuk bulat. Siang atau pun malam , daunku memantulkan sinar mentari atau pun bulan yang memebuatku seperti mutiara besar di pegunungan. Setiap pagi sampai sore, gadis kecil dan teman-temannya bermain di bawah daun-daunku yang teduh. Mereka berteduh dan bermain dengan sangat gembira. Namun lama-kelamaan mereka tumbuh menjadi dewasa. Mereka tidak lagi bermain di bawah dedaunku. Sudah sepuluh tahun berlalu semenjak gadis kecil dan teman-temannya meninggalkanku. Pohon-pohon lain di sekitarku pun satu per satu ditebang. Aku semakin kesepian. Tak ada yang merawatku. Buahku pun membusuk di rantingku lalu jatuh ke tanah. Daun-daunku juga berguguran. Tanah di sekitarku kotor oleh daun dan buah yang membusuk. Burung-burung juga tak berkicau dan membuat sarangnya di rantingku lagi. Yang tertinggal hanyalah sarangnya yang tak berpenghuni. Yang dapat kulakukan pun hanya menunggu sesuatu yang ditentukan oleh Tuhan. Suatu hari ada seorang gadis cantik jelita menemuiku. Ia mengelusku dan menatapku dengan iba. Ia membersihkan buah dan dedaunan yang busuk di sekitarku. Kemudian ia beristirahat di bawah daun-daunku yang rimbun. Dia menulis sesuatu di sebuah buku sambil bersenandung. Sekarang aku ingat. Gadis itu adalah gadis kecil yang sama 10 tahun yang lalu. Andai aku bisa bicara dengannya, aku akan berterimakasih padanya. Namun aku juga sudah bahagia dengan adanya gadis kecil di sampingku. Setiap pagi ia menemuiku. Membersihkan halaman di sekitarku dan memberiku cukup air. Namun suatu hari saat gadis kecil menemuiku, ia mengelusku dan menangis di bawah daun-daunku. Aku bingung, mengapa ia menangis? Aku ingin menghiburmu. Duduklah di bawah daun-daunku yang teduh. Bersenandunglah untukku. Aku akan menjagamu, gadis kecil. Namun di hari itu ia tidak bermain di bawah daun-daunku. Ia pergi. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Andai aku punya kaki, aku akan mengejarmu. Keesokan harinya, banyak orang yang menghampiriku. Apakah mereka ingin bermain denganku? Hatiku sangat bahagia. Akan tetapi, mereka malah menebangku. Aku sedih, mungkin ini sudah saatnya aku ditebang. Aku memang pohon tua yang tak berguna. Saat ditebang, aku melihat gadis kecil menatapku dengan rasa iba. Maafkan aku, gadis kecil. Aku tak dapat bersamamu lagi. Padahal aku ingin selalu di dekatmu. Seluruh daunku dipangkas dan dibakar. Ranting-rantingku dijemur dan dijadikan kayu bakar. Buah-buahku yang masih bagus dijual. Batangku dibuat menjadi kursi goyang. Aku hidup di kursi goyang tersebut. Aku diletakan di dalam sebuah rumah. Setiap hari aku diduduki oleh seorang gadis cantik. Tidak lain gadis itu dalah gadis kecil. Aku senang. Ia masih bersenandung untukku. Terimakasih, Tuhan! Sekarang aku dapat memberikan kenyamanan lagi untuk gadis kecil. Bahkan sampai tua pun gadis kecil masih bersamaku. 1. Siapa tokoh2 dalam cerpen tersebut ? 2. Bagaimaba susunan peristiea ceroen itu ? 3. Bagaimaa watak tokoh dari dialog atau penjelsaan ttg tokoh ? 4. Pesan atau nasihat apa yg ingin disampaikan pengarang melalui cerpen tersebut ?
Answer
DEWI SRI VERSI JAWA TENGAH Dewi Sri adalah seorang putri dari seorang raja yang bernama Prabu Sri Mahapunggung. Oleh masyarakat petani di Jawa Tengah, Dewi Sri dipercaya sebagai lambang kemakmuran dan kesuburan. Dewi Sri diyakini sebagai sosok suci yang mengatur kesejahteraan manusia di bumi. Dahulu, di sebuah tempat di Jawa tengah, tersebutlah seorang raja bernama Prabu Sri Mahapunggung yang bertahta di sebuah kerajaan bernama Kerajaan Medang Kamulan. Sang Prabu adalah putra Sanghyang Wisnu dan Dewi Sri Sekar yang diutus ke bumi untuk menjaga kelestarian dunia. Prabu Sri Mahapunggung mempunyai seorang putri bernama Dewi Sri. Ia adalah putri sulung sang Prabu yang cantik rupawan, cerdas, baik hati, lemah lembut, sabar, halus tutur katanya, luhur budi bahasanya, dan bijaksana. Dewi Sri mempunyai tiga adik kandung yaitu Sadana, Wandu, dan Oya. Ia bersama adiknya, Sadana, dikenal sebagai lambang kemakmuran hasil bumi. Dewi Sri sebagai dewi padi, sedangkan Sadana sebagai dewa hasil bumi lainnya seperti umbi¬-umbian, kentang, sayur¬-sayuran, dan buah¬-buahan. Suatu ketika, Sadana diminta oleh ayah dan ibunya untuk menikahi seorang putri bernama Dewi Panitra. Namun, Sadana menolak karena tidak ingin mendahului kakaknya dengan alasan bahwa hal itu kerap menjadi penyebab terjadinya berbagai kesulitan di kemudian hari. Pada malam harinya, pikiran Sadana sangat kacau, sedih, dan bingung. Setelah memikirkan segala resikonya, akhirnya malam itu Sadana pergi meninggalkan istana secara diam¬-diam, karena perjodohan itu bertentangan dengan perinsip hidupnya. Alangkah murkanya sang Prabu saat mengetahui hal itu. Kemarahannya pun ia lampiaskan kepada Dewi Sri karena dianggap sebagai penyebab minggatnya Sadana. Karena merasa serba salah hidup di istana, akhirnya ia pun ikut kabur dari istana. Perginya Dewi Seri dari istana membuat Prabu Sri Mahapunggung semakin murka. Saking marahnya, sang Prabu mengutuk Dewi Sri menjadi ular sawah, sedangkan Sadana dikutuk menjadi burung sriti. Dewi Sri berjalan ke arah timur tanpa tujuan yang pasti, sedangkan Sadana terbang tanpa arah dan tujuan. Suatu ketika, ular sawah penjelmaan Dewi Sri tiba di Dusun Wasutira. Karena lelah, ular sawah itu kemudian tidur melingkar di lumbung padi milik seorang penduduk bernama Kyai Brikhu. Petani itu memiliki seorang istri bernama Ken Sanggi yang sedang mengandung bayi pertama mereka. Pada malam harinya, Kyai Brikhu bermimpi mendapat petunjuk bahwa bayi yang dikandung istrinya adalah titisan Dewi Tiksnawati. Kelak setelah lahir, bayi itu akan dijaga oleh seekor ular sawah. Jika ular sawah itu mati, maka bayinya pun akan mati. Hari itu, persediaan beras Kyai Brikhu untuk dimasak oleh istrinya telah habis. Ketika hendak mengambil padi di lumbungnya, ia dikejutkan oleh seekor ular sawah yang melingkar di atas tumpukan padinya. Petani itu pun langsung teringat pada mimpinya. “Mungkin ular inilah yang menjaga anakku kelak,” gumamnya. Kyai Brikhu pun akhirnya merawat ular sawah itu dengan baik. Ketika istrinya telah melahirkan seorang anak perempuan, ia kemudian meletakkan ular sawah itu di dekat bayinya yang berada di kamar tengah di rumahnya. Sejak itulah, Kyai Brikhu bersama sang Istri merawat anak mereka bersama ular sawah itu dengan hati-hati. Sementara itu, Dewi Tiksnawati yang menitis pada tubuh anak Kyai Brikhu membuat huru¬hara di kediaman para dewa. Hal itu membuat Sang Hyang Jagadnata atau Batara Guru murka. “Wahai, para dewa! Pergilah ke bumi, beri bencana pada bayi tempat Dewi Tiksnawati menitis!” titah sang Batara Guru. Para dewa pun segera meluncur ke bumi. Namun, usaha mereka memberi bencana pada bayi itu gagal karena pengaruh tolak bala dari Kyai Brikhu dan ular sawah. Setelah melakukan penyelidikan, para dewa dan Batara Guru pun mengetahui bahwa kegagalan mereka disebabkan oleh Dewi Sri yang setia melindungi bayi itu. Atas perintah Batara Guru, para bidadari pun turun ke bumi untuk membujuk Dewi Sri agar mau menjadi bidadari di Kahyangan untuk melengkapi para bidadari yang ada di Kahyangan. Sejak itulah, orang Jawa selalu menyimpan atau memajang gambar ular di kamar tengah rumah mereka sebagai perlambangan sosok Dewi Sri. Tidak hanya itu, orang juga percaya bahwa jika ada ular masuk ke dalam rumah, itu pertanda sawahnya akan memberikan hasil yang baik. Itulah sebabnya, masyarakat petani di Jawa amat menghargai ular sawah dengan cara memberinya sesaji. Demikian cerita Dewi Sri, Dewi Kesuburan dari daerah Jawa Tengah. Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa sifat suka memaksakan kehendak seperti Prabu Mahapunggung akan mengakibatkan bencana bagi diri dan keluarganya, yaitu minggatnya Raden Sadana dan Dewi Sri dari istana. Soal !! 1. Tentukan tema 2. Tentukan tokoh, penokohan, dan perwatakan (disertai bukti/penjelasan)
Answer

Life Enjoy

" Life is not a problem to be solved but a reality to be experienced! "

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 KUDO.TIPS - All rights reserved.