DEWI SRI VERSI JAWA TENGAH
Dewi Sri adalah seorang putri dari seorang raja yang bernama Prabu Sri Mahapunggung. Oleh masyarakat petani di Jawa Tengah, Dewi Sri dipercaya sebagai lambang kemakmuran dan kesuburan. Dewi Sri diyakini sebagai sosok suci yang mengatur kesejahteraan manusia di bumi.
Dahulu, di sebuah tempat di Jawa tengah, tersebutlah seorang raja bernama Prabu Sri Mahapunggung yang bertahta di sebuah kerajaan bernama Kerajaan Medang Kamulan. Sang Prabu adalah putra Sanghyang Wisnu dan Dewi Sri Sekar yang diutus ke bumi untuk menjaga kelestarian dunia.
Prabu Sri Mahapunggung mempunyai seorang putri bernama Dewi Sri. Ia adalah putri sulung sang Prabu yang cantik rupawan, cerdas, baik hati, lemah lembut, sabar, halus tutur katanya, luhur budi bahasanya, dan bijaksana. Dewi Sri mempunyai tiga adik kandung yaitu Sadana, Wandu, dan Oya.
Ia bersama adiknya, Sadana, dikenal sebagai lambang kemakmuran hasil bumi. Dewi Sri sebagai dewi padi, sedangkan Sadana sebagai dewa hasil bumi lainnya seperti umbi¬-umbian, kentang, sayur¬-sayuran, dan buah¬-buahan.
Suatu ketika, Sadana diminta oleh ayah dan ibunya untuk menikahi seorang putri bernama Dewi Panitra. Namun, Sadana menolak karena tidak ingin mendahului kakaknya dengan alasan bahwa hal itu kerap menjadi penyebab terjadinya berbagai kesulitan di kemudian hari.
Pada malam harinya, pikiran Sadana sangat kacau, sedih, dan bingung. Setelah memikirkan segala resikonya, akhirnya malam itu Sadana pergi meninggalkan istana secara diam¬-diam, karena perjodohan itu bertentangan dengan perinsip hidupnya.
Alangkah murkanya sang Prabu saat mengetahui hal itu. Kemarahannya pun ia lampiaskan kepada Dewi Sri karena dianggap sebagai penyebab minggatnya Sadana. Karena merasa serba salah hidup di istana, akhirnya ia pun ikut kabur dari istana. Perginya Dewi Seri dari istana membuat Prabu Sri Mahapunggung semakin murka.
Saking marahnya, sang Prabu mengutuk Dewi Sri menjadi ular sawah, sedangkan Sadana dikutuk menjadi burung sriti. Dewi Sri berjalan ke arah timur tanpa tujuan yang pasti, sedangkan Sadana terbang tanpa arah dan tujuan. Suatu ketika, ular sawah penjelmaan Dewi Sri tiba di Dusun Wasutira. Karena lelah, ular sawah itu kemudian tidur melingkar di lumbung padi milik seorang penduduk bernama Kyai Brikhu.
Petani itu memiliki seorang istri bernama Ken Sanggi yang sedang mengandung bayi pertama mereka. Pada malam harinya, Kyai Brikhu bermimpi mendapat petunjuk bahwa bayi yang dikandung istrinya adalah titisan Dewi Tiksnawati. Kelak setelah lahir, bayi itu akan dijaga oleh seekor ular sawah. Jika ular sawah itu mati, maka bayinya pun akan mati.
Hari itu, persediaan beras Kyai Brikhu untuk dimasak oleh istrinya telah habis. Ketika hendak mengambil padi di lumbungnya, ia dikejutkan oleh seekor ular sawah yang melingkar di atas tumpukan padinya. Petani itu pun langsung teringat pada mimpinya. “Mungkin ular inilah yang menjaga anakku kelak,” gumamnya. Kyai Brikhu pun akhirnya merawat ular sawah itu dengan baik.
Ketika istrinya telah melahirkan seorang anak perempuan, ia kemudian meletakkan ular sawah itu di dekat bayinya yang berada di kamar tengah di rumahnya. Sejak itulah, Kyai Brikhu bersama sang Istri merawat anak mereka bersama ular sawah itu dengan hati-hati.
Sementara itu, Dewi Tiksnawati yang menitis pada tubuh anak Kyai Brikhu membuat huru¬hara di kediaman para dewa. Hal itu membuat Sang Hyang Jagadnata atau Batara Guru murka. “Wahai, para dewa! Pergilah ke bumi, beri bencana pada bayi tempat Dewi Tiksnawati menitis!” titah sang Batara Guru. Para dewa pun segera meluncur ke bumi. Namun, usaha mereka memberi bencana pada bayi itu gagal karena pengaruh tolak bala dari Kyai Brikhu dan ular sawah.
Setelah melakukan penyelidikan, para dewa dan Batara Guru pun mengetahui bahwa kegagalan mereka disebabkan oleh Dewi Sri yang setia melindungi bayi itu. Atas perintah Batara Guru, para bidadari pun turun ke bumi untuk membujuk Dewi Sri agar mau menjadi bidadari di Kahyangan untuk melengkapi para bidadari yang ada di Kahyangan.
Sejak itulah, orang Jawa selalu menyimpan atau memajang gambar ular di kamar tengah rumah mereka sebagai perlambangan sosok Dewi Sri. Tidak hanya itu, orang juga percaya bahwa jika ada ular masuk ke dalam rumah, itu pertanda sawahnya akan memberikan hasil yang baik. Itulah sebabnya, masyarakat petani di Jawa amat menghargai ular sawah dengan cara memberinya sesaji.
Demikian cerita Dewi Sri, Dewi Kesuburan dari daerah Jawa Tengah. Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa sifat suka memaksakan kehendak seperti Prabu Mahapunggung akan mengakibatkan bencana bagi diri dan keluarganya, yaitu minggatnya Raden Sadana dan Dewi Sri dari istana.
Soal !!
1. Tentukan tema
2. Tentukan tokoh, penokohan, dan perwatakan (disertai bukti/penjelasan)
bukti Oleh masyarakat petani di Jawa Tengah, Dewi Sri dipercaya sebagai lambang kemakmuran dan kesuburan. Dewi Sri diyakini sebagai sosok suci yang mengatur kesejahteraan manusia di bumi.
2.tokoh utama:dewi sri
tokoh tambahan:raden sadana,prabu mahapunggung.
penokohan:di ceritakan secara dramatik(tidak langsung)
perwatakan:dewi sri=cerdas, baik hati, lemah lembut, sabar, halus tutur katanya, luhur budi bahasanya, dan bijaksana.
raden sadana:menghormati orang yang lebih tua
prabu mahapunggung=suka memaksakan kehendak
moga ngebantu-