Vonis yang dijatuhkan dalam kasus semanggi 1 dan 2
abagusmulyono
Proses peradilan kasus pelanggaran berat Hak Asasi Manusia pada Tragedi Trisaksi, Semanggi I, dan II, masih berpolemik. Buktinya, para jenderal yang diduga mengetahui peristiwa itu, enggan memenuhi panggilan Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM, meski hanya sebatas sebagai saksi. Sebab, mereka memiliki pandangan lain terhadap KPP HAM. Para jenderal berpendapat, penyelidikan kasus tersebut tak dapat ditangani KPP HAM, meski lembaga itu berpayung Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Proses Peradilan HAM. "Kasus itu sudah ditangani oleh Mahkamah Militer," kata Ketua Tim Advokasi Badan Pembinaan Hukum TNI, Kolonel TNI Setiawan, ketika berdilog dengan Arief Suditomo di Studio SCTV, Jumat (8/2) petang. Sekretaris KPP HAM Usman Hamid hadir dalam dialog tersebut.
Menurut Setiawan, UU Nomor 26 Pasal 9 Ayat 1 huruf e menyebutkan pemeriksaan atas pengaduan pelanggaran HAM tak bisa dilakukan atau dapat dihentikan, apabila penanganan upaya hukum sedang berjalan. Saat ini, khusus kasus Trisakti, Mahmil pada 31 Januari 2002, sudah memvonis para tersangka [baca: Pengadilan Militer Kasus Trisakti Digelar Awal Juni]. Sedangkan, Kasus Semanggi I dan II sudah masuk tahap penyidikan. Bahkan, para tersangkan Kasus Semanggi II sudah ada. Meski begitu, pengadilan masih membutuhkan alat bukti lain untuk memperkuat kasus itu. Belakangan, Panitia Khusus DPR menyatakan tak ada pelanggaran HAM dalam kasus tersebut. "Karena itu, kami mempertanyakan relevansi pemanggilan ini," kata Setiawan.
Keraguan relevansi pemanggilan itulah, kata Setiawan, yang membuat para perwira tinggi TNI/Polri tak mau datang memenuhi panggilan KPP HAM. "TNI bukan tidak menghormati hukum dengan tidak memenuhi panggilan tersebut," tutur Setiawan. Buktinya, sebelumnya TNI mau memenuhi panggilan dalam Kasus HAM Timor Timur dan Tanjungpriok. Dasarnya, panggilan itu sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebab itu, diperlukan formulasi baru untuk menyelesaikan persoalan tersebut yang membelit Kasus Trisakti, Semanggi I, dan II.
Menurut Setiawan, UU Nomor 26 Pasal 9 Ayat 1 huruf e menyebutkan pemeriksaan atas pengaduan pelanggaran HAM tak bisa dilakukan atau dapat dihentikan, apabila penanganan upaya hukum sedang berjalan. Saat ini, khusus kasus Trisakti, Mahmil pada 31 Januari 2002, sudah memvonis para tersangka [baca: Pengadilan Militer Kasus Trisakti Digelar Awal Juni]. Sedangkan, Kasus Semanggi I dan II sudah masuk tahap penyidikan. Bahkan, para tersangkan Kasus Semanggi II sudah ada. Meski begitu, pengadilan masih membutuhkan alat bukti lain untuk memperkuat kasus itu. Belakangan, Panitia Khusus DPR menyatakan tak ada pelanggaran HAM dalam kasus tersebut. "Karena itu, kami mempertanyakan relevansi pemanggilan ini," kata Setiawan.
Keraguan relevansi pemanggilan itulah, kata Setiawan, yang membuat para perwira tinggi TNI/Polri tak mau datang memenuhi panggilan KPP HAM. "TNI bukan tidak menghormati hukum dengan tidak memenuhi panggilan tersebut," tutur Setiawan. Buktinya, sebelumnya TNI mau memenuhi panggilan dalam Kasus HAM Timor Timur dan Tanjungpriok. Dasarnya, panggilan itu sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebab itu, diperlukan formulasi baru untuk menyelesaikan persoalan tersebut yang membelit Kasus Trisakti, Semanggi I, dan II.