Upaya pemerintah indo dalm rangka meredakan serangan pasukan indo terhadap AFNEI di surabaya
ikafatihah
Jenderal D.C. Hawthorn menghubungi Soekarno untuk berunding guna membantu meredakan serangan pasukan Indonesia. Soekarno-Hatta dan Amir Syarifuddin tiba di Surabaya tanggal 29 Oktober 1945. Perundingan antara pemerintah RI dan AFNEI mencapai kesepakatan untuk membentuk panitia penghubung (contact commitee) yang bertugas menjernihkan kesalahpahaman dan menyerukan gencatan senjata. Insiden yang terjadi di Gedung Internasional yang mengakibatkan tewasnya Brigjen Mallaby, menyulut kemarahan pasukan AFNEI. Mereka menambah pasukan di bawah pimpinan Mayjen R.C. Mansergh. Pada tanggal 9 November 1945 AFNEI mengeluarkan ultimatum sebagai berikut. AFNEI menuntut balas atas kematian Brigjen Mallaby.AFNEI menginstruksikan kepada pemerintah, pemuda, keamanan, dan masyarakat untuk melapor, menyerahkan senjata, meletakkan tangan diatas kepala, dan menandatangani penyerahan tanpa syarat.Batas ultimatum itu ditentukan sampai tanggal 1 November 1945 pukul 06.00 WIB. Apabila tidak dijalankan, maka Surabaya akan digempur melalui darat, laut, dan udara. Ultimatum itu sempat melecehkan martabat rakyat Indonesia. Dalam suasana yang makin tegang, Menlu Achmad Soebardjo menyerahkan keputusan kepada rakyat Surabaya. Memalui siaran radio, Gubernur Jawa Timur, Surya, mengumumkan penolakan secara tegas atas ultimatum AFNEI. Pada tanggal 10 November 1945, pasukan AFNEI menggempur kota Surabaya melalui darat, laut, dan udara. Rakyat Surabaya dengan gigih mempertahankan kota Surabaya, walaupun telah menelan banyak korban. Kota Surabaya dapat dipertahankan hampir 3 minggu. Pertempuran yang terakhir terjadi pada tanggal 28 November 1945 di Gunung Sari.
semoga membantu :)
tandai sebagai yang terbaik ya ... :D
3 votes Thanks 7
esrapelawi123
Jenderal D.C. Hawthorn menghubungi Soekarno untuk berunding guna membantu meredakan serangan pasukan Indonesia. Soekarno-Hatta dan Amir Syarifuddin tiba di Surabaya tanggal 29 Oktober 1945. Perundingan antara pemerintah RI dan AFNEI mencapai kesepakatan untuk membentuk panitia penghubung (contact commitee) yang bertugas menjernihkan kesalahpahaman dan menyerukan gencatan senjata. Insiden yang terjadi di Gedung Internasional yang mengakibatkan tewasnya Brigjen Mallaby, menyulut kemarahan pasukan AFNEI. Mereka menambah pasukan di bawah pimpinan Mayjen R.C. Mansergh. Pada tanggal 9 November 1945 AFNEI mengeluarkan ultimatum sebagai berikut. AFNEI menuntut balas atas kematian Brigjen Mallaby.AFNEI menginstruksikan kepada pemerintah, pemuda, keamanan, dan masyarakat untuk melapor, menyerahkan senjata, meletakkan tangan diatas kepala, dan menandatangani penyerahan tanpa syarat.Batas ultimatum itu ditentukan sampai tanggal 1 November 1945 pukul 06.00 WIB. Apabila tidak dijalankan, maka Surabaya akan digempur melalui darat, laut, dan udara. Ultimatum itu sempat melecehkan martabat rakyat Indonesia. Dalam suasana yang makin tegang, Menlu Achmad Soebardjo menyerahkan keputusan kepada rakyat Surabaya. Memalui siaran radio, Gubernur Jawa Timur, Surya, mengumumkan penolakan secara tegas atas ultimatum AFNEI. Pada tanggal 10 November 1945, pasukan AFNEI menggempur kota Surabaya melalui darat, laut, dan udara. Rakyat Surabaya dengan gigih mempertahankan kota Surabaya, walaupun telah menelan banyak korban. Kota Surabaya dapat dipertahankan hampir 3 minggu. Pertempuran yang terakhir terjadi pada tanggal 28 November 1945 di Gunung Sari.
Insiden yang terjadi di Gedung Internasional yang mengakibatkan tewasnya Brigjen Mallaby, menyulut kemarahan pasukan AFNEI. Mereka menambah pasukan di bawah pimpinan Mayjen R.C. Mansergh.
Pada tanggal 9 November 1945 AFNEI mengeluarkan ultimatum sebagai berikut.
AFNEI menuntut balas atas kematian Brigjen Mallaby.AFNEI menginstruksikan kepada pemerintah, pemuda, keamanan, dan masyarakat untuk melapor, menyerahkan senjata, meletakkan tangan diatas kepala, dan menandatangani penyerahan tanpa syarat.Batas ultimatum itu ditentukan sampai tanggal 1 November 1945 pukul 06.00 WIB. Apabila tidak dijalankan, maka Surabaya akan digempur melalui darat, laut, dan udara. Ultimatum itu sempat melecehkan martabat rakyat Indonesia. Dalam suasana yang makin tegang, Menlu Achmad Soebardjo menyerahkan keputusan kepada rakyat Surabaya. Memalui siaran radio, Gubernur Jawa Timur, Surya, mengumumkan penolakan secara tegas atas ultimatum AFNEI.
Pada tanggal 10 November 1945, pasukan AFNEI menggempur kota Surabaya melalui darat, laut, dan udara. Rakyat Surabaya dengan gigih mempertahankan kota Surabaya, walaupun telah menelan banyak korban. Kota Surabaya dapat dipertahankan hampir 3 minggu. Pertempuran yang terakhir terjadi pada tanggal 28 November 1945 di Gunung Sari.
semoga membantu
:)
tandai sebagai yang terbaik ya ...
:D
Insiden yang terjadi di Gedung Internasional yang mengakibatkan tewasnya Brigjen Mallaby, menyulut kemarahan pasukan AFNEI. Mereka menambah pasukan di bawah pimpinan Mayjen R.C. Mansergh.
Pada tanggal 9 November 1945 AFNEI mengeluarkan ultimatum sebagai berikut.
AFNEI menuntut balas atas kematian Brigjen Mallaby.AFNEI menginstruksikan kepada pemerintah, pemuda, keamanan, dan masyarakat untuk melapor, menyerahkan senjata, meletakkan tangan diatas kepala, dan menandatangani penyerahan tanpa syarat.Batas ultimatum itu ditentukan sampai tanggal 1 November 1945 pukul 06.00 WIB. Apabila tidak dijalankan, maka Surabaya akan digempur melalui darat, laut, dan udara. Ultimatum itu sempat melecehkan martabat rakyat Indonesia. Dalam suasana yang makin tegang, Menlu Achmad Soebardjo menyerahkan keputusan kepada rakyat Surabaya. Memalui siaran radio, Gubernur Jawa Timur, Surya, mengumumkan penolakan secara tegas atas ultimatum AFNEI.
Pada tanggal 10 November 1945, pasukan AFNEI menggempur kota Surabaya melalui darat, laut, dan udara. Rakyat Surabaya dengan gigih mempertahankan kota Surabaya, walaupun telah menelan banyak korban. Kota Surabaya dapat dipertahankan hampir 3 minggu. Pertempuran yang terakhir terjadi pada tanggal 28 November 1945 di Gunung Sari.