KaniaHairunnisa
Kedua sosok negarawan ini berjalan dengan penuh kesederhanaan dan rasa percaya diri. Sesekali beliau berdua melambaikan tangan dan melempar senyum kepada setiap elemen masyarakat yang hadir. Sangat berbeda dengan para pendahulunya, Pelabuhan Sunda Kelapa menjadi tempat bersejarah yang beliau pilih.Di atas Kapal Layar Mesin (KLM) Hati Buana Setia di Dermaga IX ini, Presiden terpilih Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan pidato kemenangannya dalam pemilihan presiden ke-7 Republik Indonesia. Adapun tempat ini dipilih sebagai bentuk kesadaran dan komitmen presiden atasmisinya dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Berbicara negara maritim tidak bisa lepas dari sejarah kejayaan beberapa kerajaan di Indonesia. Seperti yang kita ketahui dari abad ketujuh sampai abad ke-13 berdiri kerajaan Majapahit dan Sriwijaya yang merupakan kerajaan maritim terbesar di dunia. Kedua kerajaan ini memiliki pengaruh yang sangat besar dan menguasai wilayah serta perekonomian di daerah nusantara maupun beberapa negara tetangga. Dengan konsep sea power, Majapahit dan Sriwijaya mampu mendayagunakan kekuatan laut menjadi aset strategis dalam mengawal arah perdagangan dunia.Adapun beberapa faktor pendukung keberhasilan kerajaaan tersebut adalah selain faktor geografis yang mana terletak diantara dua samudera dan dua benua, kerajaan ini juga memiliki kekuatan dan armada perang yang handal serta sumber daya laut yang sangat melimpah.
Indonesia sebagai negara yang memiliki prasarat sebagai negara besar memiliki sumber daya alam yang sangat luar biasa. Dengan luas perairan tiga per empat dibanding luas daratannya (75%) serta didukung sekitar 17.504 pulau yang tersebar dari ujung Sabang sampai Merauke dan dari ujung Miangas sampai Rote menjadikan Indonesia menjadi negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia. Selain itu Indonesia juga memiliki garis pantai terpanjang ke dua di dunia (95.181km), 30 persen geothermal dunia, keanekaragaman dan endemisme ke dua di dunia serta memiliki ekosistem terumbu karang terkaya dan terindah di dunia.
Melihat potensi di atas seharusnya bangsa ini sudah mampu memimpin dunia dan menjadi negara yang maju. Namun, kenyataanya tidak demikian hingga hari ini Indonesia belum mampu memanfaatkan sumber daya alamnya dengan baik, garam kita masih impor, terjadi illegal fishing, pertambangan dan energi kita dikuasai asing serta terjadi kemuduran dan kerusakan ekosistem. Belum lagi hingga akhir tahun 2014 ini hampir seluruh nelayan di Indonesia masih tergolong tidak sejahtera dengan pendapatan rata-rata 30.000/hari, sedangkan nelayan sendiri menjadi tokoh terdepan di setiap garis pantai yang ada di Indonesia.
Kasus lain untuk tahun ini Indonesia menempati posisi kedua produsen ikan tertinggi di dunia setelah China. Namun dalam kenyataanya kualitas ikan Indonesia belum terlalu diminati pasar dunia sehingga meskipun berada di peringkat ke dua tapi untuk masalah ekspor ikan, Indonesia masih kalah dan tertinggal jauh oleh negara-negara lain. Kondisi sektor kelautan Indonesia yang timpang ini terjadi akibat kualitas sumber daya manusia yang ketinggalan jauh dibanding sumber daya manusia negara-negara tetangga yang mampu mengelola sumber daya alamnya dengan cukup baik dan mumpuni untuk menghadapi persaingan global. Kondisi semacam ini diperparah dengan adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang sering tidak tepat sasaran sehingga nasib rakyat kecil malah “terninabobokan” dan selalu berada dalam jurang keterpurukan.
Berbicara negara maritim tidak bisa lepas dari sejarah kejayaan beberapa kerajaan di Indonesia. Seperti yang kita ketahui dari abad ketujuh sampai abad ke-13 berdiri kerajaan Majapahit dan Sriwijaya yang merupakan kerajaan maritim terbesar di dunia. Kedua kerajaan ini memiliki pengaruh yang sangat besar dan menguasai wilayah serta perekonomian di daerah nusantara maupun beberapa negara tetangga. Dengan konsep sea power, Majapahit dan Sriwijaya mampu mendayagunakan kekuatan laut menjadi aset strategis dalam mengawal arah perdagangan dunia.Adapun beberapa faktor pendukung keberhasilan kerajaaan tersebut adalah selain faktor geografis yang mana terletak diantara dua samudera dan dua benua, kerajaan ini juga memiliki kekuatan dan armada perang yang handal serta sumber daya laut yang sangat melimpah.
Indonesia sebagai negara yang memiliki prasarat sebagai negara besar memiliki sumber daya alam yang sangat luar biasa. Dengan luas perairan tiga per empat dibanding luas daratannya (75%) serta didukung sekitar 17.504 pulau yang tersebar dari ujung Sabang sampai Merauke dan dari ujung Miangas sampai Rote menjadikan Indonesia menjadi negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia. Selain itu Indonesia juga memiliki garis pantai terpanjang ke dua di dunia (95.181km), 30 persen geothermal dunia, keanekaragaman dan endemisme ke dua di dunia serta memiliki ekosistem terumbu karang terkaya dan terindah di dunia.
Melihat potensi di atas seharusnya bangsa ini sudah mampu memimpin dunia dan menjadi negara yang maju. Namun, kenyataanya tidak demikian hingga hari ini Indonesia belum mampu memanfaatkan sumber daya alamnya dengan baik, garam kita masih impor, terjadi illegal fishing, pertambangan dan energi kita dikuasai asing serta terjadi kemuduran dan kerusakan ekosistem. Belum lagi hingga akhir tahun 2014 ini hampir seluruh nelayan di Indonesia masih tergolong tidak sejahtera dengan pendapatan rata-rata 30.000/hari, sedangkan nelayan sendiri menjadi tokoh terdepan di setiap garis pantai yang ada di Indonesia.
Kasus lain untuk tahun ini Indonesia menempati posisi kedua produsen ikan tertinggi di dunia setelah China. Namun dalam kenyataanya kualitas ikan Indonesia belum terlalu diminati pasar dunia sehingga meskipun berada di peringkat ke dua tapi untuk masalah ekspor ikan, Indonesia masih kalah dan tertinggal jauh oleh negara-negara lain. Kondisi sektor kelautan Indonesia yang timpang ini terjadi akibat kualitas sumber daya manusia yang ketinggalan jauh dibanding sumber daya manusia negara-negara tetangga yang mampu mengelola sumber daya alamnya dengan cukup baik dan mumpuni untuk menghadapi persaingan global. Kondisi semacam ini diperparah dengan adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang sering tidak tepat sasaran sehingga nasib rakyat kecil malah “terninabobokan” dan selalu berada dalam jurang keterpurukan.