GNB berdiri saat diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) I GNB di Beograd, Yugoslavia, 1 - 6 September 1961. Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, Presiden Ghana Kwame Nkrumah, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden Indonesia Soekarno, dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito. Kelima tokoh dunia ini kemudian dikenal sebagai para pendiri GNB.
KTT I GNB dihadiri oleh 25 negara yakni Afghanistan, Algeria, Yaman, Myanmar, Kamboja, Sri Lanka, Kongo, Kuba, Cyprus, Mesir, Ethiopia, Ghana, Guinea, India, Indonesia, Irak, Lebanon, Mali, Maroko, Nepal, Arab Saudi, Somalia, Sudan, Suriah, Tunisia, dan Yugoslavia. Dalam KTT I tersebut, negara-negara pendiri GNB ini berketetapan untuk mendirikan suatu gerakan, bukan suatu organisasi untuk menghindarkan diri dari implikasi birokratis dalam membangun upaya kerja sama di antara mereka. Pada KTT I juga ditegaskan bahwa GNB tidak diarahkan pada suatu peran pasif dalam politik internasional, tetapi untuk menformulasikan posisi sendiri secara independen yang merefleksikan kepentingan negara-negara anggotanya.
GNB menempati posisi khusus dalam politik luar negeri Indonesia karena Indonesia sejak awal memiliki peran sentral dalam pendirian GNB. KAA merupakan bukti peran dan kontribusi penting Indonesia dalam mengawali pendirian GNB. Secara khusus, Presiden Soekarno juga diakui sebagai tokoh penggagas dan pendiri GNB. Indonesia menilai penting GNB tidak sekadar dari peran yang selama ini dikontribusikan, tetapi juga mengingat prinsip dan tujuan GNB merupakan refleksi dari perjuangan dan tujuan kebangsaan Indonesia sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.
Tujuan utama GNB semula difokuskan pada upaya dukungan bagi hak menentukan nasib sendiri, kemerdekaan nasional, kedaulatan, dan integritas nasional negara-negara anggota. Tujuan penting lainnya adalah penentangan terhadap apartheid; tidak memihak pada pakta militer multilateral; perjuangan menentang segala bentuk dan manifestasi imperialisme; perjuangan menentang kolonialisme, neo-kolonialisme, rasisme, pendudukan, dan dominasi asing; perlucutan senjata; tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain dan hidup berdampingan secara damai; penolakan terhadap penggunaan atau ancaman kekuatan dalam hubungan internasional; pembangunan ekonomi-sosial dan restrukturisasi sistem perekonomian internasional; serta kerja sama internasional berdasarkan persamaan hak. Sejak pertengahan 1970-an, isu-isu ekonomi mulai menjadi perhatian utama negara-negara anggota GNB. Untuk itu, GNB dan Kelompok 77 (Group of 77/G-77) telah mengadakan serangkaian pertemuan guna membahas masalah-masalah ekonomi dunia dan pembentukan Tata Ekonomi Dunia Baru (New International Economic Order).
Jawaban:
GNB berdiri saat diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) I GNB di Beograd, Yugoslavia, 1 - 6 September 1961. Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, Presiden Ghana Kwame Nkrumah, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden Indonesia Soekarno, dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito. Kelima tokoh dunia ini kemudian dikenal sebagai para pendiri GNB.
KTT I GNB dihadiri oleh 25 negara yakni Afghanistan, Algeria, Yaman, Myanmar, Kamboja, Sri Lanka, Kongo, Kuba, Cyprus, Mesir, Ethiopia, Ghana, Guinea, India, Indonesia, Irak, Lebanon, Mali, Maroko, Nepal, Arab Saudi, Somalia, Sudan, Suriah, Tunisia, dan Yugoslavia. Dalam KTT I tersebut, negara-negara pendiri GNB ini berketetapan untuk mendirikan suatu gerakan, bukan suatu organisasi untuk menghindarkan diri dari implikasi birokratis dalam membangun upaya kerja sama di antara mereka. Pada KTT I juga ditegaskan bahwa GNB tidak diarahkan pada suatu peran pasif dalam politik internasional, tetapi untuk menformulasikan posisi sendiri secara independen yang merefleksikan kepentingan negara-negara anggotanya.
GNB menempati posisi khusus dalam politik luar negeri Indonesia karena Indonesia sejak awal memiliki peran sentral dalam pendirian GNB. KAA merupakan bukti peran dan kontribusi penting Indonesia dalam mengawali pendirian GNB. Secara khusus, Presiden Soekarno juga diakui sebagai tokoh penggagas dan pendiri GNB. Indonesia menilai penting GNB tidak sekadar dari peran yang selama ini dikontribusikan, tetapi juga mengingat prinsip dan tujuan GNB merupakan refleksi dari perjuangan dan tujuan kebangsaan Indonesia sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.
Tujuan utama GNB semula difokuskan pada upaya dukungan bagi hak menentukan nasib sendiri, kemerdekaan nasional, kedaulatan, dan integritas nasional negara-negara anggota. Tujuan penting lainnya adalah penentangan terhadap apartheid; tidak memihak pada pakta militer multilateral; perjuangan menentang segala bentuk dan manifestasi imperialisme; perjuangan menentang kolonialisme, neo-kolonialisme, rasisme, pendudukan, dan dominasi asing; perlucutan senjata; tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain dan hidup berdampingan secara damai; penolakan terhadap penggunaan atau ancaman kekuatan dalam hubungan internasional; pembangunan ekonomi-sosial dan restrukturisasi sistem perekonomian internasional; serta kerja sama internasional berdasarkan persamaan hak. Sejak pertengahan 1970-an, isu-isu ekonomi mulai menjadi perhatian utama negara-negara anggota GNB. Untuk itu, GNB dan Kelompok 77 (Group of 77/G-77) telah mengadakan serangkaian pertemuan guna membahas masalah-masalah ekonomi dunia dan pembentukan Tata Ekonomi Dunia Baru (New International Economic Order).