anadiapratiwi
Cut Nyak Dien lahir pada 1848 dari keluarga kalangan bangsawan yang sangat taat beragama. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, uleebalang VI Mukim, bagian dari wilayah Sagi XXV. Leluhur dari pihak ayahnya, yaitu Panglima Nanta, adalah keturunan Sultan Aceh yang pada permulaan abad ke-17 merupakan wakil Ratu Tajjul Alam di Sumatra Barat. Ibunda Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang bangsawan Lampagar.
Pada tahun 1899 tepatnya pada tanggal 11 Februari, dalam pertempuran Meulaboh Teuku Umar gugur. Sejak ditinggalkan Teuku Umar, selama 6 tahun Cut Nyak Dien mengkoordinasikan serangan besar-besaran terhadap beberapa kedudukan Belanda. Segala barang berharga yang dimilikanya, ia korbankan untuk mengisi kas peperangan. Walapun tanpa seorang suami, ia masih tetap melanjutkan perjuangan di daerah perlawanan Melaboh.
Perlawanannya yang dilakukan secara bergerilya itu dirasakan Belanda sangat mengganggu bahkan membahayakan pendudukan mereka di tanah Aceh, sehingga pasukan Belanda selalu berusaha menangkapnya tapi sekalipun tidak pernah berhasil. Keterlibatan Cut Nyak Dien dalam perang Aceh nampak sekali ketika terjadi pembakaran terhadap Mesjid Besar Aceh. Pada akhirnya Cut Nyak Dien berhasil ditangkap. Meskipun ia ditawan, ia masih bisa berkomunikasi dengan para pejuang yang belum tunduk. Tindakannya itu kembali membuat pihak Belanda kesal sehingga ia pun akhirnya diasingkan ke Sumedang. Yang berati mengingkari salah satu perjanjiannya dengan Pang Laot Ali.
Pada tahun 1899 tepatnya pada tanggal 11 Februari, dalam pertempuran Meulaboh Teuku Umar gugur. Sejak ditinggalkan Teuku Umar, selama 6 tahun Cut Nyak Dien mengkoordinasikan serangan besar-besaran terhadap beberapa kedudukan Belanda. Segala barang berharga yang dimilikanya, ia korbankan untuk mengisi kas peperangan. Walapun tanpa seorang suami, ia masih tetap melanjutkan perjuangan di daerah perlawanan Melaboh.
Perlawanannya yang dilakukan secara bergerilya itu dirasakan Belanda sangat mengganggu bahkan membahayakan pendudukan mereka di tanah Aceh, sehingga pasukan Belanda selalu berusaha menangkapnya tapi sekalipun tidak pernah berhasil. Keterlibatan Cut Nyak Dien dalam perang Aceh nampak sekali ketika terjadi pembakaran terhadap Mesjid Besar Aceh.
Pada akhirnya Cut Nyak Dien berhasil ditangkap. Meskipun ia ditawan, ia masih bisa berkomunikasi dengan para pejuang yang belum tunduk. Tindakannya itu kembali membuat pihak Belanda kesal sehingga ia pun akhirnya diasingkan ke Sumedang. Yang berati mengingkari salah satu perjanjiannya dengan Pang Laot Ali.