Inilah Sejarah Hari Pahlawan 10 November, Pertempuran Dimulai di Tempat Ini
Sabtu, 10 November 2018 15:09
Sejarah Hari Pahlawan 10 November - Dok Kompas
TRIBUNMANADO.CO.ID – Pada Jumat 9 September 1945, pesawat-pesawat Inggris sengaja terbang menjatuhkan selebaran kertas dari udara ke seluruh penjuru kota Surabaya.
Selebaran itu adalah ultimatum dari Inggris yang meminta para pejuang Surabaya untuk menyerahkan senjata pada 10 November 1945 paling lambat pukul 06.00 pagi.
Tak cuma itu, selebaran tersebut berisi pesan kepada siapa pun untuk menyerahkan orang yang bertanggung jawab atas tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby pada 30 Oktober 1945.
Sudah dipastikan, saat itu amarah Britanita Raya sedang membuncah kepada arek-arek Suroboyo.
Namun, alih-alih takut, para pejuang dan pemuda dari seluruh Surabaya malah menantang Inggris untuk berjibaku atau perang terbuka.
Kondisi salah satu sudut di Kota Surabaya ketika pertempuran 10 November 1945.
Hal itu terungkapkan dalam pidato Bung Tomo pada 10 November 1945.
"Tuntutan itu, walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada tetapi inilah jawaban kita... selama banteng-banteng Indonesia masih punya darah merah yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih... maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapa pun juga," ujarnya.
Sontak pidato yang disampaikan dengan semangat berapi-api lewat radio tersebut menyulut semangat arek-arek Suroboyo untuk tak gentar menghadapi ultimatum Inggris.
Walau pasukan Inggris dilengkapi dengan senjata dan armada yang canggih kala itu, mereka pun siap bertarung habis-habisan mempertahankan harga dirinya sebagai bangsa Indonesia.
Dalam berbagai kisah sejarah pertempuran 10 November diceritakan bahwa peristiwa itu menjadi perang terbuka terbesar Indonesia sesudah proklamasi kemerdekaan.
Inilah Sejarah Hari Pahlawan 10 November, Pertempuran Dimulai di Tempat Ini
Sabtu, 10 November 2018 15:09
Sejarah Hari Pahlawan 10 November - Dok Kompas
TRIBUNMANADO.CO.ID – Pada Jumat 9 September 1945, pesawat-pesawat Inggris sengaja terbang menjatuhkan selebaran kertas dari udara ke seluruh penjuru kota Surabaya.
Selebaran itu adalah ultimatum dari Inggris yang meminta para pejuang Surabaya untuk menyerahkan senjata pada 10 November 1945 paling lambat pukul 06.00 pagi.
Tak cuma itu, selebaran tersebut berisi pesan kepada siapa pun untuk menyerahkan orang yang bertanggung jawab atas tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby pada 30 Oktober 1945.
Sudah dipastikan, saat itu amarah Britanita Raya sedang membuncah kepada arek-arek Suroboyo.
Namun, alih-alih takut, para pejuang dan pemuda dari seluruh Surabaya malah menantang Inggris untuk berjibaku atau perang terbuka.
Kondisi salah satu sudut di Kota Surabaya ketika pertempuran 10 November 1945.
Hal itu terungkapkan dalam pidato Bung Tomo pada 10 November 1945.
"Tuntutan itu, walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada tetapi inilah jawaban kita... selama banteng-banteng Indonesia masih punya darah merah yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih... maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapa pun juga," ujarnya.
Sontak pidato yang disampaikan dengan semangat berapi-api lewat radio tersebut menyulut semangat arek-arek Suroboyo untuk tak gentar menghadapi ultimatum Inggris.
Walau pasukan Inggris dilengkapi dengan senjata dan armada yang canggih kala itu, mereka pun siap bertarung habis-habisan mempertahankan harga dirinya sebagai bangsa Indonesia.
Dalam berbagai kisah sejarah pertempuran 10 November diceritakan bahwa peristiwa itu
menjadi perang terbuka terbesar Indonesia sesudah proklamasi kemerdekaan.