Sebelum mengupas mengenai masyarakat majemuk, terlebih dahulu perlu dipaparkan tentang pengertian masyarakat, hal ini dianggap penting karena untuk dapat memahami lebih mendalam tentang masyarakat majemuk perlu dipahami apa itu masyarakat.
Menurut Sidiq (dalam Arkanudin, 2001:87), masyarakat adalah kumpulan manusia yang merupakan satu kesatuan hidup yang memiliki adat istiadat dan sistem nilai serta norma yang pada dasarnya mengatur pola hubungan diantara mereka. Ralph Linton (1936:91), mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
Herskovits (1952), mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan yang mengikuti satu cara hidup tertentu. Gillin dan Gillin (1954), mengatakan bahwa masyarakat itu adalah kelompok manusia yang terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Sedangkan Garna (1992:7), mendefenisikan masyarakat sebagai suatu kelompok manusia yang menempati suatu kawasan geografis yang terlibat dalam aktivitas ekonomi, politik dan juga membentuk suatu satuan yang memiliki nilai-nilai tertentu dan kebersamaan. Haviland (1988), masyarakat mempunyai arti penting bagi manusia, karena memberi identitas dan bantuan kepada para anggotanya.
Dari berbagai pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep masyarakat itu berkaitan dengan kelompok manusia. Masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan individu-individu yang telah lama hidup dan bekerja sama membentuk kelompok melalui hubungan sosial dengan berbagai kelompok etnik yang ada dalam masyarakat yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.
Istilah masyarakat majemuk (plural societies), pertama kali dikemukakan oleh Furnivall (1967:446), sebagai hasil penelitiannya pada masyarakat di wilayah kekuasaan Hindia Belanda pada waktu itu yaitu Indonesia dan Birma. Dari hasil penelitiannya Furnivall mengemukakan bahwa masyarakat majemuk yakni suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan politik. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa masyarakat majemuk memiliki ciri di dalam kehidupan sosial, mereka tidak memiliki permintaan jasa sosial yang seragam. Sebagai type masyarakat daerah tropis dimana mereka yang berkuasa dan mereka yang dikuasai memiliki perbedaan ras. Orang-orang Belanda sebagai golongan minoritas kendati jumlahnya semakin bertambah-tambah terutama pada abad ke 19, sekaligus ia adalah penguasa yang memerintah bagian yang amat besar orang-orang Indonesia pribumi sebagai warga negara kelas tiga di negeri sendiri. Golongan orang-orang Tionghoa, sebagai golongan terbesar diantara orang-orang timur asing lainnya, menempati kedudukan menengah diantara kedua golongan tersebut di atas.
Pandangan Furnivall tersebut nampaknya menggambarkan kondisi masyarakat Hindia Belanda waktu itu. Dengan mengabaikan faktor ruang dan waktu dapat ditangkap konsep masyakarakat majemuk menurut Furnivall (1967:469), adalah suatu masyarakat dalam mana sistem nilai yang dianut oleh kesatuan sosial sebagai bagiannya adalah sedemikian rupa, sehingga para anggota masyarakatnya kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan, atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain.
Sebelum mengupas mengenai masyarakat majemuk, terlebih dahulu perlu dipaparkan tentang pengertian masyarakat, hal ini dianggap penting karena untuk dapat memahami lebih mendalam tentang masyarakat majemuk perlu dipahami apa itu masyarakat.
Menurut Sidiq (dalam Arkanudin, 2001:87), masyarakat adalah kumpulan manusia yang merupakan satu kesatuan hidup yang memiliki adat istiadat dan sistem nilai serta norma yang pada dasarnya mengatur pola hubungan diantara mereka. Ralph Linton (1936:91), mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
Herskovits (1952), mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan yang mengikuti satu cara hidup tertentu. Gillin dan Gillin (1954), mengatakan bahwa masyarakat itu adalah kelompok manusia yang terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Sedangkan Garna (1992:7), mendefenisikan masyarakat sebagai suatu kelompok manusia yang menempati suatu kawasan geografis yang terlibat dalam aktivitas ekonomi, politik dan juga membentuk suatu satuan yang memiliki nilai-nilai tertentu dan kebersamaan. Haviland (1988), masyarakat mempunyai arti penting bagi manusia, karena memberi identitas dan bantuan kepada para anggotanya.
Dari berbagai pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep masyarakat itu berkaitan dengan kelompok manusia. Masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan individu-individu yang telah lama hidup dan bekerja sama membentuk kelompok melalui hubungan sosial dengan berbagai kelompok etnik yang ada dalam masyarakat yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.
Istilah masyarakat majemuk (plural societies), pertama kali dikemukakan oleh Furnivall (1967:446), sebagai hasil penelitiannya pada masyarakat di wilayah kekuasaan Hindia Belanda pada waktu itu yaitu Indonesia dan Birma. Dari hasil penelitiannya Furnivall mengemukakan bahwa masyarakat majemuk yakni suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan politik. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa masyarakat majemuk memiliki ciri di dalam kehidupan sosial, mereka tidak memiliki permintaan jasa sosial yang seragam. Sebagai type masyarakat daerah tropis dimana mereka yang berkuasa dan mereka yang dikuasai memiliki perbedaan ras. Orang-orang Belanda sebagai golongan minoritas kendati jumlahnya semakin bertambah-tambah terutama pada abad ke 19, sekaligus ia adalah penguasa yang memerintah bagian yang amat besar orang-orang Indonesia pribumi sebagai warga negara kelas tiga di negeri sendiri. Golongan orang-orang Tionghoa, sebagai golongan terbesar diantara orang-orang timur asing lainnya, menempati kedudukan menengah diantara kedua golongan tersebut di atas.
Pandangan Furnivall tersebut nampaknya menggambarkan kondisi masyarakat Hindia Belanda waktu itu. Dengan mengabaikan faktor ruang dan waktu dapat ditangkap konsep masyakarakat majemuk menurut Furnivall (1967:469), adalah suatu masyarakat dalam mana sistem nilai yang dianut oleh kesatuan sosial sebagai bagiannya adalah sedemikian rupa, sehingga para anggota masyarakatnya kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan, atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain.