JAKARTA (Siaran Pers Bersama): Sektor jasa menjadi bagian penting dalam perdagangan eksternal Indonesia dan karenanya memiliki dampak besar terhadap pasar tenaga kerja dan lapangan kerja dalam negeri. Hal ini terutama terjadi pada pekerjaan yang dihasilkan melalui ekspor jasa, yang tumbuh dengan tingkat sedang pada tahun 2000-an. Dengan kontribusi nilai keseluruhan ekspor dan impor lebih dari 10 persen, baik ekspor maupun impor jasa tumbuh dengan tingkat pertumbuhan yang sama dengan perdagangan komoditas.
Selanjutnya, 7,1 juta pekerjaan yang tersedia di sektor jasa terkait dengan semua kegiatan ekspor (melalui hubungan langsung maupun tidak langsung), adalah lebih besar dari jumlah keseluruhan kesempatan kerja yang diciptakan ekspor industry pengolahan, demikian studi baru Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization/ILO). Studi yang berjudul “Perdagangan di Sektor Jasa dan Ketenagakerjaan di Indonesia” akan diluncurkan dan diterbitkan pada Kamis, 12 Juli 2012, di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarta.
Sektor jasa, yang banyak membantu perekonomian Indonesia selama masa pemulihan pasca Krisis Keuangan Asia, kini merupakan salah satu sektor terbesar – lebih besar dari kombinasi pertanian dan manufaktur. Hanya dalam satu dasawarsa, pangsa jasa terhadap PDB meningkat dari 44 menjadi lebih dari 50 persen, dan pangsa lapangan kerja meningkat dengan besaran serupa, hampir 50 persen dari total kesempatan kerja pada tahun 2010.
Dalam hal lapangan kerja, studi menemukan bahwa para pekerja di industri jasa ditandai dengan karakteristik yang berbeda dari stereotip pekerjaan di sektor tersebut, yang cenderung fokus pada tingkat informalitas yang tinggi, dan menjadi pengusaha di sektor jasa menjadi pilihan terakhir sebagai upaya mengelola ‘surplus’ tenaga kerja di pedesaan. Namun, “dibandingkan dengan pertanian dan manufaktur, industri jasa mempekerjakan lebih banyak pekerja kerah putih, di sektor formal dan pekerja berpendidikan dibandingkan dengan sektor utama barang yang diperdagangkan,” kata studi tersebut.
Peter van Rooij, Direktur ILO di Indonesia, menegaskan bahwa Indonesia perlu menghilangkan hambatan-hambatan dalam persaingan industri jasa baik bagi pemain asing maupun domestik mengingat besarnya kontribusi jasa dalam output dan kesempatan kerja baik bagi para investor domestik maupun asing. “Reformasi yang adil secara legal perlu dipertimbangkan. Kebijakan-kebijakan pelengkap, seperti kebijakan yang dirancang untuk meningkatkan kualitas lembaga pendidikan dan pelatihan yang relevan, perlu dipikirkan. Juga bermanfaat untuk mengembangkan standar-standar dan hak-hak ketenagakerjaan bagi para pekerja yang mempunyai keterampilan rendah di sektor-sektor utama yang merupakan bagian dari para pekerja migran di ASEAN,” ia menambahkan.
“Investasi Asing Langsung – termasuk pada sektor jasa – tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di sektor-sektor kunci Indonesia seperti manufaktur, logistik dan pariwisata, namun juga menciptakan pekerjaan, menyebarluaskan praktik-praktik kerja yang baik serta alih teknologi. Studi ini menegaskan temuan-temuan tersebut. Investasi Eropa pun menjadi bagian terpadu dari proses ini dan hingga saat ini lebih dari 1.000 perusahaan Eropa telah mempekerjakan 1,1 juta orang Indonesia. Namun, masih banyak lagi potensi yang dapat digali. Sebuah Kelompok Visi yang terdiri dari akademisi, pelaku usaha dan pejabat pemerintah dari Indonesia dan Eropa merekomendasikan Indonesia dan Uni Eropa untuk melakukan perundingan mengenai Kesepakatan Kemitraan Ekonomi yang Komprehensif agar membangun hubungan yang saling menguntungkan,” ujar Andreas Roettger dari Delegasi Uni Eropa.
Studi ini dilakukan ILO melalui Proyek “Mengkaji dan Menanggulangi Dampak Perdagangan terhadap Ketenagakerjaan (ETE)”, yang didanai Uni Eropa. Proyek bertujuan untuk menganalisa dan mendukung penyusunan kebijakan-kebijakan perdagangan dan ketenagakerjaan yang efektif dan terpadu dalam menangani penyesuaian tantangan yang dihadapi pekerja dan pengusaha serta perluasan penciptaan pekerjaan yang layak di negara-negara berkembang.
Studi ini pun berupaya mnganalisa pertumbuhan sektor jasa di Indonesia, dan keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dari aspek nilai tambah dan kesempatan kerja dengan berdasarkan statistik atau data nasional, data perdagangan dan tenaga kerja serta data input‐output serta kebijakan pemerintah Indonesia terkait dengan ketenagakerjaan. Studi ini dilakukan oleh para konsultan ILO, Chris Manning dan Haryo Aswicahyono.
Jawaban:
JAKARTA (Siaran Pers Bersama): Sektor jasa menjadi bagian penting dalam perdagangan eksternal Indonesia dan karenanya memiliki dampak besar terhadap pasar tenaga kerja dan lapangan kerja dalam negeri. Hal ini terutama terjadi pada pekerjaan yang dihasilkan melalui ekspor jasa, yang tumbuh dengan tingkat sedang pada tahun 2000-an. Dengan kontribusi nilai keseluruhan ekspor dan impor lebih dari 10 persen, baik ekspor maupun impor jasa tumbuh dengan tingkat pertumbuhan yang sama dengan perdagangan komoditas.
Selanjutnya, 7,1 juta pekerjaan yang tersedia di sektor jasa terkait dengan semua kegiatan ekspor (melalui hubungan langsung maupun tidak langsung), adalah lebih besar dari jumlah keseluruhan kesempatan kerja yang diciptakan ekspor industry pengolahan, demikian studi baru Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization/ILO). Studi yang berjudul “Perdagangan di Sektor Jasa dan Ketenagakerjaan di Indonesia” akan diluncurkan dan diterbitkan pada Kamis, 12 Juli 2012, di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarta.
Sektor jasa, yang banyak membantu perekonomian Indonesia selama masa pemulihan pasca Krisis Keuangan Asia, kini merupakan salah satu sektor terbesar – lebih besar dari kombinasi pertanian dan manufaktur. Hanya dalam satu dasawarsa, pangsa jasa terhadap PDB meningkat dari 44 menjadi lebih dari 50 persen, dan pangsa lapangan kerja meningkat dengan besaran serupa, hampir 50 persen dari total kesempatan kerja pada tahun 2010.
Dalam hal lapangan kerja, studi menemukan bahwa para pekerja di industri jasa ditandai dengan karakteristik yang berbeda dari stereotip pekerjaan di sektor tersebut, yang cenderung fokus pada tingkat informalitas yang tinggi, dan menjadi pengusaha di sektor jasa menjadi pilihan terakhir sebagai upaya mengelola ‘surplus’ tenaga kerja di pedesaan. Namun, “dibandingkan dengan pertanian dan manufaktur, industri jasa mempekerjakan lebih banyak pekerja kerah putih, di sektor formal dan pekerja berpendidikan dibandingkan dengan sektor utama barang yang diperdagangkan,” kata studi tersebut.
Peter van Rooij, Direktur ILO di Indonesia, menegaskan bahwa Indonesia perlu menghilangkan hambatan-hambatan dalam persaingan industri jasa baik bagi pemain asing maupun domestik mengingat besarnya kontribusi jasa dalam output dan kesempatan kerja baik bagi para investor domestik maupun asing. “Reformasi yang adil secara legal perlu dipertimbangkan. Kebijakan-kebijakan pelengkap, seperti kebijakan yang dirancang untuk meningkatkan kualitas lembaga pendidikan dan pelatihan yang relevan, perlu dipikirkan. Juga bermanfaat untuk mengembangkan standar-standar dan hak-hak ketenagakerjaan bagi para pekerja yang mempunyai keterampilan rendah di sektor-sektor utama yang merupakan bagian dari para pekerja migran di ASEAN,” ia menambahkan.
“Investasi Asing Langsung – termasuk pada sektor jasa – tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di sektor-sektor kunci Indonesia seperti manufaktur, logistik dan pariwisata, namun juga menciptakan pekerjaan, menyebarluaskan praktik-praktik kerja yang baik serta alih teknologi. Studi ini menegaskan temuan-temuan tersebut. Investasi Eropa pun menjadi bagian terpadu dari proses ini dan hingga saat ini lebih dari 1.000 perusahaan Eropa telah mempekerjakan 1,1 juta orang Indonesia. Namun, masih banyak lagi potensi yang dapat digali. Sebuah Kelompok Visi yang terdiri dari akademisi, pelaku usaha dan pejabat pemerintah dari Indonesia dan Eropa merekomendasikan Indonesia dan Uni Eropa untuk melakukan perundingan mengenai Kesepakatan Kemitraan Ekonomi yang Komprehensif agar membangun hubungan yang saling menguntungkan,” ujar Andreas Roettger dari Delegasi Uni Eropa.
Studi ini dilakukan ILO melalui Proyek “Mengkaji dan Menanggulangi Dampak Perdagangan terhadap Ketenagakerjaan (ETE)”, yang didanai Uni Eropa. Proyek bertujuan untuk menganalisa dan mendukung penyusunan kebijakan-kebijakan perdagangan dan ketenagakerjaan yang efektif dan terpadu dalam menangani penyesuaian tantangan yang dihadapi pekerja dan pengusaha serta perluasan penciptaan pekerjaan yang layak di negara-negara berkembang.
Studi ini pun berupaya mnganalisa pertumbuhan sektor jasa di Indonesia, dan keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dari aspek nilai tambah dan kesempatan kerja dengan berdasarkan statistik atau data nasional, data perdagangan dan tenaga kerja serta data input‐output serta kebijakan pemerintah Indonesia terkait dengan ketenagakerjaan. Studi ini dilakukan oleh para konsultan ILO, Chris Manning dan Haryo Aswicahyono.