Seorang laki-laki tua separuh baya dengan jenggot berwarna putih menjuntai sedang menggelar tikar. Namanya adalah Abraham. Abraham adalah orang yang bertempat tinggal berpindah-pindah. Kini, Ia sedang tinggal di tepi hutan yang lebat. Dengan hanya berbekal sepotong roti gandum, Ia duduk di atas tikarnya dengan tenang. Karena saat itu Ia sedang lapar, Ia menyantap roti gandumnya. Belum sempat menyantapnya, tiba-tiba datang dua ekor burung suradi merebut rotinya. Kedua burung itu lalu terbang melewati daun-daun pohon di atas kepala Abraham. Karena Ia tidak bisa menahan lapar perutnya, ia mengejar kedua burung itu. Kedua burung suradi itu membawanya ke tengah-tengah hutan lebat itu. Lalu pada akhirnya, mereka berhenti di sebuah pohon yang besar, yang di bawahnya terdapat seorang pemuda laki-laki yang diikat kedua kakinya dan kedua pergelangan tangannya. Kedua burung suradi itu memotong-motong roti gandum itu dengan paruhnya di atas dada pemuda itu. Lalu mereka menyuapi pemuda itu dengan paruhnya. Abraham mendekati pemuda itu dan bertanya, “Apakah kedua burung itu peliharaanmu?” “Sudah kuduga kau akan mengira seperti itu. Tetapi tidak.” kata pemuda itu dengan lemah. “Tetapi bagaimana bisa mereka menurut kepadamu seakan-akan kau ini pemiliknya? Aku baru pertama kali melihat ada seekor binatang yang lebih memilih memberi makanan kepada manusia daripada dirinya.” ujar Abraham kebingungan. “Aku tidak tahu.” ucap pemuda itu dengan lembut. “Apa yang terjadi kepadamu? Mengapa kau diikat seperti ini?” tanya Abraham. “Aku adalah seorang pedagang kurma di pasar. Suatu hari, ada sekelompok orang yang menodong para penjual di pasar. Saat itu, aku belum mempunyai uang karena belum ada yang membeli kurmaku. Lalu aku dipukul, diasingkan, dan diikat di sini.” kata pemuda itu dengan sedih. “Pada saat itu aku tertidur dan terbangun beberapa jam sesudahnya karena mendengar suara adzan. Dan, suara adzan itu terdengar sangat dekat dari sisi kananku. Suaranya sangat indah. Aku lihat sekelilingku, tidak ada orang yang sedang adzan. Hanya ada pohon-pohon dan dua ekor burung suradi di sisi kananku. Aku dekatkan telingaku ke salah satu burung suradi tersebut. Percaya atau tidak, ternyata sumber suara adzan yang indah tersebut berasal dari burung suradi itu.” gumam pemuda itu. Abraham sangat terkesan mendengar ceritanya. “Lalu aku laksanakan salat maghrib yang aku tahu karena matahari berada di batas tenggelam. Setelah itu ditambah dua rakaat sunah hajat. Dan aku berdoa kepada Allah agar aku diberi makanan karena aku lapar.” kata pemuda itu sambil menatap langit. “Tiba-tiba dua burung suradi itu datang membawa kantung besar dari kain. Aku tidak tahu kapan mereka pergi. Tetapi yang aku tahu, mereka datang membawa kantung besar itu. Mereka jatuhkan kantung itu di dadaku. Seketika itu juga mereka membukanya dan ternyata di dalamnya adalah kurma. Mereka lalu menyuapiku dengan kurma itu. Sungguh aku tidak bisa berbuat apa-apa kepada Allah yang telah mengabulkan permintaanku kecuali hanya rasa syukur dan beribadah kepadaNya.” ujar pemuda itu sambil meneteskan air matanya. “Lalu yang ketiga, setelah aku makan satu seperempat dari isi kantung besar itu, salah satu burung suradi itu mematuk-matukan paruhnya ke batang pohon yang aku sandarkan. Maha Besar Allah, muncullah pancaran air bersih nan suci dari batang pohon itu. Lalu, burung suradi yang satunya menadahi airnya dengan daun. Dan, Ia tuangkan air segar itu ke mulutku. Sungguh nikmatnya. Lalu setelah tiga kali mereka menuangkan air ke mulutku, tiba-tiba, luka hasil pukulan para penodong yang ada di sekujur tubuhku, semua hilang. Bersih seperti kulitku yang semulanya.” katanya sambil menyentuh tangannya yang sekarang halus tanpa luka sedikitpun. “Mereka..” kata pemuda itu sambil menunjuk kedua burung itu dengan jari telunjuknya. “Setiap hari melakukan ketiga hal yang telah aku ceritakan. Mereka tidak pernah memakan-makanan yang mereka dapatkan untukku selama lima hari ini.” ujarnya. “Jadi, apa yang membuat Allah begitu sayang kepadamu?” tanya Abraham kepadanya. “Aku melaksanakan apa yang diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya. Salat lima waktu, bersedekah, bersilaturahmi, menjauhi sifat yang dibenciNya. Ditambah lagi, aku melaksanakan salat tahajud 2 rakaat setiap hari.” jawabnya dengan lemah lembut. Karena Abraham telah menaruh kepercayaan kepada pemuda itu, Ia memotong tali yang mengikat pemuda itu dengan pisau saku milik Abraham. “Terimakasih. Semoga Allah memberikan pertolongan kepadamu saat kau sedang mengalami kesulitan.” ujar pemuda itu sambil tersenyum. “Jangan berterima kasih kepadaku wahai pemuda! Berterima kasihlah kepada Allah. Kalau bukan karena kedua burung suradi kirimanNya, aku pasti tidak akan menolongmu.” ujar Abraham
Seorang laki-laki tua separuh baya dengan jenggot berwarna putih menjuntai sedang menggelar tikar. Namanya adalah Abraham. Abraham adalah orang yang bertempat tinggal berpindah-pindah. Kini, Ia sedang tinggal di tepi hutan yang lebat. Dengan hanya berbekal sepotong roti gandum, Ia duduk di atas tikarnya dengan tenang. Karena saat itu Ia sedang lapar, Ia menyantap roti gandumnya. Belum sempat menyantapnya, tiba-tiba datang dua ekor burung suradi merebut rotinya.
Kedua burung itu lalu terbang melewati daun-daun pohon di atas kepala Abraham. Karena Ia tidak bisa menahan lapar perutnya, ia mengejar kedua burung itu. Kedua burung suradi itu membawanya ke tengah-tengah hutan lebat itu. Lalu pada akhirnya, mereka berhenti di sebuah pohon yang besar, yang di bawahnya terdapat seorang pemuda laki-laki yang diikat kedua kakinya dan kedua pergelangan tangannya. Kedua burung suradi itu memotong-motong roti gandum itu dengan paruhnya di atas dada pemuda itu. Lalu mereka menyuapi pemuda itu dengan paruhnya. Abraham mendekati pemuda itu dan bertanya,
“Apakah kedua burung itu peliharaanmu?”
“Sudah kuduga kau akan mengira seperti itu. Tetapi tidak.” kata pemuda itu dengan lemah.
“Tetapi bagaimana bisa mereka menurut kepadamu seakan-akan kau ini pemiliknya? Aku baru pertama kali melihat ada seekor binatang yang lebih memilih memberi makanan kepada manusia daripada dirinya.” ujar Abraham kebingungan.
“Aku tidak tahu.” ucap pemuda itu dengan lembut.
“Apa yang terjadi kepadamu? Mengapa kau diikat seperti ini?” tanya Abraham.
“Aku adalah seorang pedagang kurma di pasar. Suatu hari, ada sekelompok orang yang menodong para penjual di pasar. Saat itu, aku belum mempunyai uang karena belum ada yang membeli kurmaku. Lalu aku dipukul, diasingkan, dan diikat di sini.” kata pemuda itu dengan sedih.
“Pada saat itu aku tertidur dan terbangun beberapa jam sesudahnya karena mendengar suara adzan. Dan, suara adzan itu terdengar sangat dekat dari sisi kananku. Suaranya sangat indah. Aku lihat sekelilingku, tidak ada orang yang sedang adzan. Hanya ada pohon-pohon dan dua ekor burung suradi di sisi kananku. Aku dekatkan telingaku ke salah satu burung suradi tersebut. Percaya atau tidak, ternyata sumber suara adzan yang indah tersebut berasal dari burung suradi itu.” gumam pemuda itu. Abraham sangat terkesan mendengar ceritanya.
“Lalu aku laksanakan salat maghrib yang aku tahu karena matahari berada di batas tenggelam. Setelah itu ditambah dua rakaat sunah hajat. Dan aku berdoa kepada Allah agar aku diberi makanan karena aku lapar.” kata pemuda itu sambil menatap langit.
“Tiba-tiba dua burung suradi itu datang membawa kantung besar dari kain. Aku tidak tahu kapan mereka pergi. Tetapi yang aku tahu, mereka datang membawa kantung besar itu. Mereka jatuhkan kantung itu di dadaku. Seketika itu juga mereka membukanya dan ternyata di dalamnya adalah kurma. Mereka lalu menyuapiku dengan kurma itu. Sungguh aku tidak bisa berbuat apa-apa kepada Allah yang telah mengabulkan permintaanku kecuali hanya rasa syukur dan beribadah kepadaNya.” ujar pemuda itu sambil meneteskan air matanya.
“Lalu yang ketiga, setelah aku makan satu seperempat dari isi kantung besar itu, salah satu burung suradi itu mematuk-matukan paruhnya ke batang pohon yang aku sandarkan. Maha Besar Allah, muncullah pancaran air bersih nan suci dari batang pohon itu. Lalu, burung suradi yang satunya menadahi airnya dengan daun. Dan, Ia tuangkan air segar itu ke mulutku. Sungguh nikmatnya. Lalu setelah tiga kali mereka menuangkan air ke mulutku, tiba-tiba, luka hasil pukulan para penodong yang ada di sekujur tubuhku, semua hilang. Bersih seperti kulitku yang semulanya.” katanya sambil menyentuh tangannya yang sekarang halus tanpa luka sedikitpun.
“Mereka..” kata pemuda itu sambil menunjuk kedua burung itu dengan jari telunjuknya.
“Setiap hari melakukan ketiga hal yang telah aku ceritakan. Mereka tidak pernah memakan-makanan yang mereka dapatkan untukku selama lima hari ini.” ujarnya.
“Jadi, apa yang membuat Allah begitu sayang kepadamu?” tanya Abraham kepadanya.
“Aku melaksanakan apa yang diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya. Salat lima waktu, bersedekah, bersilaturahmi, menjauhi sifat yang dibenciNya. Ditambah lagi, aku melaksanakan salat tahajud 2 rakaat setiap hari.” jawabnya dengan lemah lembut. Karena Abraham telah menaruh kepercayaan kepada pemuda itu, Ia memotong tali yang mengikat pemuda itu dengan pisau saku milik Abraham.
“Terimakasih. Semoga Allah memberikan pertolongan kepadamu saat kau sedang mengalami kesulitan.” ujar pemuda itu sambil tersenyum.
“Jangan berterima kasih kepadaku wahai pemuda! Berterima kasihlah kepada Allah. Kalau bukan karena kedua burung suradi kirimanNya, aku pasti tidak akan menolongmu.” ujar Abraham