Ayah, airmataku bermain main diatas kertas Ditemani pena yang menari - nari Meninggalkan jejak tinta di kertas berhelai Aku rindu padamu Ayah.
Mengapa waktu tak kunjung menyerah Sehingga takdir memberikan keindahan pertemuan Bukankah tak semua harta membahagiakan Terlebih ketika kesepian merajut sendu
Ayah, jangan biarkan aku sendiri Karena memang aku tak sanggup sunyi Menerkam hampa Di dalam jiwa tanpa sang Imam keluarga
Tetasan air menyerbu bumi Memaksa sang awan menangis Semantara butiran - butiran bening menari diatas tanah Petir tak berbicara banyak Hanya angin yang berlari menerjang alam
Hujan kala itu, Tak terhenti oleh keumuman waktu Seperti hasrat yang lama tak tertuang Hujan menyiram bumi Bernyanyi dengan suaranya yang gemericik
Hujan kala itu, Meratakan sisian padi Menutup jalan menjadi lautan Alam tertawa menghina
Inilah ulahmu wahai manusia Air yang kau minum setiap waktu berbalik menyengsarakanmu Karena Tak kau Jaga alammu
Ayah, airmataku bermain main diatas kertas
Ditemani pena yang menari - nari
Meninggalkan jejak tinta di kertas berhelai
Aku rindu padamu Ayah.
Mengapa waktu tak kunjung menyerah
Sehingga takdir memberikan keindahan pertemuan
Bukankah tak semua harta membahagiakan
Terlebih ketika kesepian merajut sendu
Ayah, jangan biarkan aku sendiri
Karena memang aku tak sanggup sunyi
Menerkam hampa
Di dalam jiwa tanpa sang Imam keluarga
1. Hujan Kala Itu
Tetasan air menyerbu bumi
Memaksa sang awan menangis
Semantara butiran - butiran bening menari diatas tanah
Petir tak berbicara banyak
Hanya angin yang berlari menerjang alam
Hujan kala itu,
Tak terhenti oleh keumuman waktu
Seperti hasrat yang lama tak tertuang
Hujan menyiram bumi
Bernyanyi dengan suaranya yang gemericik
Hujan kala itu,
Meratakan sisian padi
Menutup jalan menjadi lautan
Alam tertawa menghina
Inilah ulahmu wahai manusia
Air yang kau minum setiap waktu
berbalik menyengsarakanmu
Karena Tak kau Jaga alammu