Ujian akhir semester ini telah berakhir. Sesuai janji ayah, jika ujian selesai, kita akan berwisata ke Jogjakarta. Jogjakarta adalah kota yang selalu kurindukan. Banyak tempat wisatanya yang sangat terkenal, sering masuk televisi, dan menjadi setting film dan sinetron. Tidak hanya di dalam negeri, bahkan sampai ke mancanegara. Jogjakarta juga dikenal sebagai tempat tujuan pariwisata paling populer kedua setelah Bali.
Meskipun masih satu pulau, pulau Jawa, aku belum pernah kesana. Nama kota kita bahkan tidak jauh beda dengan Jogjakarta. Sedangkan kotaku, Jakarta. Terbentang jarak sekitar 300 km dari sini.
Rencana ayah, kita akan berlibur disana selama 2 hari. Ayah telah memesan tiket kereta dan hotel disana. Ayah pasti memperhitungkan biaya yang akan kita habiskan, sehingga hanya memesan sekali menginap di hotel. Dengan cara ini, kita tidak perlu membawa banyak perlengkapan, seperti baju yang berlebihan.
Pada hari keberangkatan, hari jumat malam, kereta Senja Utama Yogyakarta berangkat setelah isya dari stasiun keberangkatan Gambir. Sampai stasiun Tugu Jogjakarta subuh hari. Perjalanan di kereta sangat nyaman. Meskipun ayah hanya memesan kereta kelas ekonomi, kita bisa dapat tempat duduk bertiga dalam satu bangku. Tidak ada yang berdiri seperti yang ditampilkan televisi setiap lebaran. Oleh ayah, aku disuruh tidur sambil duduk, karena esok hari kita langsung menikmati Malioboro, dan baru check-in hotel jam satu siang.
Sampai di Jogjakarta, terdengar lonceng khas stasiun. Tepatnya di stasiun Tugu. Fasilitasnya yang lengkap bagus, sehingga kita bisa membersihkan diri cukup di stasiun. Kata ayah kita sedang backpacking. Aku tidak tau pasti apa artinya. Tapi ayah cuma menyebutkan kita sedang berwisata murah.
Keluar dari stasiun Tugu, langsung disambut oleh suasana khas Jogjakarta. Aku tidak tahu yang tepat itu Jogjakarta atau Yogyakarta. Tapi, aku lebih sering mendengar kata "Jogja" daripada "Yogya". Stasiun Tugu ternyata adalah ujung utara jalan Malioboro. Aku, ayah, dan ibu akhirnya menyepakati tawaran tukang becak yang menawarkan keliling Malioboro.
Di atas becak, aku melihat berderet-deret ruko yang di depannya orang jualan kaki lima. Tak jarang kita berpapasan dengan delman yang ditarik kuda. Ketika kutanyakan kepada ayah mengapa kita tidak berjalan saja. Ayah menjawab kita nanti kecapekan berdesakan, kalau mau beli oleh oleh besok saja di salah satu toko yang menjual lengkap semua barang di Malioboro. Tidak usah khawatir tidak bisa menawar.
Ayah menunjukkan di sisi kiri jalan itu adalah benteng Vredeburg sedangkan di seberangnya adalah Gedung Agung. Saat perang dulu, Indonesia pernah beribukota di Jogja, dan di Gedung Agunglah presiden Soekarno saat itu berkantor. Semakin takjub saja aku mendengar cerita ayah.
Becakku melaju terus sampai kulihat ada sebuah lapangan lebar. Sebagian dipakai parkir bus pariwisata. Kata ayah, lapangan itu yang dinamakan alun-alun. Di samping kanan ada Masjid Agung yang beberapa waktu lalu menjadi cerita film "Sang Pencerah". Becak akhirnya berhenti di depan hotel tempat kita menginap. Lokasinya tidak jauh dari alun-alun. Kata ayah, setelah kita beristirahat, kita bisa makan di Wijilan tempat gudeg yang terkenal itu.
Seharian penuh ayah dan ibu mengajakku menikmati daerah sekitar Malioboro, baik mengunjungi tempat bersejarah, maupun makan di tempat kuliner yang maknyus seperti kata Pak Bondan Winarno. Kata ayah, Pak Bondan juga pernah ke tempat ini. Makan gudeg yang rasanya tidak sekedar istimewa, tapi benar-benar maknyus. Di malam itu, kita sudah membeli oleh-oleh di Malioboro, baik bakpia, makanan tradisional lain, maupun cinderamata. Menurutku, malam ini adalah malam terhebat yang pernah aku rasakan. Jogjakarta benar-benar istimewa.
Besoknya kita pergi ke candi Prambanan dan Borobudur. Kita berangkat pagi-pagi benar agar bisa menikmati kedua obyek wisata tersebut. Tujuan kita terlebih dahulu ke candi Prambanan, setelah selesai menikmati candi "roro jonggrang" ini, kita langsung naik bus ke Borobudur.
Candi Borobudur juga tak kalah menariknya dibanding Prambanan. Malah candi ini yang telah dikunjungi pula oleh Richard Gere, dan bahkan Maria Sharapova. Itu aku tahu setelah diberi tahu oleh guide disana. Meski panas, tak menyurutkanku untuk mengelilingi candi, dan berusaha menyentuh patung di dalam stupa. Sebelum ashar ayah mengajak untuk segera kembali ke stasiun Tugu.
Jam keberangkatan kereta menuju ke Jakarta sekitar setelah isya. Kita tiba di stasiun Tugu sebelum magrib. Ayah mengajakku membersihkan badan dan sholat di kompleks stasiun, agar kita tidak terlambat. Karena keretaku tak berhenti lama. Badan capek, saatnya aku istirahat, dan memimpikan kapan aku ke Jogja lagi.
MENIKMATI INDAHNYA JOGJAKARTA
Ujian akhir semester ini telah berakhir. Sesuai janji ayah, jika ujian selesai, kita akan berwisata ke Jogjakarta. Jogjakarta adalah kota yang selalu kurindukan. Banyak tempat wisatanya yang sangat terkenal, sering masuk televisi, dan menjadi setting film dan sinetron. Tidak hanya di dalam negeri, bahkan sampai ke mancanegara. Jogjakarta juga dikenal sebagai tempat tujuan pariwisata paling populer kedua setelah Bali.
Meskipun masih satu pulau, pulau Jawa, aku belum pernah kesana. Nama kota kita bahkan tidak jauh beda dengan Jogjakarta. Sedangkan kotaku, Jakarta. Terbentang jarak sekitar 300 km dari sini.
Rencana ayah, kita akan berlibur disana selama 2 hari. Ayah telah memesan tiket kereta dan hotel disana. Ayah pasti memperhitungkan biaya yang akan kita habiskan, sehingga hanya memesan sekali menginap di hotel. Dengan cara ini, kita tidak perlu membawa banyak perlengkapan, seperti baju yang berlebihan.
Pada hari keberangkatan, hari jumat malam, kereta Senja Utama Yogyakarta berangkat setelah isya dari stasiun keberangkatan Gambir. Sampai stasiun Tugu Jogjakarta subuh hari. Perjalanan di kereta sangat nyaman. Meskipun ayah hanya memesan kereta kelas ekonomi, kita bisa dapat tempat duduk bertiga dalam satu bangku. Tidak ada yang berdiri seperti yang ditampilkan televisi setiap lebaran. Oleh ayah, aku disuruh tidur sambil duduk, karena esok hari kita langsung menikmati Malioboro, dan baru check-in hotel jam satu siang.
Sampai di Jogjakarta, terdengar lonceng khas stasiun. Tepatnya di stasiun Tugu. Fasilitasnya yang lengkap bagus, sehingga kita bisa membersihkan diri cukup di stasiun. Kata ayah kita sedang backpacking. Aku tidak tau pasti apa artinya. Tapi ayah cuma menyebutkan kita sedang berwisata murah.
Keluar dari stasiun Tugu, langsung disambut oleh suasana khas Jogjakarta. Aku tidak tahu yang tepat itu Jogjakarta atau Yogyakarta. Tapi, aku lebih sering mendengar kata "Jogja" daripada "Yogya". Stasiun Tugu ternyata adalah ujung utara jalan Malioboro. Aku, ayah, dan ibu akhirnya menyepakati tawaran tukang becak yang menawarkan keliling Malioboro.
Di atas becak, aku melihat berderet-deret ruko yang di depannya orang jualan kaki lima. Tak jarang kita berpapasan dengan delman yang ditarik kuda. Ketika kutanyakan kepada ayah mengapa kita tidak berjalan saja. Ayah menjawab kita nanti kecapekan berdesakan, kalau mau beli oleh oleh besok saja di salah satu toko yang menjual lengkap semua barang di Malioboro. Tidak usah khawatir tidak bisa menawar.
Ayah menunjukkan di sisi kiri jalan itu adalah benteng Vredeburg sedangkan di seberangnya adalah Gedung Agung. Saat perang dulu, Indonesia pernah beribukota di Jogja, dan di Gedung Agunglah presiden Soekarno saat itu berkantor. Semakin takjub saja aku mendengar cerita ayah.
Becakku melaju terus sampai kulihat ada sebuah lapangan lebar. Sebagian dipakai parkir bus pariwisata. Kata ayah, lapangan itu yang dinamakan alun-alun. Di samping kanan ada Masjid Agung yang beberapa waktu lalu menjadi cerita film "Sang Pencerah". Becak akhirnya berhenti di depan hotel tempat kita menginap. Lokasinya tidak jauh dari alun-alun. Kata ayah, setelah kita beristirahat, kita bisa makan di Wijilan tempat gudeg yang terkenal itu.
Seharian penuh ayah dan ibu mengajakku menikmati daerah sekitar Malioboro, baik mengunjungi tempat bersejarah, maupun makan di tempat kuliner yang maknyus seperti kata Pak Bondan Winarno. Kata ayah, Pak Bondan juga pernah ke tempat ini. Makan gudeg yang rasanya tidak sekedar istimewa, tapi benar-benar maknyus. Di malam itu, kita sudah membeli oleh-oleh di Malioboro, baik bakpia, makanan tradisional lain, maupun cinderamata. Menurutku, malam ini adalah malam terhebat yang pernah aku rasakan. Jogjakarta benar-benar istimewa.
Besoknya kita pergi ke candi Prambanan dan Borobudur. Kita berangkat pagi-pagi benar agar bisa menikmati kedua obyek wisata tersebut. Tujuan kita terlebih dahulu ke candi Prambanan, setelah selesai menikmati candi "roro jonggrang" ini, kita langsung naik bus ke Borobudur.
Candi Borobudur juga tak kalah menariknya dibanding Prambanan. Malah candi ini yang telah dikunjungi pula oleh Richard Gere, dan bahkan Maria Sharapova. Itu aku tahu setelah diberi tahu oleh guide disana. Meski panas, tak menyurutkanku untuk mengelilingi candi, dan berusaha menyentuh patung di dalam stupa. Sebelum ashar ayah mengajak untuk segera kembali ke stasiun Tugu.
Jam keberangkatan kereta menuju ke Jakarta sekitar setelah isya. Kita tiba di stasiun Tugu sebelum magrib. Ayah mengajakku membersihkan badan dan sholat di kompleks stasiun, agar kita tidak terlambat. Karena keretaku tak berhenti lama. Badan capek, saatnya aku istirahat, dan memimpikan kapan aku ke Jogja lagi.