Renville harus memutuskan pasukan RI dari daerah-daerah yang berada di dalam garis Van Mook harus pindah ke daerah yang dikuasai RI untuk menepati janjinya bagi Kartosuwiryo. Mengapa, saat pasukan Siliwangi ini kembali balik ke Jawa Barat, Kartosuwiryo tidak mau mengakui mereka kecuali mereka mau bergabung dengan DI/TII
Keputusan pasukan RI untuk memutuskan pasukan dari daerah-daerah yang berada di dalam garis Van Mook dan memindahkannya ke daerah yang dikuasai RI adalah bagian dari Perjanjian Renville. Namun, Kartosuwiryo dan gerakan Darul Islam (DI) atau Tentera Islam Indonesia (TII) memiliki motivasi dan agenda mereka sendiri.
Kartosuwiryo dan DI/TII berharap untuk mendirikan negara Islam yang independen di Indonesia dan melihat pemerintah RI sebagai sekutu Barat yang tidak memenuhi tujuan mereka. Ketika pasukan Siliwangi dari daerah Garis Van Mook kembali ke Jawa Barat, Kartosuwiryo mungkin tidak mau mengakui mereka kecuali mereka mau bergabung dengan DI/TII karena:
1. Ideologi Berbeda: DI/TII mempromosikan ideologi Islam yang keras, sementara pemerintah RI menganut paham nasionalisme sekuler. Kartosuwiryo dan pengikutnya mungkin melihat pasukan Siliwangi sebagai bagian dari pemerintah RI yang dianggap bertentangan dengan visi mereka untuk negara Islam.
2. Kepercayaan dan Loyalitas: Kartosuwiryo dan DI/TII mungkin menganggap bahwa pasukan Siliwangi yang kembali harus membuktikan loyalitas mereka terhadap ideologi Islam dan visi negara yang diusung oleh DI/TII sebelum diterima atau diakui sebagai bagian dari gerakan mereka.
3. Ketegangan Politik: Selama masa konflik tersebut, terdapat ketegangan politik dan persaingan antara berbagai kelompok dan faksi. Kartosuwiryo dan DI/TII mungkin memiliki tujuan politik dan militer tertentu yang mengarahkan mereka untuk memastikan bahwa pasukan yang datang dari luar bergabung dengan mereka sesuai dengan agenda mereka.
Jadi, faktor-faktor ideologi, kepercayaan, dan dinamika politik selama masa tersebut mungkin menjelaskan mengapa Kartosuwiryo dan DI/TII tidak dengan mudah mengakui pasukan Siliwangi yang kembali, kecuali jika mereka bersedia bergabung dengan gerakan mereka.
Keputusan pasukan RI untuk memutuskan pasukan dari daerah-daerah yang berada di dalam garis Van Mook dan memindahkannya ke daerah yang dikuasai RI adalah bagian dari Perjanjian Renville. Namun, Kartosuwiryo dan gerakan Darul Islam (DI) atau Tentera Islam Indonesia (TII) memiliki motivasi dan agenda mereka sendiri.
Kartosuwiryo dan DI/TII berharap untuk mendirikan negara Islam yang independen di Indonesia dan melihat pemerintah RI sebagai sekutu Barat yang tidak memenuhi tujuan mereka. Ketika pasukan Siliwangi dari daerah Garis Van Mook kembali ke Jawa Barat, Kartosuwiryo mungkin tidak mau mengakui mereka kecuali mereka mau bergabung dengan DI/TII karena:
1. Ideologi Berbeda: DI/TII mempromosikan ideologi Islam yang keras, sementara pemerintah RI menganut paham nasionalisme sekuler. Kartosuwiryo dan pengikutnya mungkin melihat pasukan Siliwangi sebagai bagian dari pemerintah RI yang dianggap bertentangan dengan visi mereka untuk negara Islam.
2. Kepercayaan dan Loyalitas: Kartosuwiryo dan DI/TII mungkin menganggap bahwa pasukan Siliwangi yang kembali harus membuktikan loyalitas mereka terhadap ideologi Islam dan visi negara yang diusung oleh DI/TII sebelum diterima atau diakui sebagai bagian dari gerakan mereka.
3. Ketegangan Politik: Selama masa konflik tersebut, terdapat ketegangan politik dan persaingan antara berbagai kelompok dan faksi. Kartosuwiryo dan DI/TII mungkin memiliki tujuan politik dan militer tertentu yang mengarahkan mereka untuk memastikan bahwa pasukan yang datang dari luar bergabung dengan mereka sesuai dengan agenda mereka.
Jadi, faktor-faktor ideologi, kepercayaan, dan dinamika politik selama masa tersebut mungkin menjelaskan mengapa Kartosuwiryo dan DI/TII tidak dengan mudah mengakui pasukan Siliwangi yang kembali, kecuali jika mereka bersedia bergabung dengan gerakan mereka.