Terjemahkan Dalam Bahasa Inggris
Remaja, Narkoba dan Cita-cita
Sejak masih muda hingga saat ini (26 tahun), sudah puluhan fase yang dilalui oleh Johni. Jika mengingat fase-fase itu, Johni mengira bahwa ia terkena skizofrenia atau penyakit semacam itu. ?Siapapun pasti setuju bila dikatakan bahwa menjadi orang muda tidaklah segampang dan seenak kelihatannya,? ujar Johni.
Umur sepuluh tahun Johni bercita-cita menjadi guru, lalu insinyur. Tapi cita-cita itu kandas karena kemudian ia tahu bahwa insinyur pun banyak yang nganggur. Pada saat duduk di bangku SMP, Johni bercita-cita menjadi yakuza karena terobsesi tato naga dan film tembak-tembakan yang ditonton bersama teman-temannya. Ketika kelas tiga SMP Johni mulai berpikir untuk meniti karier menjadi assasin, karena kedengarannya keren – lagipula pada tahun 1998 ketika reformasi bergulir, cita-cita menjadi menteri atau seperti BJ Habibie tidaklah relevan.
Saat kawan-kawannya ditanya tentang cita-cita, mereka menjawabnya dengan antusiasme berlebihan. Guru, presiden, insinyur, tentara, PNS, dan karier-karier yang menjanjikan kemapanan. Tapi sepulang sekolah mereka pesta ganja, ke sekolah aja bawa pil BK, setiap bulan kena razia. Johni berpikir saat itu, betapa percumanya punya cita-cita.
Di bangku SMK Johni memutuskan untuk menjadi anak baik-baik. Tidak ikut-ikutan merokok, tidak pacaran, karena masuk Seni Rupa ITB adalah sebuah impian yang memerlukan perjuangan maha dahsyat. Kegagalan masuk ITB, membawa Johni ke petualangan baru yaitu masuk ke dalam kehidupan jalanan kota Bandung. Ternyata sangat mudah mendapatkan satu paket gele (ganja), beli saja di warung rokok. Minuman keras berkeliaran setiap malam minggu. Johni masih ingat, waktu itu topi miring dioplos dengan bir. Kadang anggur putih atau vodka. Lucunya, mereka minum di sebuah lahan kosong tepat di samping Polsek. Kadang anak muda memang seperti kecoak yang punya indera keenam di punggungnya. Langsung tahu jika ada gerakan mencurigakan di seputar tubuhnya.
Johni terjerumus ke dalam pergaulan jalanan, karena faktor frustasi yang ditunjang dengan lingkungan dan pergaulan jalanan. Lingkungan memang merupakan stimulan terhebat. Dan remaja adalah bunglon dengan kemampuan meniru paling jitu. Sayangnya, kemampuan itu tidak disertai dengan filter yang memadai, jadinya cuma ilmu sapi. Ngikut doang tanpa tahu tujuan dan akibatnya.
Remaja dianggap sebagai masa rentan sehubungan banyaknya perubahan yang terjadi pada dirinya (fisik dan emosional). Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang mampu mengendalikan dirinya (tidak mengikuti dorongan yang meletup-letup) ternyata lebih bisa terhindar dari masalah narkoba.
Kematangan emosi juga terkait dengan bagaimana mereka mengatasi persoalan yang muncul. Mereka yang mampu menyelesaikan persoalan dengan kepala dingin ternyata lebih terhindar dari bahaya narkoba.
Membiasakan remaja untuk mampu mengambil keputusan secara rasional dan mandiri merupakan salah satu cara yang sangat disarankan untuk para orang tua.
Hal yang paling menarik yang ditemukan pada penelitian ini adalah jawaban responden terhadap apa yang membuat mereka tidak mau bereksperimen dengan narkoba. Mulai dari? takut masuk neraka? atau? takut Tuhan marah? sampai ke keyakinan remaja bahwa? narkoba itu kan dosa?.
Dasar iman pada diri remaja adalah salah satu faktor protektif terandal. Iman diyakini remaja dapat membawa mereka kepada keluhuran budi dan moralitas. Remaja mengakui kesetiaan mereka terhadap iman yang mereka pilih membawa sejahtera dan damai di hati. Ini adalah hal pribadi yang tidak dapat dipungkiri. Memang, kebenaran yang didasari iman itu akan tertanam dalam hati kita dan kelak menjadi lentera yang menerangi jalan ketika kita menghadapi tantangan dan pilihan dalam hidup.
Tingkat spiritual ini tentunya menjadi pedoman bagi remaja untuk membuat pilihan-pilihan bijaksana mulai dari dunia online sampai kepada pilihan mengenai narkoba.
Sebagian besar remaja tahu membedakan yang baik dan buruk karena mereka memiliki faktor protektif alami dalam diri mereka. Selama mereka tidak mengeraskan hati dan memungkiri kebenaran yang tertulis di hati mereka, harapan untuk Indonesia bebas narkoba masih ada.
Oleh karena itu, Pusat Pencegahan Badan Narkotika Nasional, mengembangkan metode pencegahan yang diimplementasikan dengan kegiatan alternatif dalam bentuk olahraga atau berkesenian seperti teater, musik dan tari untuk mengasah kepekaan jiwa, rasa dan naluri. Dengan olah raga tentunya bisa mendorong mereka bergaya hidup sehat. ?Semua itu merupakan kegiatan alternatif yang bisa menjadi sarana bagi para remaja untuk tidak terjerat pada narkoba. Kegiatan alternatif sangat penting bagi anak-anak pelajar ataupun mahasiswa. Karena ini nantinya akan berkaitan dengan metode komunikasi dan informasi yang efektif tentang anti penyalahgunaan narkoba.
Teenagers, Drugs and Ideas
Since he was young, until now (26 years), there have been dozens of phases through which Johni passed. When remembering these phases, Johni thought that he had schizophrenia or such diseases. "Anyone would agree if it was said that being a young person is not as easy and easy as it seems?" Johni said.
Ten years old Johni aspires to be a teacher, then an engineer. But the ideals ran aground because later he knew that many engineers were unemployed. When he was in junior high school, Johni aspired to become a yakuza because he was obsessed with dragon tattoos and shooting films that were watched with his friends. When the third grade of junior high school Johni began to think about pursuing a career as an assassin, because it sounded cool - after all, in 1998 when the reform was rolling, the ideals of being a minister or like BJ Habibie were irrelevant.
When their friends were asked about their ideals, they answered with excessive enthusiasm. Teachers, presidents, engineers, soldiers, civil servants, and promising careers. But after school they throw a marijuana party, go to school, take BK pills, get raids every month. Johni thought at that time, how triumphant had ideals.
On the bench, Vocational High School Johni decided to be a good child. Do not join in smoking, not dating, because entering the ITB Fine Arts is a dream that requires a tremendous struggle. Failure to enter ITB, bringing Johni to a new adventure is to enter the street life of Bandung. It turned out that it was very easy to get one package of gele (marijuana), just buy it in a cigarette shop. Liquor wanders every night of the week. Johni still remembers, at that time a tilted hat was mixed with beer. Sometimes white wine or vodka. The funny thing is, they drink in an empty land right next to the police station. Sometimes young people are like cockroaches that have a sixth sense on their back. Directly know if there are suspicious movements around his body.
Johni fell into the streets, because of frustration which was supported by the environment and street relations. Environment is indeed the greatest stimulant. And teenagers are chameleons with the most effective imitation skills. Unfortunately, that ability is not accompanied by an adequate filter, so it is only the science of cattle. Follow me without knowing the purpose and consequences.
Teenagers are considered as a vulnerable period due to the many changes that occur in themselves (physical and emotional). The results showed that adolescents who were able to control themselves (not following a burst of encouragement) turned out to be more able to avoid drug problems.)
Emotional maturity is also related to how they deal with problems that arise. Those who are able to solve problems with cold heads are more likely to avoid the dangers of drugs.
Getting teenagers to be able to make decisions rationally and independently is one of the most recommended ways for parents.
The most interesting thing found in this study is the respondent's answer to what makes them unwilling to experiment with drugs. Starting from? afraid of going to hell? or? afraid of God angry? get to the teenage belief that? drug is a sin?
The basis of faith in adolescents is one of the most reliable protective factors. Faith is believed by adolescents to bring them to nobility and morality. Teenagers acknowledge their loyalty to the faith they choose to bring prosperity and peace to their hearts. This is a personal thing that cannot be denied. Indeed, truth based on that faith will be embedded in our hearts and later become lanterns that light the way when we face challenges and choices in life.
This spiritual level is certainly a guide for teenagers to make wise choices ranging from the online world to the choice of drugs.
Most teenagers know to distinguish between good and bad because they have a natural protective factor in them. As long as they do not harden their hearts and deny the truth written in their hearts, hope for drug-free Indonesia still exists.
Therefore, the National Narcotics Agency's Prevention Center develops prevention methods that are implemented with alternative activities in the form of sports or arts such as theater, music and dance to hone the sensitivity of the soul, taste and instinct. With sports, it can certainly encourage them to live a healthy lifestyle. "All of these are alternative activities that can be a means for teenagers not to get caught up in drugs. Alternative activities are very important for children of students or students. Because this will be related to effective methods of communication and information about anti-drug abuse.