gumantinr
Abstrak: Setiap rasa di setiap saat adalah cinta, selalu dan untuknya tak dapat tergantikan. Seperti hembusan angin membelaiku mesra, serasa terbuai meyakinkan tentang taburan mimpi yang bersahaja. Teringat, mengingat, menghayalkan adalah hayalku bersamanya, melebur rindu hingga tak mampu untuk berpaling.
orientasi:
Aku merasa cerita hidup takkan sempurna bila tanpanya menuliskan kisah cinta karena satu cinta yang tersaji mengikat hati dan takkan rapuh bila dua yang merayu. Untuknya satu cinta tak akan beganti walau bidadari merayu menduakannya. Tak dapat dimunafikkan adalah rasa pada satu sapa dan satu raga yang tak mampu untukku sekedar berpaling karena bernafas pun serasa harum nafasnya yang terasakan, menatap adalah wajahnya yang tak mampu sekedar aku palingkan.
Bila itu yang terjadi, keinginan untuk menekuk hari mememutar secepat mungkin waktu karena hanya bui bantal guling menemani bila sendiri menyendiri di kamar. Menyentuh senyum dari foto yang menghias diding kamar tanpa dalil membuatku semakin rindu.
“Rendi, Rendi,” terdengar sapa dan ketuk pintu, aku pun keluar kamar dan Shekarlah yang datang ketika aku buka pintu.
“Rendi, ikut aku ya. Hari ini aku ingin menikmati keindahan pantai dan melihat matahari terbenam,” katanya.
....
Anggukan kepala mengisyaratkan ia. “Shekar, biarlah alam raya ini bersaksi dan pantai menyaksikan aku dan dirimu berucap saling cinta untuk setia,” kataku dan sesaat itu Shekar menyandarkan kepalanya di bahuku dan tangannya memegang tanganku menikmati dan menanti matahari berganti malam.
komplikasi:
“Rendi,” sapa Yuli yang menghampiri kita.
“Kamu?,” kataku dan aku pun bersalaman. “Oya, kenalin ini Shekar pacarku,” kataku dan meraka akhirnya berkenalan.
“Rendi, ada sesuatu yang harus aku omongin dan kalau boleh empat mata saja,” katanya dan setelah diizinkan oleh Shekar kita menjauh dan berbicara. “Aku cuma mau ngasih tahu sebelum terlambat, cewekmu itu tidak akan bisa hamil karena rahimnya diangkat bersama tumor yang bersarang di dalamnya.”
“Sudahlah, jangan mengada-ada. Lagian kamu tahu dari mana. Aku mohon jangan berusaha merusak hubungan aku dengan Shekar,” tegasku.
“Aku tidak bermaksud ikut campur hubunganmu, lagian aku tak mencintaimu. Sebagai teman aku cuma memberitahukan yang sebenarnya terjadi. Oya, aku tahu dari bapak karena bapakku adalah tim dokter yang mengoperasi dia, dan dia juga sering memeriksakan kesehatannya ke bapakku,” katanya. “Kamu pikirkan itu sebelum melangkah lebih jauh,” tambahnya dan setelah itu dia pergi dan aku hanya bisa duduk tertunduk menatap dengan tatapan kosong.
evaluasi:
“Rendi, kenapa bengong?” sapa Shekar yang menghampiriku dan duduk di sampingku. Secepatnya aku tersenyum menutupi yang sebenarya dan mengalihkan perhatian. “Cobalah lihat ke barat, mataharinya melukiskan jingga. Shekar, aku ingin kita selalu bersama menikmati keindahan dan bahkan keinginanku sampai punya anak, kita akan tetap seperti ini, bertiga menikmati keindahan” kataku yang mencoba memanfaatkan keadaan.
...
“Perlu kamu ketahui, aku tidak bisa memenuhi keinginanmu. Jika nanti kita menikah, aku tidak akan punya anak, rahimku telah diangkat karena tumor. Maafkan aku telah berbohong tentangku yang sebenarnya, sekarang terserah kepadamu,” katanya dengan tangisnya
resolusi: Aku pun memegang tangannya dan menarik di dadaku. “Aku memulai cinta ini dengan bismillah dan tak mungkin berhenti sebelum amin mengamini. Jadi tak ada alasan untukku meninggalkanmu sebelum Tuhan mengamini semua mimpi-mimpiku untuk bersamamu mengikat janji suci dengan ikatan halal. Jantung ini berdetak serasa separuh jantung adalah jantungmu. Mata ini, jika kau tatap ada ketulusan. Peluklah aku rasakan kesungguhan. Shekar, masalah anak itu belakangan, yang terpenting adalah bagaimana kita sebisa mungkin menikmati pelaminan bersama” rayuku meyakinkannya.
koda:
Senyum begitulah yang terlihat ketika aku mengusap air matanya. “Jangan pernah tinggalkan aku” katanya sambil memelukku. “Jangan khianati aku,” begitulah pintaku.
Setiap rasa di setiap saat adalah cinta, selalu dan untuknya tak dapat tergantikan. Seperti hembusan angin membelaiku mesra, serasa terbuai meyakinkan tentang taburan mimpi yang bersahaja. Teringat, mengingat, menghayalkan adalah hayalku bersamanya, melebur rindu hingga tak mampu untuk berpaling.
orientasi:
Aku merasa cerita hidup takkan sempurna bila tanpanya menuliskan kisah cinta karena satu cinta yang tersaji mengikat hati dan takkan rapuh bila dua yang merayu. Untuknya satu cinta tak akan beganti walau bidadari merayu menduakannya. Tak dapat dimunafikkan adalah rasa pada satu sapa dan satu raga yang tak mampu untukku sekedar berpaling karena bernafas pun serasa harum nafasnya yang terasakan, menatap adalah wajahnya yang tak mampu sekedar aku palingkan.
Bila itu yang terjadi, keinginan untuk menekuk hari mememutar secepat mungkin waktu karena hanya bui bantal guling menemani bila sendiri menyendiri di kamar. Menyentuh senyum dari foto yang menghias diding kamar tanpa dalil membuatku semakin rindu.
“Rendi, Rendi,” terdengar sapa dan ketuk pintu, aku pun keluar kamar dan Shekarlah yang datang ketika aku buka pintu.
“Kamu, silahkan masuk,” kataku sambil mempersilahkan duduk.
“Rendi, ikut aku ya. Hari ini aku ingin menikmati keindahan pantai dan melihat matahari terbenam,” katanya.
....
Anggukan kepala mengisyaratkan ia. “Shekar, biarlah alam raya ini bersaksi dan pantai menyaksikan aku dan dirimu berucap saling cinta untuk setia,” kataku dan sesaat itu Shekar menyandarkan kepalanya di bahuku dan tangannya memegang tanganku menikmati dan menanti matahari berganti malam.
komplikasi:
“Rendi,” sapa Yuli yang menghampiri kita.
“Kamu?,” kataku dan aku pun bersalaman. “Oya, kenalin ini Shekar pacarku,” kataku dan meraka akhirnya berkenalan.
“Rendi, ada sesuatu yang harus aku omongin dan kalau boleh empat mata saja,” katanya dan setelah diizinkan oleh Shekar kita menjauh dan berbicara. “Aku cuma mau ngasih tahu sebelum terlambat, cewekmu itu tidak akan bisa hamil karena rahimnya diangkat bersama tumor yang bersarang di dalamnya.”
“Sudahlah, jangan mengada-ada. Lagian kamu tahu dari mana. Aku mohon jangan berusaha merusak hubungan aku dengan Shekar,” tegasku.
“Aku tidak bermaksud ikut campur hubunganmu, lagian aku tak mencintaimu. Sebagai teman aku cuma memberitahukan yang sebenarnya terjadi. Oya, aku tahu dari bapak karena bapakku adalah tim dokter yang mengoperasi dia, dan dia juga sering memeriksakan kesehatannya ke bapakku,” katanya. “Kamu pikirkan itu sebelum melangkah lebih jauh,” tambahnya dan setelah itu dia pergi dan aku hanya bisa duduk tertunduk menatap dengan tatapan kosong.
evaluasi:
“Rendi, kenapa bengong?” sapa Shekar yang menghampiriku dan duduk di sampingku.
Secepatnya aku tersenyum menutupi yang sebenarya dan mengalihkan perhatian. “Cobalah lihat ke barat, mataharinya melukiskan jingga. Shekar, aku ingin kita selalu bersama menikmati keindahan dan bahkan keinginanku sampai punya anak, kita akan tetap seperti ini, bertiga menikmati keindahan” kataku yang mencoba memanfaatkan keadaan.
...
“Perlu kamu ketahui, aku tidak bisa memenuhi keinginanmu. Jika nanti kita menikah, aku tidak akan punya anak, rahimku telah diangkat karena tumor. Maafkan aku telah berbohong tentangku yang sebenarnya, sekarang terserah kepadamu,” katanya dengan tangisnya
resolusi:
Aku pun memegang tangannya dan menarik di dadaku. “Aku memulai cinta ini dengan bismillah dan tak mungkin berhenti sebelum amin mengamini. Jadi tak ada alasan untukku meninggalkanmu sebelum Tuhan mengamini semua mimpi-mimpiku untuk bersamamu mengikat janji suci dengan ikatan halal. Jantung ini berdetak serasa separuh jantung adalah jantungmu. Mata ini, jika kau tatap ada ketulusan. Peluklah aku rasakan kesungguhan. Shekar, masalah anak itu belakangan, yang terpenting adalah bagaimana kita sebisa mungkin menikmati pelaminan bersama” rayuku meyakinkannya.
koda:
Senyum begitulah yang terlihat ketika aku mengusap air matanya. “Jangan pernah tinggalkan aku” katanya sambil memelukku. “Jangan khianati aku,” begitulah pintaku.