sabilyaa
Sultan Ageng Tirtayasa adalah putra Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. Ketika kecil, ia bergelar Pangeran Surya. Ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati.
Setelah kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah.
Nama Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang). Ia dimakamkan di Mesjid Banten. Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651 – 1682.
Ia memimpin banyak perlawanan terhadap Belanda. Masa itu, VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten.
Kemudian Tirtayasa menolak perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka.
Sultan Ageng Tirtayasa sejak muda sudah menaruh perhatian besar terhadap pengembangan agama Islam di Banten. Untuk mewujudkan keinginannya Sultan mendirikan pondok-pondok Pesantren di beberapa tempat dan menggiatkan pendidikan agama untuk keluarga raja dan masyarakat Banten. Beberapa buah masjid dan mushala dibangun sebagai tempat ibadah yang sekaligus mefasilitasi kegiatan dakwah dan syi’ar Islam.
Seorang ulama dari Makasar yang bernama Syekh Yusuf, yang kemudian menjadi menantu Sultan diangkat sebagai Mufti kerajaan yang sekaligus sebagai penasehat raja dibidang keagamaan. Sebagaimana Mataram, kerajaan Banten mempunyai hubungan persahabatan dengan penguasa Makkah Al Mukaramah, yang menganugerahkan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah bagi Sultan Ageng Tirtayasa. Selain membangun rohani akhlakul karimah rakyatnya, Sultan berusaha mensejahterakannya dengan mencetak sawah-sawah baru dan membuat sistim irigasi yang dimanfaatkan juga sebagai sarana jalan dari satu desa ke desa lainnya.
Sultan Ageng Tirtayasa mempunyai dua orang putera, yang sulung sebagai putera mahkota bernama Pangeran Gusti yang belakangan bergelar Sultan Haji, sedang adiknya bernama Pangeran Purbaya. Atas pesan ayahnya sebelum diangkat sebagai Sultan Muda dan diserahi beberapa tugas pemerintahan, Pangeran Gusti terlebih dahulu menunaikan ibadah haji. Disamping menunaikan ibadah kepergiannya ke tanah suci dimaksudkan untuk mendekatkan hubungan Banten dengan penguasa Masjidil Haram dan Ka’bah serta memperluas wawasan keIslamannya. Sementara Pangeran Purbaya mendapat kesempatan melaksanakan tugas sesuai wewenang yang mestinya menjadi tanggung jawab Pangeran Gusti.
Setelah kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah.
Nama Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang). Ia dimakamkan di Mesjid Banten. Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651 – 1682.
Ia memimpin banyak perlawanan terhadap Belanda. Masa itu, VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten.
Kemudian Tirtayasa menolak perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka.
Sultan Ageng Tirtayasa sejak muda sudah menaruh perhatian besar terhadap pengembangan agama Islam di Banten. Untuk mewujudkan keinginannya Sultan mendirikan pondok-pondok Pesantren di beberapa tempat dan menggiatkan pendidikan agama untuk keluarga raja dan masyarakat Banten. Beberapa buah masjid dan mushala dibangun sebagai tempat ibadah yang sekaligus mefasilitasi kegiatan dakwah dan syi’ar Islam.
Seorang ulama dari Makasar yang bernama Syekh Yusuf, yang kemudian menjadi menantu Sultan diangkat sebagai Mufti kerajaan yang sekaligus sebagai penasehat raja dibidang keagamaan. Sebagaimana Mataram, kerajaan Banten mempunyai hubungan persahabatan dengan penguasa Makkah Al Mukaramah, yang menganugerahkan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah bagi Sultan Ageng Tirtayasa. Selain membangun rohani akhlakul karimah rakyatnya, Sultan berusaha mensejahterakannya dengan mencetak sawah-sawah baru dan membuat sistim irigasi yang dimanfaatkan juga sebagai sarana jalan dari satu desa ke desa lainnya.
Sultan Ageng Tirtayasa mempunyai dua orang putera, yang sulung sebagai putera mahkota bernama Pangeran Gusti yang belakangan bergelar Sultan Haji, sedang adiknya bernama Pangeran Purbaya. Atas pesan ayahnya sebelum diangkat sebagai Sultan Muda dan diserahi beberapa tugas pemerintahan, Pangeran Gusti terlebih dahulu menunaikan ibadah haji. Disamping menunaikan ibadah kepergiannya ke tanah suci dimaksudkan untuk mendekatkan hubungan Banten dengan penguasa Masjidil Haram dan Ka’bah serta memperluas wawasan keIslamannya. Sementara Pangeran Purbaya mendapat kesempatan melaksanakan tugas sesuai wewenang yang mestinya menjadi tanggung jawab Pangeran Gusti.