02198657945
Cara dan Prosedur Perubahan Undang-Undang Dasar
Bahwa sesungguhnya suatu Undang-Undang Dasar pada hakekatnya hasil karya manusia sedangkan manusia itu sendiri mempunyai sifat dan pola tingkah laku yang dinamis karena dipengaruhi berbagai faktor, sehingga wajar terjadinya perubahan suatu Undang-Undang Dasar dalam suatu Undang-Undang Dasar.
“Berkenaan dengan perubahan Undang-Undang Dasar, Dr.G. Jelinneck mengemukakan pahamnya yang membedakan antara verfassungsanderung dan verfassungwandlung. Verfassungsanderung adalah perubahan Undang-Undang Dasar yang dilakukan dengan sengaja dan dengan cara yang disebut dalam Undang-Undang Dasar yang bersangkutan. Sedangkan verfassungwandlung ialah perubahan Undang-Undang Dasar dengan cara yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar, tetapi melalui cara-cara yang istimewa seperti revolusi, coup d’etat, convention, dan sebagainya”. )
Menurut K.C. Wheare, ada 4 (empat) cara kemungkinan yang akan terjadi terhadap perubahan suatu konstitusi atau Undang-Undang Dasar, dimana perubahan itu dilakukan/melalui: 1. Beberapa kekuatan yang bersifat primer (some primary forces); 2. Perubahan yang diatur dalam konstitusi (formal amendment); 3. Penafsiran secara hukum (judicial interpretation); 4. Kebiasaan dan kebiasaan yang terdapat dalam bidang ketatanegaraan (usage and convention)”. )
Menurut C. F. Strong dalam bukunya “Modern Political Constitution” halaman 46, ada empat cara perubahan Undang-Undang Dasar modern yang disebutnya dengan the four methods of modern constitutional amendments, yaitu:
1.By the ordinary legislature, but under certain restriction a.bahwa untuk melakukan perubahan terhadap suatu konstitusi the ordinary legislature dalam sidang-sidangnya harus dihadiri oleh paling sedikit fixed quorum members. Kemudian keputusan-keputusan itu disetujui oleh suara yang terbanyak yang ditentukan. Model ini dapat kita lihat dalam pasal 37 UUD 1945. b.bahwa sebelum perubahan dilakukan the ordinary legislature dibubarkan, kemudian diadakan pemilihan umum yang baru. Lembaga perwakilan rakyat yang baru inilah yang kemudian bertindak sebagai konstituante untuk mengubah konstitusi. Model ini dianut oleh Belgia, Norwegia dan Swedia. c.bahwa untuk mengubah konstitusi, dua lembaga perwakilan rakyat yang ada (dalam bicameral system), harus melakukan sidang gabungan sebagai suatu badan. Keputusan sidang gabungan mengenai perubahan konstitusi sah bila disetujui oleh suara terbanya (suara terbanyak mutlak atau suara terbanyak ditentukan) dari anggota-anggotanya.
2. By the people trough referendum Cara ini terjadi apabila perubahan konstitusi memerlukan adanya persetujuan langsung dari rakyat. Pendapat rakyat ini diminta melalui referendum, plebisit, atau popular vote.Cara kedua ini dianut oleh Perancis. Pada waktu de Gaulle diberi wewenang khusus, maka wewenang itu dipergunakan untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap konstitusi Perancis. Setelah rancangan perubahan itu selesai disusun, hal itu kemudian disampaikan kepada rakyat dalam suatu referendum.
3.By a majority of all units of a federal state Cara ini hanya berlaku dalam negara federal saja. Oleh karena pembentukan negara federal itu dilakukan oleh negara-negara yang membentuk, dan konstitusinya merupakan semacam perjanjian (treaty) antara negara-negara tadi, maka perubahan konstitusi memerlukan adanya persetujuan negara-negara anggota (negara bagian-bagian). Keputusan tentang perubahan itu dapat dilakukan oleh rakyat masing-masing negara bagian atau juga dapat dilakukan oleh Lembaga Perwakilan Rakyat masing-masing negara bagian. Di Swiss dan Australia perubahan itu memerlukan adanya persetujuan rakyat melalui suatu referendum. Di Amerika Serikat perubahan konstitusinya memerlukan adanya Lembaga Perwakilan Rakyat amsing-masing negara bagian.
4.By a special convention Cara ini terjadi apabila untuk merubah suatu konstitusi mengharuskan dibentuknya suatu badan khusus. Dengan demikian yang diberi wewenang untuk merubah konstitusi itu adalah badan yang khusus diadakan untuk itu. Cara yang demikian ini kita jumpai pada Undang-Undang Dasar Sementara 1950, dimana untuk merubah bagian-bagian Undang-Undang Dasarnya harus dibentuk sebuah badan yang dinamakan Majelis Perubahan Undang-Undang.Majelis ini bukanlah sidang gabungan dari badan yang sudah ada, melainkan dia adalah suatu yang sama sekali baru. Wewenang badan baru diatas hanyalah merubah Undang-Undang Dasar”.
Bahwa sesungguhnya suatu Undang-Undang Dasar pada hakekatnya hasil karya manusia sedangkan manusia itu sendiri mempunyai sifat dan pola tingkah laku yang dinamis karena dipengaruhi berbagai faktor, sehingga wajar terjadinya perubahan suatu Undang-Undang Dasar dalam suatu Undang-Undang Dasar.
“Berkenaan dengan perubahan Undang-Undang Dasar, Dr.G. Jelinneck mengemukakan pahamnya yang membedakan antara verfassungsanderung dan verfassungwandlung. Verfassungsanderung adalah perubahan Undang-Undang Dasar yang dilakukan dengan sengaja dan dengan cara yang disebut dalam Undang-Undang Dasar yang bersangkutan. Sedangkan verfassungwandlung ialah perubahan Undang-Undang Dasar dengan cara yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar, tetapi melalui cara-cara yang istimewa seperti revolusi, coup d’etat, convention, dan sebagainya”. )
Menurut K.C. Wheare, ada 4 (empat) cara kemungkinan yang akan terjadi terhadap perubahan suatu konstitusi atau Undang-Undang Dasar, dimana perubahan itu dilakukan/melalui:
1. Beberapa kekuatan yang bersifat primer (some primary forces);
2. Perubahan yang diatur dalam konstitusi (formal amendment);
3. Penafsiran secara hukum (judicial interpretation);
4. Kebiasaan dan kebiasaan yang terdapat dalam bidang ketatanegaraan (usage and convention)”. )
Menurut C. F. Strong dalam bukunya “Modern Political Constitution” halaman 46, ada empat cara perubahan Undang-Undang Dasar modern yang disebutnya dengan the four methods of modern constitutional amendments, yaitu:
1.By the ordinary legislature, but under certain restriction
a.bahwa untuk melakukan perubahan terhadap suatu konstitusi the ordinary legislature dalam sidang-sidangnya harus dihadiri oleh paling sedikit fixed quorum members. Kemudian keputusan-keputusan itu disetujui oleh suara yang terbanyak yang ditentukan. Model ini dapat kita lihat dalam pasal 37 UUD 1945.
b.bahwa sebelum perubahan dilakukan the ordinary legislature dibubarkan, kemudian diadakan pemilihan umum yang baru. Lembaga perwakilan rakyat yang baru inilah yang kemudian bertindak sebagai konstituante untuk mengubah konstitusi. Model ini dianut oleh Belgia, Norwegia dan Swedia.
c.bahwa untuk mengubah konstitusi, dua lembaga perwakilan rakyat yang ada (dalam bicameral system), harus melakukan sidang gabungan sebagai suatu badan. Keputusan sidang gabungan mengenai perubahan konstitusi sah bila disetujui oleh suara terbanya (suara terbanyak mutlak atau suara terbanyak ditentukan) dari anggota-anggotanya.
2. By the people trough referendum
Cara ini terjadi apabila perubahan konstitusi memerlukan adanya persetujuan langsung dari rakyat. Pendapat rakyat ini diminta melalui referendum, plebisit, atau popular vote.Cara kedua ini dianut oleh Perancis. Pada waktu de Gaulle diberi wewenang khusus, maka wewenang itu dipergunakan untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap konstitusi Perancis. Setelah rancangan perubahan itu selesai disusun, hal itu kemudian disampaikan kepada rakyat dalam suatu referendum.
3.By a majority of all units of a federal state
Cara ini hanya berlaku dalam negara federal saja. Oleh karena pembentukan negara federal itu dilakukan oleh negara-negara yang membentuk, dan konstitusinya merupakan semacam perjanjian (treaty) antara negara-negara tadi, maka perubahan konstitusi memerlukan adanya persetujuan negara-negara anggota (negara bagian-bagian).
Keputusan tentang perubahan itu dapat dilakukan oleh rakyat masing-masing negara bagian atau juga dapat dilakukan oleh Lembaga Perwakilan Rakyat masing-masing negara bagian. Di Swiss dan Australia perubahan itu memerlukan adanya persetujuan rakyat melalui suatu referendum. Di Amerika Serikat perubahan konstitusinya memerlukan adanya Lembaga Perwakilan Rakyat amsing-masing negara bagian.
4.By a special convention
Cara ini terjadi apabila untuk merubah suatu konstitusi mengharuskan dibentuknya suatu badan khusus. Dengan demikian yang diberi wewenang untuk merubah konstitusi itu adalah badan yang khusus diadakan untuk itu. Cara yang demikian ini kita jumpai pada Undang-Undang Dasar Sementara 1950, dimana untuk merubah bagian-bagian Undang-Undang Dasarnya harus dibentuk sebuah badan yang dinamakan Majelis Perubahan Undang-Undang.Majelis ini bukanlah sidang gabungan dari badan yang sudah ada, melainkan dia adalah suatu yang sama sekali baru. Wewenang badan baru diatas hanyalah merubah Undang-Undang Dasar”.