Dalam bahasa Sunda,Lakon disebut juga dengan istilah 'ngalalakon-boga lalakon' sedangkan dalam bahasa Jawa dikenal juga dengan istilah ' lelakon ' yang artinya melakoni, melakukan peran atau memerankan tokon cerita dengan menggunakan kata-kata atau dengan tidak melakukan kata-kata ketika berada di atas pentas.
Naskah lakon dalam teater tradisional dituangkan dalam bentuk 'bedrip' atau 'bagal' cerita atau lakon bersifat garis besar dari adegan lakon yang dipentaskan. Sumber dari naskah lakon dapat didapatkan dari beberapa sumber seperti;
•cerita fiksi,
•cerita sejarah,
•cerita daerah nusantara, atau
•cerita daerah masing - masing pada umumnya.
Adapun sumber lakon untuk teater remaja yang memiliki sarat akan nilai pendidikan dalam kisahnya terdapat pada kisah-kisah berikut seperti;
•Lampu aladin,
•Ratu Bilqis,
•Sang Penyamun,
•Sankuriang,
•Sangmanarah,
•Lutungkasarung,
•Si Pahit Lidah,
•dst..
Konflik dalam lakon atau cerita juga dapat berkembang dengan menghadirkan beberapa pola yang diantaranya sebagai berikut;
•pola perubahan,
•pola kejayaan - keruntuhan,
•pola penindasan - kemerdekaanm dan
•pola - pola lainnya yang di alami tokoh utama.
Selain itu, lakon atau cerita juga dapat dibangun dengan menggunakan tiga unsur utama yaitu;
•unsur Poima (itikat tokoh utama),
•mathema ( adanya hambatan tokoh lain ), dan
•Pathema (dampak atau hasil kemenangan atau tragis).
Ciri - Ciri Lakon:
a. Lakon Teater Tradisional Rakyat.
•Tidak memiliki naskah yang baku,
•Lenih mengutamakan nilai pesan dan fungsi hiburan daripada mengutamakan keindahan bentuk seni (tidak baku),
•Lakon sebagai unsur cerita, bersumber dari kisah-kisah roman dan drama kehidupan dengan topik kriminal, sejarah, atau kisah yang tak biasa dalam kehidupan,
•Bentuknya cenderung bersifat komedi atau hiburan serta melodrama,
•Unsur lakon cenderung bersifat sederhana, tidak rumit, mudah difahami, dan juga memiliki keakraban cerita dengan masyarakat pendukungnya,
•Bahasa yang digunakan umumnya menggunakan bahasa daerah yang tidak terikat serta menggunakan bahasa keseharian dan bebas serta lugas
b. Lakon Teater Tradisional Istana.
•Bahasa yang digunakan cenderung bersifat ketat sesuai dengan idiom bahasa yang benar seusia dengan kebutuhannya,
•Usnur lakon cenderung kaku, rumit, serta memiliki estetika yang tinggi sebab dirancang oleh para empuh dengan keahlian dibidangnya,
•Bentuk lakon cenderung bersifat tragedi seperti kisah atau peristiwa perjuangan para leluhur dan orang-orang yang memiliki kharisma dan ketauladanan,
•Lakon sebagai unsur cerita bersumber dari, cerita silsilah tanah leluhur (Babat), Cerita panji (hikayat) dan Epos.
•Lakon dalam teater istana lebih mengedepankan keindahan seni yang matang dan mapan yang sisebut juga dengan seni ' adiluhung ' (isi seni dan nilai seni) yang mengusung fungsi terkait dengan kebesaran seorang raja atau upacara khusus.
•Alkon bersumber dari cerita hikayat kebesaran raja-raja seperti Mahabarata, Ramayana, atau Cerita Panji.
Dalam bahasa Sunda, Lakon disebut juga dengan istilah 'ngalalakon-boga lalakon' sedangkan dalam bahasa Jawa dikenal juga dengan istilah ' lelakon ' yang artinya melakoni, melakukan peran atau memerankan tokon cerita dengan menggunakan kata-kata atau dengan tidak melakukan kata-kata ketika berada di atas pentas.
Naskah lakon dalam teater tradisional dituangkan dalam bentuk 'bedrip' atau 'bagal' cerita atau lakon bersifat garis besar dari adegan lakon yang dipentaskan. Sumber dari naskah lakon dapat didapatkan dari beberapa sumber seperti;
•cerita fiksi,
•cerita sejarah,
•cerita daerah nusantara, atau
•cerita daerah masing - masing pada umumnya.
Adapun sumber lakon untuk teater remaja yang memiliki sarat akan nilai pendidikan dalam kisahnya terdapat pada kisah-kisah berikut seperti;
•Lampu aladin,
•Ratu Bilqis,
•Sang Penyamun,
•Sankuriang,
•Sangmanarah,
•Lutungkasarung,
•Si Pahit Lidah,
•dst..
Konflik dalam lakon atau cerita juga dapat berkembang dengan menghadirkan beberapa pola yang diantaranya sebagai berikut;
•pola perubahan,
•pola kejayaan - keruntuhan,
•pola penindasan - kemerdekaanm dan
•pola - pola lainnya yang di alami tokoh utama.
Selain itu, lakon atau cerita juga dapat dibangun dengan menggunakan tiga unsur utama yaitu;
•unsur Poima (itikat tokoh utama),
•mathema ( adanya hambatan tokoh lain ), dan
•Pathema (dampak atau hasil kemenangan atau tragis).
Ciri - Ciri Lakon:
a. Lakon Teater Tradisional Rakyat.
•Tidak memiliki naskah yang baku,
•Lenih mengutamakan nilai pesan dan fungsi hiburan daripada mengutamakan keindahan bentuk seni (tidak baku),
•Lakon sebagai unsur cerita, bersumber dari kisah-kisah roman dan drama kehidupan dengan topik kriminal, sejarah, atau kisah yang tak biasa dalam kehidupan,
•Bentuknya cenderung bersifat komedi atau hiburan serta melodrama,
•Unsur lakon cenderung bersifat sederhana, tidak rumit, mudah difahami, dan juga memiliki keakraban cerita dengan masyarakat pendukungnya,
•Bahasa yang digunakan umumnya menggunakan bahasa daerah yang tidak terikat serta menggunakan bahasa keseharian dan bebas serta lugas
b. Lakon Teater Tradisional Istana.
•Bahasa yang digunakan cenderung bersifat ketat sesuai dengan idiom bahasa yang benar seusia dengan kebutuhannya,
•Usnur lakon cenderung kaku, rumit, serta memiliki estetika yang tinggi sebab dirancang oleh para empuh dengan keahlian dibidangnya,
•Bentuk lakon cenderung bersifat tragedi seperti kisah atau peristiwa perjuangan para leluhur dan orang-orang yang memiliki kharisma dan ketauladanan,
•Lakon sebagai unsur cerita bersumber dari, cerita silsilah tanah leluhur (Babat), Cerita panji (hikayat) dan Epos.
•Lakon dalam teater istana lebih mengedepankan keindahan seni yang matang dan mapan yang sisebut juga dengan seni ' adiluhung ' (isi seni dan nilai seni) yang mengusung fungsi terkait dengan kebesaran seorang raja atau upacara khusus.
•Alkon bersumber dari cerita hikayat kebesaran raja-raja seperti Mahabarata, Ramayana, atau Cerita Panji.