Sebutkan 3 macam godaan yang dihadapi oleh abram saat menjalankan perintah allah untuk mengorbankan Ishak ! Tolong cepet dijawab yaa , nanti aku jadikan yg terbaik
“Tuhan telah setia kepada janji-Nya: Ia telah memberikan Abraham seorang putera melalui Sara. Sekarang giliran Abraham yang harus memperlihatkan kesetiaannya kepada Tuhan dengan kesediaannya untuk mengorbankan puteranya itu sebagai pengakuannya bahwa anak itu adalah milik Allah. Perintah Allah ini kelihatan tidak masuk akal: Abraham sudah kehilangan Ismail, ketika ia dan Hagar sudah diusir; sekarang Abraham diminta untuk mengorbankan puteranya yang tertinggal. Mengorbankan puteranya berarti melepaskan diri bahkan dari penggenapan janji yang digenapi di dalam Ishak. Meskipun demikian, Abraham taat.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan: “Sebagai pemurnian terakhir imannya diminta pula dari Abraham “yang telah menerima janji itu” (Ibr 11:17), agar mempersembahkan puteranya, yang telah Allah berikan kepadanya. Imannya tidak goyah: “Allah sendiri akan menyediakan anak domba itu” (Kej 22:8), demikian Abraham berkata, karena “ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang, sekalipun dari antara orang mati” (Ibr 11: 19). Demikianlah bapa orang beriman serupa dengan Allah Bapa (Bdk. Rm 4:16-21), yang tidak menyayangkan anak-Nya sendiri, tetapi menyerahkan-Nya untuk semua orang (Bdk. Rm 8:32). Doa membuat manusia serupa lagi dengan Allah dan membiarkan ia mengambil bagian dalam kekuasaan cinta kasih Allah yang membebaskan banyak orang. (KGK 2572)
Dengan melalui ujian yang diberikan Allah, Abraham mencapai kesempurnaan (lih. Yak 2:21) dan ia sekarang berada dalam keadaan di mana Allah meneguhkan kembali dengan cara yang agung, akan janji yang telah dibuat-Nya sebelumnya (lih. Kej 12:3).
Pengorbanan Ishak mempunyai karakter yang membuatnya menjadi gambaran akan korban penebusan Kristus. Di sana digambarkan seorang bapa yang mempersembahkan puteranya; putera yang menyerahkan dirinya sesuai dengan kehendak bapanya; dan alat- alat pengorbanan seperti kayu, pisau dan altar. Kejadian itu mencapai puncaknya dengan memperlihatkan bahwa melalui ketaatan Abraham dan penyerahan diri Ishak, berkat Tuhan akan mencapai semua bangsa di bumi (lih. ay.18). Sehingga tak mengherankan bahwa tradisi Yahudi menghargai nilai penebusan tertentu (a certain redemptive value) atas ketaatan Ishak, dan para Bapa Gereja melihat peristiwa ini sebagai penggambaran akan kisah sengsara Kristus, sebagai Putera Tunggal Allah Bapa.”
Paus Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya, Redemptoris Mater, membandingkan iman Bunda Maria dengan iman Abraham, demikian:
“Iman Maria juga dapat dibandingkan dengan iman Abraham, yang disebut oleh Rasul Paulus “bapa leluhur kita” (Rom 4:12). Di dalam pengaturan keselamatan menurut wahyu Allah, iman Abraham menetapkan permulaan Perjanjian Lama; [sedangkan] iman Maria pada saat menerima kabar gembira menetapkan permulaan Perjanjian Baru. Sebagaimana Abraham “berharap dan percaya sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa” (lih. Rom 4:18), demikian pula Maria, pada saat menerima kabar gembira, setelah menyatakan kaul keperawanannya (“Bagaimana mungkin hal ini terjadi sebab aku tidak bersuami?/ How shall this be, since I have no husband?“) percaya bahwa melalui kuasa dari Yang Maha Tinggi, oleh kuasa Roh Kudus, ia akan menjadi Bunda Sang Putera Allah sesuai dengan pernyataan Malaikat: “…anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” (Luk 1:35)…. Ketaatan iman Maria sepanjang peziarahan hidupnya akan memperlihatkan kemiripan yang mencengangkan dengan iman Abraham. Seperti sang bapa bangsa pilihan Allah itu, demikian pula Maria, sepanjang peziarahan ketaatannya sebagai seorang anak dan ibu, “berpengharapan sementara tak ada dasar untuk berharap”…. (RM 14)
Penjelasan ini mengajarkan kepada kita, bahwa bukanlah tidak ada maksudnya bahwa Allah Bapa meminta kepada Abraham untuk mempersembahkan Ishak, sang anak perjanjiannya. Sebab hal ini merupakan gambaran samar- samar akan Diri-Nya yang tak segan-segan mempersembahkan Kristus, Putera Tunggal-Nya, demi menebus umat manusia. Permintaan ini memang sekilas tidak masuk di akal, sebagaimana kenyataan bahwa karena kasih-Nya yang tiada terbatas, Allah Bapa dapat mengorbankan Putera-Nya sendiri untuk menjadi tebusan bagi dosa- dosa umat manusia, sehingga rahmat pengampunan-Nya dapat sampai ke segala bangsa.
Semoga Tuhan membimbing kita agar semakin dapat meresapkan dalam hati akan makna kasih Allah ini, yang sungguh jauh melampaui akal kita sebagai manusia.
“Tuhan telah setia kepada janji-Nya: Ia telah memberikan Abraham seorang putera melalui Sara. Sekarang giliran Abraham yang harus memperlihatkan kesetiaannya kepada Tuhan dengan kesediaannya untuk mengorbankan puteranya itu sebagai pengakuannya bahwa anak itu adalah milik Allah. Perintah Allah ini kelihatan tidak masuk akal: Abraham sudah kehilangan Ismail, ketika ia dan Hagar sudah diusir; sekarang Abraham diminta untuk mengorbankan puteranya yang tertinggal. Mengorbankan puteranya berarti melepaskan diri bahkan dari penggenapan janji yang digenapi di dalam Ishak. Meskipun demikian, Abraham taat.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan: “Sebagai pemurnian terakhir imannya diminta pula dari Abraham “yang telah menerima janji itu” (Ibr 11:17), agar mempersembahkan puteranya, yang telah Allah berikan kepadanya. Imannya tidak goyah: “Allah sendiri akan menyediakan anak domba itu” (Kej 22:8), demikian Abraham berkata, karena “ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang, sekalipun dari antara orang mati” (Ibr 11: 19). Demikianlah bapa orang beriman serupa dengan Allah Bapa (Bdk. Rm 4:16-21), yang tidak menyayangkan anak-Nya sendiri, tetapi menyerahkan-Nya untuk semua orang (Bdk. Rm 8:32). Doa membuat manusia serupa lagi dengan Allah dan membiarkan ia mengambil bagian dalam kekuasaan cinta kasih Allah yang membebaskan banyak orang. (KGK 2572)
Dengan melalui ujian yang diberikan Allah, Abraham mencapai kesempurnaan (lih. Yak 2:21) dan ia sekarang berada dalam keadaan di mana Allah meneguhkan kembali dengan cara yang agung, akan janji yang telah dibuat-Nya sebelumnya (lih. Kej 12:3).
Pengorbanan Ishak mempunyai karakter yang membuatnya menjadi gambaran akan korban penebusan Kristus. Di sana digambarkan seorang bapa yang mempersembahkan puteranya; putera yang menyerahkan dirinya sesuai dengan kehendak bapanya; dan alat- alat pengorbanan seperti kayu, pisau dan altar. Kejadian itu mencapai puncaknya dengan memperlihatkan bahwa melalui ketaatan Abraham dan penyerahan diri Ishak, berkat Tuhan akan mencapai semua bangsa di bumi (lih. ay.18). Sehingga tak mengherankan bahwa tradisi Yahudi menghargai nilai penebusan tertentu (a certain redemptive value) atas ketaatan Ishak, dan para Bapa Gereja melihat peristiwa ini sebagai penggambaran akan kisah sengsara Kristus, sebagai Putera Tunggal Allah Bapa.”
Paus Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya, Redemptoris Mater, membandingkan iman Bunda Maria dengan iman Abraham, demikian:
“Iman Maria juga dapat dibandingkan dengan iman Abraham, yang disebut oleh Rasul Paulus “bapa leluhur kita” (Rom 4:12). Di dalam pengaturan keselamatan menurut wahyu Allah, iman Abraham menetapkan permulaan Perjanjian Lama; [sedangkan] iman Maria pada saat menerima kabar gembira menetapkan permulaan Perjanjian Baru. Sebagaimana Abraham “berharap dan percaya sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa” (lih. Rom 4:18), demikian pula Maria, pada saat menerima kabar gembira, setelah menyatakan kaul keperawanannya (“Bagaimana mungkin hal ini terjadi sebab aku tidak bersuami?/ How shall this be, since I have no husband?“) percaya bahwa melalui kuasa dari Yang Maha Tinggi, oleh kuasa Roh Kudus, ia akan menjadi Bunda Sang Putera Allah sesuai dengan pernyataan Malaikat: “…anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” (Luk 1:35)…. Ketaatan iman Maria sepanjang peziarahan hidupnya akan memperlihatkan kemiripan yang mencengangkan dengan iman Abraham. Seperti sang bapa bangsa pilihan Allah itu, demikian pula Maria, sepanjang peziarahan ketaatannya sebagai seorang anak dan ibu, “berpengharapan sementara tak ada dasar untuk berharap”…. (RM 14)Penjelasan ini mengajarkan kepada kita, bahwa bukanlah tidak ada maksudnya bahwa Allah Bapa meminta kepada Abraham untuk mempersembahkan Ishak, sang anak perjanjiannya. Sebab hal ini merupakan gambaran samar- samar akan Diri-Nya yang tak segan-segan mempersembahkan Kristus, Putera Tunggal-Nya, demi menebus umat manusia. Permintaan ini memang sekilas tidak masuk di akal, sebagaimana kenyataan bahwa karena kasih-Nya yang tiada terbatas, Allah Bapa dapat mengorbankan Putera-Nya sendiri untuk menjadi tebusan bagi dosa- dosa umat manusia, sehingga rahmat pengampunan-Nya dapat sampai ke segala bangsa.
Semoga Tuhan membimbing kita agar semakin dapat meresapkan dalam hati akan makna kasih Allah ini, yang sungguh jauh melampaui akal kita sebagai manusia.