2 keunikan dari rumah adat Mbaru Niang Yaitu Keunikan tersendiri yang masih dipertahankan, tetua adat akan melakukan penyambutan per grup atau rombongan yang datang, tidak melihat jumlah dari grup tersebut. Memasuki area rumah utama, terlihat para ibu-ibu sedang memasak di tengah rumah utama dan sang tetua adat duduk di tengah rumah menghadap pintu masuk. Proses acara penyambutan pun dimulai dimana sang tetua adat berbicara dalam bahasa manggarai. Setelah itu, seorang masyarakat waerebo lainnya yang duduk disamping tetua adat pun mengutarakan inti dari pembicaraan dalam proses acara penyambutan tersebut dimana rombongan telah diterima oleh penduduk Waerebo.
Proses penyambutan pun selesai, pengambilan gambar desa Waerebo pun telah diijinkan. Sambil menunggu rumah yang akan dijadikan tempat menginap, beberapa pertanyaan pun dilayangkan kepada tetua adat, diiringi dengan pengambilan beberapa gambar di dalam rumah Mbaru Gendang ini. Mungkin rumah adat ini dikatakan rumah Gendang karena di dalam rumah ini, disimpan gendang yang digantung ditengah rumah dimana gendang tersebut biasa digunakan pada acara-acara adat.
Gendang di Rumah Utama
Rombongan pun sangat beruntung karena ditempatkan pada rumah gena yang ada walaupun rombongan harus dipisah dalam dua rumah berbeda. Pembicaraan empat mata yang berhasil dilakukan setelah sebelumnya sempat diberitahukan bahwa rombongan yang berjumlah 22 orang akan ditempatkan di rumah baca karena jumlah rombongan yang banyak tidak dapat ditampung dalam satu rumah dan banyaknya wisatawan pada hari yang sama berkunjung di Waerebo.
Salah Satu Mbaru Gena
Memasuki salah satu Mbaru Gena, tampak lantai papan kayu yang telah dilapisi tikar sebagai alas melingkar sisi kiri dan kanan bangunan. Sambil menunggu para mama yang sedang menyiapkan hidangan makan malam, segelas kopi arabica hangat pun dihidangkan. Saya sendiri bukanlah pecinta kopi, sehingga tidak bisa membedakan jenis kopi Arabica dari Waerebo dengan kopi dari daerah Indonesia lainnya. Kopi sendiri merupakan tanaman yang ditanam pada kebun-kebun masyarakat Waerebo. Kebun tersebut pun dikelola secara organic. Jenis kopi yang dihasilkan pun ada 4 macam yaitu kopi Arabica, kopi Robusta, kopi Columbia, dan kopi Luwak. Masyarakat Waerebo pun menjual hasil buminya kepada wisatawan yang datang. Untuk kopi Arabica organik dan kopi Robusta organik dijual seharga Rp 60.000. Untuk jenis kopi Columbia organik dijual seharga Rp 80.000 dan jenis kopi luwak organik dijual seharga Rp 200.000. Setiap kemasan telah dibuat modern dengan bungkus yang menarik dengan takaran per bungkus seberat 250 g.
Segelas kopi Arabica hangat berhasil menghangatkan tubuh dari dinginnya malam di Waerebo. Perbincangan dengan guide lokal dan seorang nenek penduduk Waerebo di Mbaru Gena yang ditempati pun mengisi waktu luang sambil menunggu makan malam. Selang beberapa waktu yang cukup lama, panggilan untuk makan malam pun tiba. Derap langkah kaki seribu sesegera mungkin menuju Mbaru Gena lain yang terletak disebelah tempat kami menginap, seraya perut yang sudah keroncongan meminta asupan makanan.
Kenikmatan Malam di Waer
Para Mama Penduduk Waerebo Memasak Untuk Makan Malam di Tengah Rumah
Ayam goreng dengan sayur labu ditambah dengan sambal ulak bertekstur kasar yang super pedas menjadi menu makan malam. Keunikan dari pembuatan menu makan malam ini adalah para mama penduduk Waerebo, memasak makanan di tengah rumah dengan menggunakan kayu bakar. Walaupun proses memasak makanan sedikit lebih lama, hal ini membuat masakan yang dibuat berbeda rasanya, sungguh kenikmatan rasa tersendiri. Mbaru Niang sendiri merupakan rumah yang harus selalu diasapi dari kegiatan memasak para mama atau pun pengasapan yang disengaja dari bawah rumah untuk menjaga rumah tersebut dari serangan rayap sehingga Mbaru Niang tersebut memiliki umur bangunan yang lebih lama.
Selepas mengisi isi perut, menikmati keindahan malam di Waerebo adalah ide terbaik untuk dilakukan. Malam yang begitu mempesona. Sayang sekali, jenis kamera yang dibawa tidak dapat mengabadikan salah satu momen terbaik di Waerebo. Keindahan langit malam di Waerebo dimana sangat jelas terlihat taburan bintang menghiasi angkasa. Sesuatu hal yang sangat lumrah bahwasanya mayoritas daerah timur Indonesia memang sungguh mempesona di malam hari karena belum banyaknya polusi yang ada dan masih asrinya lingkungan sekitar.
Elektrifikasi di Waerebo pun telah menggunakan genset yang dioperasikan khusus malam hari. Selain itu, disetiap Mbaru Niang, terdapat solar cell dengan kapasitas kecil yang dikhususkan untuk beberapa lampu di dalam rumah. Pemerintah terlihat cukup serius menggarap Waerebo menjadi salah satu destinasi favorit Indonesia secara umum dan Provinsi Nusa Tenggara Timur secara khususnya. Pembuatan jalan aspal sepanjang 3km sampai dekat pos 1 di Wae Lomba, fasilitas MCK dan air bersih, elektrifikasi, dan puskesmas serta rumah baca yang tersedia adalah bukti-bukti otentik yang dapat dirasakan
Jawaban:
2 keunikan dari rumah adat Mbaru Niang Yaitu Keunikan tersendiri yang masih dipertahankan, tetua adat akan melakukan penyambutan per grup atau rombongan yang datang, tidak melihat jumlah dari grup tersebut. Memasuki area rumah utama, terlihat para ibu-ibu sedang memasak di tengah rumah utama dan sang tetua adat duduk di tengah rumah menghadap pintu masuk. Proses acara penyambutan pun dimulai dimana sang tetua adat berbicara dalam bahasa manggarai. Setelah itu, seorang masyarakat waerebo lainnya yang duduk disamping tetua adat pun mengutarakan inti dari pembicaraan dalam proses acara penyambutan tersebut dimana rombongan telah diterima oleh penduduk Waerebo.
Proses penyambutan pun selesai, pengambilan gambar desa Waerebo pun telah diijinkan. Sambil menunggu rumah yang akan dijadikan tempat menginap, beberapa pertanyaan pun dilayangkan kepada tetua adat, diiringi dengan pengambilan beberapa gambar di dalam rumah Mbaru Gendang ini. Mungkin rumah adat ini dikatakan rumah Gendang karena di dalam rumah ini, disimpan gendang yang digantung ditengah rumah dimana gendang tersebut biasa digunakan pada acara-acara adat.
Gendang di Rumah Utama
Rombongan pun sangat beruntung karena ditempatkan pada rumah gena yang ada walaupun rombongan harus dipisah dalam dua rumah berbeda. Pembicaraan empat mata yang berhasil dilakukan setelah sebelumnya sempat diberitahukan bahwa rombongan yang berjumlah 22 orang akan ditempatkan di rumah baca karena jumlah rombongan yang banyak tidak dapat ditampung dalam satu rumah dan banyaknya wisatawan pada hari yang sama berkunjung di Waerebo.
Salah Satu Mbaru Gena
Memasuki salah satu Mbaru Gena, tampak lantai papan kayu yang telah dilapisi tikar sebagai alas melingkar sisi kiri dan kanan bangunan. Sambil menunggu para mama yang sedang menyiapkan hidangan makan malam, segelas kopi arabica hangat pun dihidangkan. Saya sendiri bukanlah pecinta kopi, sehingga tidak bisa membedakan jenis kopi Arabica dari Waerebo dengan kopi dari daerah Indonesia lainnya. Kopi sendiri merupakan tanaman yang ditanam pada kebun-kebun masyarakat Waerebo. Kebun tersebut pun dikelola secara organic. Jenis kopi yang dihasilkan pun ada 4 macam yaitu kopi Arabica, kopi Robusta, kopi Columbia, dan kopi Luwak. Masyarakat Waerebo pun menjual hasil buminya kepada wisatawan yang datang. Untuk kopi Arabica organik dan kopi Robusta organik dijual seharga Rp 60.000. Untuk jenis kopi Columbia organik dijual seharga Rp 80.000 dan jenis kopi luwak organik dijual seharga Rp 200.000. Setiap kemasan telah dibuat modern dengan bungkus yang menarik dengan takaran per bungkus seberat 250 g.
Segelas kopi Arabica hangat berhasil menghangatkan tubuh dari dinginnya malam di Waerebo. Perbincangan dengan guide lokal dan seorang nenek penduduk Waerebo di Mbaru Gena yang ditempati pun mengisi waktu luang sambil menunggu makan malam. Selang beberapa waktu yang cukup lama, panggilan untuk makan malam pun tiba. Derap langkah kaki seribu sesegera mungkin menuju Mbaru Gena lain yang terletak disebelah tempat kami menginap, seraya perut yang sudah keroncongan meminta asupan makanan.
Kenikmatan Malam di Waer
Para Mama Penduduk Waerebo Memasak Untuk Makan Malam di Tengah Rumah
Ayam goreng dengan sayur labu ditambah dengan sambal ulak bertekstur kasar yang super pedas menjadi menu makan malam. Keunikan dari pembuatan menu makan malam ini adalah para mama penduduk Waerebo, memasak makanan di tengah rumah dengan menggunakan kayu bakar. Walaupun proses memasak makanan sedikit lebih lama, hal ini membuat masakan yang dibuat berbeda rasanya, sungguh kenikmatan rasa tersendiri. Mbaru Niang sendiri merupakan rumah yang harus selalu diasapi dari kegiatan memasak para mama atau pun pengasapan yang disengaja dari bawah rumah untuk menjaga rumah tersebut dari serangan rayap sehingga Mbaru Niang tersebut memiliki umur bangunan yang lebih lama.
Selepas mengisi isi perut, menikmati keindahan malam di Waerebo adalah ide terbaik untuk dilakukan. Malam yang begitu mempesona. Sayang sekali, jenis kamera yang dibawa tidak dapat mengabadikan salah satu momen terbaik di Waerebo. Keindahan langit malam di Waerebo dimana sangat jelas terlihat taburan bintang menghiasi angkasa. Sesuatu hal yang sangat lumrah bahwasanya mayoritas daerah timur Indonesia memang sungguh mempesona di malam hari karena belum banyaknya polusi yang ada dan masih asrinya lingkungan sekitar.
Elektrifikasi di Waerebo pun telah menggunakan genset yang dioperasikan khusus malam hari. Selain itu, disetiap Mbaru Niang, terdapat solar cell dengan kapasitas kecil yang dikhususkan untuk beberapa lampu di dalam rumah. Pemerintah terlihat cukup serius menggarap Waerebo menjadi salah satu destinasi favorit Indonesia secara umum dan Provinsi Nusa Tenggara Timur secara khususnya. Pembuatan jalan aspal sepanjang 3km sampai dekat pos 1 di Wae Lomba, fasilitas MCK dan air bersih, elektrifikasi, dan puskesmas serta rumah baca yang tersedia adalah bukti-bukti otentik yang dapat dirasakan
Penjelasan: