Jawaban:
Hujan Karet
Daun-daun karet berserakan
Berserakan di hamparan waktu
Suara monyet di dahan-dahan
Suara kalong menghalau petang
Di pucuk-pucuk ilalang belalang berloncatan
Berloncatan di semak-semak belantaran
Dan sebuah jalan melingkar-lingkar
Membelit kenangan terjal
Sesaat sebelum surya berlalu
Masih kudengar suara beduk bertalu-talu
(Karya Joko Pinurbo)
Mampir
Tadi aku mampir ke tubuhmu
Tapi tubuhmu sedang sepi
Dan aku tidak berani mengetuk pintunya
Jendela di luka lambungmu masih terbuka
Dan aku tidak berani mengoloknya
Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
(Karya Sapardi Djoko Damono)
Pasien
Seperti pasien keluar masuk
rumah sakit jiwa
Kau rajin keluar masuk telepon genggam
Melacak jejak suara tak dikenal
yang mengajakmu
Kencan di kuburan pada malam purnama
Aku pakai celana merah
Lekas datang, ya
Kutengok ranjangmu
tubuhmu sedang membeku
Menjadi telepon genggam raksasa
Mata Hitam
Dua mata hitam adalah matahari yang biru
Dua mata hitam sangat kenal bahasa rindu
Rindu bukanlah milik perempuan melulu
Dan keduanya sama tahu, dan
keduanya tanpa malu
Dua mata hitam terbenam di
daging yang wangi
Kecantikan tapa sutra, tanpa pelangi
Dua mata hitam adalah rumah yang temaram
Secangkir kopi sore hari dan
kenangan yang terpendam
(Karya W.S. Rendra)
Penjelasan:
Distikon adalah puisi yang masing-masing baitnya terdiri dari 2 baris (puisi dua seuntai).
Kuint adalah puisi yang masing-masing baitnya terdiri dari 5 baris (puisi lima seuntai).
Terzina adalah puisi yang masing-masing baitnya terdiri dari 3 baris (puisi tiga seuntai).
Septima adalah puisi yang masing-masing baitnya terdiri dari 7 baris (puisi tujuh seuntai).
Stanza adalah puisi yang masing-masing baitnya terdiri dari 8 baris (puisi delapan seuntai).
no copas
" Life is not a problem to be solved but a reality to be experienced! "
© Copyright 2013 - 2024 KUDO.TIPS - All rights reserved.
Jawaban:
Jawaban:
Hujan Karet
Daun-daun karet berserakan
Berserakan di hamparan waktu
Suara monyet di dahan-dahan
Suara kalong menghalau petang
Di pucuk-pucuk ilalang belalang berloncatan
Berloncatan di semak-semak belantaran
Dan sebuah jalan melingkar-lingkar
Membelit kenangan terjal
Sesaat sebelum surya berlalu
Masih kudengar suara beduk bertalu-talu
(Karya Joko Pinurbo)
Mampir
Tadi aku mampir ke tubuhmu
Tapi tubuhmu sedang sepi
Dan aku tidak berani mengetuk pintunya
Jendela di luka lambungmu masih terbuka
Dan aku tidak berani mengoloknya
(Karya Joko Pinurbo)
Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
(Karya Sapardi Djoko Damono)
Pasien
Seperti pasien keluar masuk
rumah sakit jiwa
Kau rajin keluar masuk telepon genggam
Melacak jejak suara tak dikenal
yang mengajakmu
Kencan di kuburan pada malam purnama
Aku pakai celana merah
Lekas datang, ya
Kutengok ranjangmu
tubuhmu sedang membeku
Menjadi telepon genggam raksasa
(Karya Joko Pinurbo)
Mata Hitam
Dua mata hitam adalah matahari yang biru
Dua mata hitam sangat kenal bahasa rindu
Rindu bukanlah milik perempuan melulu
Dan keduanya sama tahu, dan
keduanya tanpa malu
Dua mata hitam terbenam di
daging yang wangi
Kecantikan tapa sutra, tanpa pelangi
Dua mata hitam adalah rumah yang temaram
Secangkir kopi sore hari dan
kenangan yang terpendam
(Karya W.S. Rendra)
Jawaban:
Jawaban:
Hujan Karet
Daun-daun karet berserakan
Berserakan di hamparan waktu
Suara monyet di dahan-dahan
Suara kalong menghalau petang
Di pucuk-pucuk ilalang belalang berloncatan
Berloncatan di semak-semak belantaran
Dan sebuah jalan melingkar-lingkar
Membelit kenangan terjal
Sesaat sebelum surya berlalu
Masih kudengar suara beduk bertalu-talu
(Karya Joko Pinurbo)
Mampir
Tadi aku mampir ke tubuhmu
Tapi tubuhmu sedang sepi
Dan aku tidak berani mengetuk pintunya
Jendela di luka lambungmu masih terbuka
Dan aku tidak berani mengoloknya
(Karya Joko Pinurbo)
Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
(Karya Sapardi Djoko Damono)
Pasien
Seperti pasien keluar masuk
rumah sakit jiwa
Kau rajin keluar masuk telepon genggam
Melacak jejak suara tak dikenal
yang mengajakmu
Kencan di kuburan pada malam purnama
Aku pakai celana merah
Lekas datang, ya
Kutengok ranjangmu
tubuhmu sedang membeku
Menjadi telepon genggam raksasa
(Karya Joko Pinurbo)
Mata Hitam
Dua mata hitam adalah matahari yang biru
Dua mata hitam sangat kenal bahasa rindu
Rindu bukanlah milik perempuan melulu
Dan keduanya sama tahu, dan
keduanya tanpa malu
Dua mata hitam terbenam di
daging yang wangi
Kecantikan tapa sutra, tanpa pelangi
Dua mata hitam adalah rumah yang temaram
Secangkir kopi sore hari dan
kenangan yang terpendam
(Karya W.S. Rendra)
Penjelasan:
Distikon adalah puisi yang masing-masing baitnya terdiri dari 2 baris (puisi dua seuntai).
Kuint adalah puisi yang masing-masing baitnya terdiri dari 5 baris (puisi lima seuntai).
Terzina adalah puisi yang masing-masing baitnya terdiri dari 3 baris (puisi tiga seuntai).
Septima adalah puisi yang masing-masing baitnya terdiri dari 7 baris (puisi tujuh seuntai).
Stanza adalah puisi yang masing-masing baitnya terdiri dari 8 baris (puisi delapan seuntai).
no copas