Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, segerombolan tentara yang menaman dirinya “Gerakan 30 September” menculik dan membunuh enam jenderal Angkatan Darat Indonesia dalam sebuah upaya kudeta.
Keesokan paginya, organisasi tersebut menduduki kantor pusat Radio Republik Indonesia (RRI) dan menyatakan bahwa mereka memegang kendali dan telah melindungi Presiden Sukarno. Mereka kemudian membentuk Dewan Revolusi sebagai pemegang pemerintahan.
Namun usaha kudeta gagal dan para pemimpinya ditangkap dan dihukum mati. Pemimpin upaya kudeta tersebut adalah:
1. DN Aidit
Aidit lahir di Tanjung Pinang, Belitung, pada tahun 1923, dan merupakan pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI). Oleh pemerintah Orde Baru dia dituduh sebagai otak peristiwa G30/S PKI, bersama Sjam Kamaruzzaman dari Biro Khusus PKI.
Setelah Pemberontakan PKI di Madiun pada Tahun 1948, empat anggota muda Politbiro, Aidit, Njoto, Lukman, dan Sudisman menggantikan pemimpin lama pada Januari 1951 sebagai hasil kongres kelima partai tersebut. Aidit ditunjuk sebagai sekretaris jenderal, lalu ketua partai tersebut, sementara Njoto dan Lukman sebagai wakilnya.
Aidit dituduh sebagai perencana utama penculikan dan pembunuhan para Jenderal. Dia disebut melakukan kudeta itu untuk menyingkirkan para anggota “Dewan Jenderal” yang disebut PKI ingin merebut kekuasaan dari Presiden Sukarno. Setelah peritiwa tersebut, Aidit melarikan diri ke Boyolali, di mana dia ditembak mati di sana pada 22 November 1965.
2. Sjam Kamaruzzaman
Sjam Kamaruzzaman (lahir di Tuban, Jawa Timur, 30 April 1924 – meninggal di Kepulauan Seribu, Jakarta, 30 September 1986), adalah kepala Biro Khsusu PKI, dan bersama dengan Aidit, disebut-sebut sebagai otak perencana Gerakan 30 September.
Menurut kesaksian Sjam di persidangannya, pada pertengahan 1965, Biro Khusus PKI di bawah Sjam telah berhasil melakukan penyusupan ke dalam TNI.
Menjelang Hari Angkatan Bersenjata pada tanggal 5 Oktober 1965, dengan sejumlah besar tentara menuju ibukota, banyak orang menduga adanya sebuah kudeta. Aidit meminta Sjam untuk mengetahui apakah rumor tersebut benar adanya. Sjam menyimpulkan bahwa isu itu benar, dan memberi tahu Aidit. Isu ini kemudian digunakan sebagai alasan Aidit dan Sjam untuk menggerakkan anggota TNI pro-PKI untuk melakukan penculikan dan pembunuhan para perwira yang diduga sebagai “Dewan Jenderal” dan menguasai Jakarta.
Namun, upaya mengasai Jakarta tersebut gagal. Sjam dan Aidit kemudian memutuskan bahwa pemimpin PKI harus terbang ke Jawa Tengah untuk melanjutkan perjuangan.
Dalam penumpasan PKI, Sjam tertangkap hidup-hidup pada bulan Maret 1967. Di disidang di Mahmilub (Mahkamah Militer Luar Biasa) dan akhirnya dieksekusi pada bulan September 1986.
3. Lelkol Untung Syamsuri
Letnan Kolonel Untung bin Syamsuri (lahir di Kebumen, Jawa Tengah, 3 Juli 1926 - 1 September 1967) adalah salah satu pemimpin Gerakan 30 September, yang berperan sebagai pemimpin pasukan yang menculik dan membunuh para perwira Angkatan Darat.
Untung menjadi anggota Cakrabirawa (pasukan pelindung Presiden) pada awal tahun 1965, dan menjadi salah satu pemimpin batalion. Dia diduga sebagai penggerak pasukan yang melakukan penculikan, dan mencoba menguasai Jakarta setelah upaya kudeta tersebut. Pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, pasukan Gerakan 30 September mengelilingi Lapangan Merdeka di Jakarta Pusat. Ia diangkat sebagai pemimpin gerakan 30 September dalam siaran radio yang dibuat oleh kelompok tersebut dari gedung RRI di Lapangan Merdeka.
Ketika usaha kudeta gagal, Untung dan pemimpin lainnya meninggalkan Halim. Untung ditangkap di dekat Tegal, Jawa Tengah pada bulan Oktober. Dia diadili oleh Mahmilub (Mahkamah Militer Luar Biasa). Dia menyangkal bahwa dia adalah anggota Partai Komunis dan bersikeras bahwa dia telah bertindak dalam Gerakan 30 September atas inisiatifnya sendiri. Dia dijatuhi hukuman mati dan ditembak mati pada bulan September 1967.
Kelas: IX
Mata pelajaran: IPS/Sejarah
Materi: Peristiwa Gerakan 30 September
Kata kunci: Peristiwa Gerakan 30 September
Jawaban pendek:
Pemimpin pemberontakan G30/S PKI:
1. DN Aidit (Pemimpin PKI)
2. Syam Kamaruzzaman (Kepala Biro Khusus PKI)
3. Letkol Untung Syamsuri (Komandan Cakrabirawa)
Jawaban panjang:
Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, segerombolan tentara yang menaman dirinya “Gerakan 30 September” menculik dan membunuh enam jenderal Angkatan Darat Indonesia dalam sebuah upaya kudeta.
Keesokan paginya, organisasi tersebut menduduki kantor pusat Radio Republik Indonesia (RRI) dan menyatakan bahwa mereka memegang kendali dan telah melindungi Presiden Sukarno. Mereka kemudian membentuk Dewan Revolusi sebagai pemegang pemerintahan.
Namun usaha kudeta gagal dan para pemimpinya ditangkap dan dihukum mati. Pemimpin upaya kudeta tersebut adalah:
1. DN Aidit
Aidit lahir di Tanjung Pinang, Belitung, pada tahun 1923, dan merupakan pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI). Oleh pemerintah Orde Baru dia dituduh sebagai otak peristiwa G30/S PKI, bersama Sjam Kamaruzzaman dari Biro Khusus PKI.
Setelah Pemberontakan PKI di Madiun pada Tahun 1948, empat anggota muda Politbiro, Aidit, Njoto, Lukman, dan Sudisman menggantikan pemimpin lama pada Januari 1951 sebagai hasil kongres kelima partai tersebut. Aidit ditunjuk sebagai sekretaris jenderal, lalu ketua partai tersebut, sementara Njoto dan Lukman sebagai wakilnya.
Aidit dituduh sebagai perencana utama penculikan dan pembunuhan para Jenderal. Dia disebut melakukan kudeta itu untuk menyingkirkan para anggota “Dewan Jenderal” yang disebut PKI ingin merebut kekuasaan dari Presiden Sukarno. Setelah peritiwa tersebut, Aidit melarikan diri ke Boyolali, di mana dia ditembak mati di sana pada 22 November 1965.
2. Sjam Kamaruzzaman
Sjam Kamaruzzaman (lahir di Tuban, Jawa Timur, 30 April 1924 – meninggal di Kepulauan Seribu, Jakarta, 30 September 1986), adalah kepala Biro Khsusu PKI, dan bersama dengan Aidit, disebut-sebut sebagai otak perencana Gerakan 30 September.
Menurut kesaksian Sjam di persidangannya, pada pertengahan 1965, Biro Khusus PKI di bawah Sjam telah berhasil melakukan penyusupan ke dalam TNI.
Menjelang Hari Angkatan Bersenjata pada tanggal 5 Oktober 1965, dengan sejumlah besar tentara menuju ibukota, banyak orang menduga adanya sebuah kudeta. Aidit meminta Sjam untuk mengetahui apakah rumor tersebut benar adanya. Sjam menyimpulkan bahwa isu itu benar, dan memberi tahu Aidit. Isu ini kemudian digunakan sebagai alasan Aidit dan Sjam untuk menggerakkan anggota TNI pro-PKI untuk melakukan penculikan dan pembunuhan para perwira yang diduga sebagai “Dewan Jenderal” dan menguasai Jakarta.
Namun, upaya mengasai Jakarta tersebut gagal. Sjam dan Aidit kemudian memutuskan bahwa pemimpin PKI harus terbang ke Jawa Tengah untuk melanjutkan perjuangan.
Dalam penumpasan PKI, Sjam tertangkap hidup-hidup pada bulan Maret 1967. Di disidang di Mahmilub (Mahkamah Militer Luar Biasa) dan akhirnya dieksekusi pada bulan September 1986.
3. Lelkol Untung Syamsuri
Letnan Kolonel Untung bin Syamsuri (lahir di Kebumen, Jawa Tengah, 3 Juli 1926 - 1 September 1967) adalah salah satu pemimpin Gerakan 30 September, yang berperan sebagai pemimpin pasukan yang menculik dan membunuh para perwira Angkatan Darat.
Untung menjadi anggota Cakrabirawa (pasukan pelindung Presiden) pada awal tahun 1965, dan menjadi salah satu pemimpin batalion. Dia diduga sebagai penggerak pasukan yang melakukan penculikan, dan mencoba menguasai Jakarta setelah upaya kudeta tersebut. Pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, pasukan Gerakan 30 September mengelilingi Lapangan Merdeka di Jakarta Pusat. Ia diangkat sebagai pemimpin gerakan 30 September dalam siaran radio yang dibuat oleh kelompok tersebut dari gedung RRI di Lapangan Merdeka.
Ketika usaha kudeta gagal, Untung dan pemimpin lainnya meninggalkan Halim. Untung ditangkap di dekat Tegal, Jawa Tengah pada bulan Oktober. Dia diadili oleh Mahmilub (Mahkamah Militer Luar Biasa). Dia menyangkal bahwa dia adalah anggota Partai Komunis dan bersikeras bahwa dia telah bertindak dalam Gerakan 30 September atas inisiatifnya sendiri. Dia dijatuhi hukuman mati dan ditembak mati pada bulan September 1967.