Deja Vu Adalah adalah fenomena merasakan sensasi kuat bahwa suatu peristiwa atau pengalaman yang saat ini sedang dialami sudah pernah dialami di masa lalu
Di antara sekian banyak teori tentang apa yang menyebabkan deja vu, Prof. Alan Brown merangkumnya menjadi tiga pokok. Pertama, berkaitan dengan familiaritas yang secara implisit tersaji di depan seseorang. Secara sederhana, teori ini menyatakan bahwa pengalaman deja vu erat kaitannya dengan kondisi tertentu yang dilalui seseorang namun telah dilupakan dan ketika dihadapkan pada kondisi yang sama, ingatannya kembali hadir walau hanya sebagian. Bayangkan Anda adalah seorang mahasiswa rutin mengunjungi perpustakaan kampus dan biasa duduk di bangku paling pojok di lantai dua, bersanding dengan rak buku-buku bertema sejarah di sisi kanan dan di sebelah kiri langsung berdampingan dengan jendela. Anda tak mengingat kebiasaan ini dengan baik. Lalu, beberapa minggu usai kelulusan, Anda perlu mengunjungi perpustakaan kota. Anda menuju sebuah bangku di lantai satu, dan tiba-tiba merasa deja vu. Menurut teori familiaritas, hal itu disebabkan oleh posisi bangkun yang kebetulan ada di pojokan, bersanding dengan rak buku sejarah di kanan, dan jendela perpustakaan di kiri. Persis seperti kondisi di perpustakaan kampus dulu hingga ke detail-detailnya. Profesor Anne Cleary dari Colorado State University meyakini teori ini. Deja vu baginya adalah fenomena natural yang berkaitangan dengan sesuatu yang familiar dengan sesuatu yang ada di sekitar kita, seperti bentuk dari sebuah bangunan atau desain sebuah ruangan. Deja vu memicu ingatan palsu yang membuat diri kita berpikir bahwa pengalaman yang dilakoni pernah dialami sebelumnya, padahal tidak. Baca juga: Hidup dengan Secuil Otak Teori kedua dari Alan Brown berkenaan dengan persepsi yang terbagi atau divided perception. Menurut Alan, saat kita terdistraksi dengan hal lain, kita tetap bisa mengingat apa yang ada di sekitar namun proses ini terjadi di bawah alam sadar. Contohnya, saat kita pertama kali masuk ke sebuah rumah, kita mengalami deja vu misalnya ketika sedang mengobrol dengan sang tuan rumah di ruang tamu. Dalam kasus ini, teori divided perception bekerja demikian: sebelum kita masuk ke ruangan, otak kita telah mengolahnya secara visual (mungkin ditambah suara dan bau khas sebuah ruangan), sehingga saat sudah benar-benar di dalamnya, ada perasaan seakan kita pernah memasuki ruangan itu. Teori ini juga berkaitan dengan kemampuan otak yang terbatas. Otak manusia sesungguhnya terus-menerus berusaha menciptakan persepsi utuh tentang dunia di sekitar si manusia, namun masukannya (input-nya) terbatas, sehingga muncul kesalahan (mismatch/glitch) di jalur saraf. Ide ini diyakini oleh Dr. Akira O'Connor, psikolog dari University of St Andrews.
Jawaban:
Deja Vu Adalah adalah fenomena merasakan sensasi kuat bahwa suatu peristiwa atau pengalaman yang saat ini sedang dialami sudah pernah dialami di masa lalu
Di antara sekian banyak teori tentang apa yang menyebabkan deja vu, Prof. Alan Brown merangkumnya menjadi tiga pokok. Pertama, berkaitan dengan familiaritas yang secara implisit tersaji di depan seseorang. Secara sederhana, teori ini menyatakan bahwa pengalaman deja vu erat kaitannya dengan kondisi tertentu yang dilalui seseorang namun telah dilupakan dan ketika dihadapkan pada kondisi yang sama, ingatannya kembali hadir walau hanya sebagian. Bayangkan Anda adalah seorang mahasiswa rutin mengunjungi perpustakaan kampus dan biasa duduk di bangku paling pojok di lantai dua, bersanding dengan rak buku-buku bertema sejarah di sisi kanan dan di sebelah kiri langsung berdampingan dengan jendela. Anda tak mengingat kebiasaan ini dengan baik. Lalu, beberapa minggu usai kelulusan, Anda perlu mengunjungi perpustakaan kota. Anda menuju sebuah bangku di lantai satu, dan tiba-tiba merasa deja vu. Menurut teori familiaritas, hal itu disebabkan oleh posisi bangkun yang kebetulan ada di pojokan, bersanding dengan rak buku sejarah di kanan, dan jendela perpustakaan di kiri. Persis seperti kondisi di perpustakaan kampus dulu hingga ke detail-detailnya. Profesor Anne Cleary dari Colorado State University meyakini teori ini. Deja vu baginya adalah fenomena natural yang berkaitangan dengan sesuatu yang familiar dengan sesuatu yang ada di sekitar kita, seperti bentuk dari sebuah bangunan atau desain sebuah ruangan. Deja vu memicu ingatan palsu yang membuat diri kita berpikir bahwa pengalaman yang dilakoni pernah dialami sebelumnya, padahal tidak. Baca juga: Hidup dengan Secuil Otak Teori kedua dari Alan Brown berkenaan dengan persepsi yang terbagi atau divided perception. Menurut Alan, saat kita terdistraksi dengan hal lain, kita tetap bisa mengingat apa yang ada di sekitar namun proses ini terjadi di bawah alam sadar. Contohnya, saat kita pertama kali masuk ke sebuah rumah, kita mengalami deja vu misalnya ketika sedang mengobrol dengan sang tuan rumah di ruang tamu. Dalam kasus ini, teori divided perception bekerja demikian: sebelum kita masuk ke ruangan, otak kita telah mengolahnya secara visual (mungkin ditambah suara dan bau khas sebuah ruangan), sehingga saat sudah benar-benar di dalamnya, ada perasaan seakan kita pernah memasuki ruangan itu. Teori ini juga berkaitan dengan kemampuan otak yang terbatas. Otak manusia sesungguhnya terus-menerus berusaha menciptakan persepsi utuh tentang dunia di sekitar si manusia, namun masukannya (input-nya) terbatas, sehingga muncul kesalahan (mismatch/glitch) di jalur saraf. Ide ini diyakini oleh Dr. Akira O'Connor, psikolog dari University of St Andrews.