“Pukul dua malam Marni bangkit. Mula-mula ia berjalan menuju kamar suaminya. Dipandangnya Parta yang tetap tertidur meskipun dengan tarikan-tarikan napas yang berat. Pundak lakilaki itu naik dan agak maju, ciri utama seorang penderita asma. Wajahnya pucat. Tulang pelipis dan tulang pipinya menyembul. Ketika rasa benci mulai merayap di hati Marni, ia berbalik ke dipan sebelah.
Di sana kedua anaknya lelap. Kesucian dua bocah itu tergambar pada kedamaian wajah mereka. Marni hanya membetulkan letak selimut anaknya lalu keluar. Ia masuk ke kamar Tini. Ditatapnya wajah gadis itu lama-lama. Hidung itu persis hidung Karman, juga bibir Tini. “Anakku, kukira benar kata orang. Kau cantik. Mudah-mudahan kau lebih beruntung dalam hidupmu. Berbahagialah, besok kau akan bertemu dengan ayahmu. Oh kau tak tahu siapa sebenarnya yang lebih berhasrat berjumpa dengan ayahmu.”
Penggalan Novel “Kubah” Karya Ahmad Tohar
“Pukul dua malam Marni bangkit. Mula-mula ia berjalan menuju kamar suaminya. Dipandangnya Parta yang tetap tertidur meskipun dengan tarikan-tarikan napas yang berat. Pundak lakilaki itu naik dan agak maju, ciri utama seorang penderita asma. Wajahnya pucat. Tulang pelipis dan tulang pipinya menyembul. Ketika rasa benci mulai merayap di hati Marni, ia berbalik ke dipan sebelah.
Di sana kedua anaknya lelap. Kesucian dua bocah itu tergambar pada kedamaian wajah mereka. Marni hanya membetulkan letak selimut anaknya lalu keluar. Ia masuk ke kamar Tini. Ditatapnya wajah gadis itu lama-lama. Hidung itu persis hidung Karman, juga bibir Tini. “Anakku, kukira benar kata orang. Kau cantik. Mudah-mudahan kau lebih beruntung dalam hidupmu. Berbahagialah, besok kau akan bertemu dengan ayahmu. Oh kau tak tahu siapa sebenarnya yang lebih berhasrat berjumpa dengan ayahmu.”