Pokok pikiran dari teks eksposisi ekonomi indonesia akan melampaui jerman dan inggris?
salmae
Implementasi reformasi pendidikan yang berada di antara kebijakan publik dan kebijakan yang mendasarkan pada mekanisme pasar tersebut, memusatkan pada empat dimensi: Dimensi Kultural-Fondasional, dimensi Politik-Kebijakan, dimensi Teknis-Operasional, dan dimensi Kontekstual. Dimensi kultural berkaitan dengan nilai, keyakinan dan norma-norma berkaitan dengan pendidikan, seperti apa sekolah itu?, siapa guru itu? Seberapa jauh materi yang harus dipelajari oleh siswa? dan, siapa siswa itu? Siapa yang memiliki kekuasaan untuk mengontrol sekolah? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menentukan gambaran fungsi dan tanggung jawab serta peranan komponen sekolah: kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, siswa, bahkan orang tua siswa. Secara khusus, reformasi pendidikan ditunjukkan oleh perilaku dan peran baru siswa khususnya dalam proses belajar dan mengajar di sekolah. Perubahan pada diri siswa tersebut sebagai hasil adanya perubahan perilaku pada diri guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar khususnya, dan perubahan iklim sekolah pada umumnya. Perubahan perilaku guru merupakan perubahan pada aspek teknis yang dapat disebabkan oleh aspek politik. Namun, reformasi pendidikan tidak dan lebih dari sekedar dimensi teknis dan politik, melainkan harus meletakkan dimensi kultural dalam proses reformasi. Sayangnya, aspek kultural merupakan sesuatu yang bersifat relatif abstrak sekaligus sulit untuk dikendalikan. Aspek kultural dapat dibangun dan dikembangkan berdasarkan nilai-nilai dan keyakinan yang ada dalam dunia pendidikan itu sendiri. Nilai-nilai dan keyakinan ini merupakan inti dari reformasi pendidikan. Berkaitan dengan dimensi kultural ini, sekolah harus diperlakukan sebagai suatu institusi yang memiliki otonomi dan kehidupan (organik), bukan sekedar institusi yang merupakan bagian dari suatu sistem yang besar (mekanik). Sebagai suatu sistem organik, sekolah dapat dilihat sebagai tubuh manusia yang memiliki sifat kompleks dan terbuka yang harus didekati dengan sistem thinking. Artinya, dalam pengelolaannya sekolah harus dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh. Perbaikan dalam suatu aspek sekolah harus mempertimbangkan aspek yang lain. Dengan pendekatan sistem thinking tersebut dapat diidentifikasi struktur, umpan balik, dan dampak, seperti: a) keterbatasan perubahan pendidikan, b) pergeseran sasaran reformasi pendidikan, c) perkembangan pendidikan, dan, d) sektor pendidikan yang kurang dijamah. Dimensi politik berkaitan dengan otoritas, kekuasaan dan pengaruh, termasuk di dalamnya negosiasi untuk memecahkan konflik-konflik dan isu-isu pendidikan. Aspek politik dari reformasi pendidikan amat kompleks. Reformasi memiliki wajah plural yang satu sama lain saling berinteraksi. Keberhasilan dalam mengendalikan aspek politik ini ditunjukkan dengan adanya berbagai kebijakan tetapi satu kebijakan dengan yang lain saling melengkapi, menuju arah tunggal: meningkatkan kemajuan pendidikan. Juga, ditunjukkan oleh adanya serangkaian kebijakan di mana kebijakan yang kemudian melengkapi kebijakan sebelumnya. Dimensi politik ini tidak sekedar adanya hak-hak politik warga sekolah, khususnya guru dan kepala sekolah, tetapi memiliki pengertian yang lebih luas. Yakni, penekanan pada adanya kebebasan atau otonomi sekolah, khususnya dalam kaitan dengan masyarakat sekitarnya. Dengan otonomi yang dimiliki sekolah, keberadaan sekolah akan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat sekitararnya. Sekolah tidak terlalu menggantungkan pada birokrasi di atas, tetapi sebaliknya sekolah lebih bertumpu pada kekuatan masyarakat sekitar. Untuk itu, keberadaan Pemimpin Lokal di samping kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan kunci dari keberhasilan sekolah. Pemimpin Lokal, tokoh masyarakat dan Kepala Sekolah harus senantiasa memberdayakan (empowering) guru, antara lain dengan tidak banyak memberikan instruksi atau petunjuk melainkan memberikan tantangan, insentif dan penghargaan dalam melaksanakan misi sekolah. Keberhasilan reformasi pendidikan ditentukan oleh keberhasilan dalam memberdayakan guru. Yakni, guru memiliki otonomi profesional dan kekuasaan untuk menentukan bagaimana visi dan misi sekolah harus diujudkan dalam praktek sehari-hari. Pemberdayaan guru ini akan memungkinkan mereka memadukan apa yang mereka yakini dengan agenda aksi reformasi.
2 votes Thanks 3
dindayulianti41
Bacalah teks "ekonomi indonesia yg akan melampaui jerman dan inggris" tsbt sekali lagi. susunlah kembali teks itu dgn mengatakan pokok pokok nya saja. untuk mengerjakan itu, anda hanya melengkapi kotak kotak yg kosong pada diagram. tahukah kalian bahwa kotak kotak yg kosong itu berisi argumentasi yg mendukung pendapat bahwa ekonomi indonesia berpotensi melampaui ekonomi jerman dan inggris?
Dimensi kultural berkaitan dengan nilai, keyakinan dan norma-norma berkaitan dengan pendidikan, seperti apa sekolah itu?, siapa guru itu? Seberapa jauh materi yang harus dipelajari oleh siswa? dan, siapa siswa itu? Siapa yang memiliki kekuasaan untuk mengontrol sekolah? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menentukan gambaran fungsi dan tanggung jawab serta peranan komponen sekolah: kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, siswa, bahkan orang tua siswa.
Secara khusus, reformasi pendidikan ditunjukkan oleh perilaku dan peran baru siswa khususnya dalam proses belajar dan mengajar di sekolah. Perubahan pada diri siswa tersebut sebagai hasil adanya perubahan perilaku pada diri guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar khususnya, dan perubahan iklim sekolah pada umumnya.
Perubahan perilaku guru merupakan perubahan pada aspek teknis yang dapat disebabkan oleh aspek politik. Namun, reformasi pendidikan tidak dan lebih dari sekedar dimensi teknis dan politik, melainkan harus meletakkan dimensi kultural dalam proses reformasi. Sayangnya, aspek kultural merupakan sesuatu yang bersifat relatif abstrak sekaligus sulit untuk dikendalikan. Aspek kultural dapat dibangun dan dikembangkan berdasarkan nilai-nilai dan keyakinan yang ada dalam dunia pendidikan itu sendiri. Nilai-nilai dan keyakinan ini merupakan inti dari reformasi pendidikan.
Berkaitan dengan dimensi kultural ini, sekolah harus diperlakukan sebagai suatu institusi yang memiliki otonomi dan kehidupan (organik), bukan sekedar institusi yang merupakan bagian dari suatu sistem yang besar (mekanik). Sebagai suatu sistem organik, sekolah dapat dilihat sebagai tubuh manusia yang memiliki sifat kompleks dan terbuka yang harus didekati dengan sistem thinking. Artinya, dalam pengelolaannya sekolah harus dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh. Perbaikan dalam suatu aspek sekolah harus mempertimbangkan aspek yang lain. Dengan pendekatan sistem thinking tersebut dapat diidentifikasi struktur, umpan balik, dan dampak, seperti: a) keterbatasan perubahan pendidikan, b) pergeseran sasaran reformasi pendidikan, c) perkembangan pendidikan, dan, d) sektor pendidikan yang kurang dijamah.
Dimensi politik berkaitan dengan otoritas, kekuasaan dan pengaruh, termasuk di dalamnya negosiasi untuk memecahkan konflik-konflik dan isu-isu pendidikan. Aspek politik dari reformasi pendidikan amat kompleks. Reformasi memiliki wajah plural yang satu sama lain saling berinteraksi. Keberhasilan dalam mengendalikan aspek politik ini ditunjukkan dengan adanya berbagai kebijakan tetapi satu kebijakan dengan yang lain saling melengkapi, menuju arah tunggal: meningkatkan kemajuan pendidikan. Juga, ditunjukkan oleh adanya serangkaian kebijakan di mana kebijakan yang kemudian melengkapi kebijakan sebelumnya.
Dimensi politik ini tidak sekedar adanya hak-hak politik warga sekolah, khususnya guru dan kepala sekolah, tetapi memiliki pengertian yang lebih luas. Yakni, penekanan pada adanya kebebasan atau otonomi sekolah, khususnya dalam kaitan dengan masyarakat sekitarnya. Dengan otonomi yang dimiliki sekolah, keberadaan sekolah akan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat sekitararnya. Sekolah tidak terlalu menggantungkan pada birokrasi di atas, tetapi sebaliknya sekolah lebih bertumpu pada kekuatan masyarakat sekitar. Untuk itu, keberadaan Pemimpin Lokal di samping kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan kunci dari keberhasilan sekolah.
Pemimpin Lokal, tokoh masyarakat dan Kepala Sekolah harus senantiasa memberdayakan (empowering) guru, antara lain dengan tidak banyak memberikan instruksi atau petunjuk melainkan memberikan tantangan, insentif dan penghargaan dalam melaksanakan misi sekolah. Keberhasilan reformasi pendidikan ditentukan oleh keberhasilan dalam memberdayakan guru. Yakni, guru memiliki otonomi profesional dan kekuasaan untuk menentukan bagaimana visi dan misi sekolah harus diujudkan dalam praktek sehari-hari. Pemberdayaan guru ini akan memungkinkan mereka memadukan apa yang mereka yakini dengan agenda aksi reformasi.