keikooooooo
Kloroform bersifat penekan sistem saraf pusat, toksik terhadap hati dan ginjal, embriotoksik dan terbukti bersifat karsinogen pada hewan. Dahulu kloroform digunakan sebagai bahan anestesi, tetapi karena sifatnya yang toksik terhadap hati, maka senyawa ini tidak lagi digunakan sebagai bahan anestesi. International Agency for Research on Cancer (IARC) menggolongkan kloroform ke dalam Grup 2B, kemungkinan karsinogenik terhadap manusia. Penatalaksanaan keracunan terhadap pasien di Rumah Sakit adalah dengan membebaskan jalan napas untuk menjamin pertukaran udara; memperbaiki fungsi jalan napas dengan cara memberikan pernapasan buatan untuk menjamin cukupnya kebutuhan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida; mengobati koma dan aritmia. Namun, hindari penggunaan epinefrin atau amina simpatomimetik lainnya karena dapat memicu aritmia menjadi lebih berat. Takiaritmia yang disebabkan oleh peningkatan sensitivitas miokardial dapat diobati dengan pemberian propanolol 1-2 mg secara intravena untuk orang dewasa, atau esmolol 0,025-0,1 mg/kg/menit secara intravena. Pemantauan terhadap pasien harus dilakukan sekurangnya selama 4-6 jam setelah terpapar bahan atau lebih lama lagi bila timbul gejala. Antidotum untuk keracunan kloroform adalah N-asetilsistein. Di Indonesia tersedia obat Acetylcysteine atau juga disebut N-asetilsistein dalam bentuk sediaan kapsul, kaplet, tablet effervescens, dan infus. Pemberian N- asetilsistein dapat meminimalkan toksisitas terhadap hati dan ginjal. Jika memungkinkan, asetilsistein dapat diberikan dalam 12 jam setelah terpapar bahan. Pengujian pada hewan menunjukkan bahwa pemberian cimetidine, calcium channel blocker , dan oksigen hiperbarik dapat mengurangi cedera pada hati, tetapi pengujian pada manusia untuk pengujian ini belum mencukupi. Pada kasus di atas, pasien mengalami asidosis. Asidosis metabolik adalah kondisi darah dengan tingkat keasaman yang berlebihan dan ditandai dengan kadar bikarbonat yang rendah dalam darah. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam. Pada pasien yang mengalami asidosis berat (pH < 7,1 – 7,2), umumnya diberikan bikarbonat secara intravena.
toksik terhadap hati dan ginjal, embriotoksik
dan terbukti bersifat karsinogen pada hewan.
Dahulu kloroform digunakan sebagai bahan
anestesi, tetapi karena sifatnya yang toksik
terhadap hati, maka senyawa ini tidak lagi
digunakan sebagai bahan anestesi.
International Agency for Research on Cancer
(IARC) menggolongkan kloroform ke dalam
Grup 2B, kemungkinan karsinogenik terhadap
manusia.
Penatalaksanaan keracunan terhadap pasien di
Rumah Sakit adalah dengan membebaskan
jalan napas untuk menjamin pertukaran udara;
memperbaiki fungsi jalan napas dengan cara
memberikan pernapasan buatan untuk
menjamin cukupnya kebutuhan oksigen dan
pengeluaran karbon dioksida; mengobati koma
dan aritmia. Namun, hindari penggunaan
epinefrin atau amina simpatomimetik lainnya
karena dapat memicu aritmia menjadi lebih
berat. Takiaritmia yang disebabkan oleh
peningkatan sensitivitas miokardial dapat
diobati dengan pemberian propanolol 1-2 mg
secara intravena untuk orang dewasa, atau
esmolol 0,025-0,1 mg/kg/menit secara
intravena. Pemantauan terhadap pasien harus
dilakukan sekurangnya selama 4-6 jam setelah
terpapar bahan atau lebih lama lagi bila timbul
gejala.
Antidotum untuk keracunan kloroform adalah
N-asetilsistein. Di Indonesia tersedia obat
Acetylcysteine atau juga disebut N-asetilsistein
dalam bentuk sediaan kapsul, kaplet, tablet
effervescens, dan infus. Pemberian N-
asetilsistein dapat meminimalkan toksisitas
terhadap hati dan ginjal. Jika memungkinkan,
asetilsistein dapat diberikan dalam 12 jam
setelah terpapar bahan. Pengujian pada hewan
menunjukkan bahwa pemberian cimetidine,
calcium channel blocker , dan oksigen
hiperbarik dapat mengurangi cedera pada hati,
tetapi pengujian pada manusia untuk pengujian
ini belum mencukupi.
Pada kasus di atas, pasien mengalami asidosis.
Asidosis metabolik adalah kondisi darah
dengan tingkat keasaman yang berlebihan dan
ditandai dengan kadar bikarbonat yang rendah
dalam darah. Jumlah asam dalam tubuh dapat
meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau
suatu bahan yang diubah menjadi asam. Pada
pasien yang mengalami asidosis berat (pH < 7,1
– 7,2), umumnya diberikan bikarbonat secara
intravena.