ilukman
Wawacan adalah karya sastra Sunda bentuk puisi yang terikat oleh aturan pupuh. Aturan yang ada dalam pupuh dikenal dengan istilah guru lagu dan guru wilangan. Jika dilihat dari isinya, dalam puisi Sunda dikenal ada dua bentuk puisi, yaitu puisi yang isinya berupa cerita dan puisi yang isinya tidak berupa cerita. Contoh puisi Sunda yang isinya berupa cerita adalah seperti wawacan dan carita pantun. Sedangkan contoh puisi Sunda yang isinya tidak berupa cerita adalah seperti sisindiran, mantra, guguritan, sajak dan kawih.
Puisi Sunda yang terikat oleh aturan pupuh, selain wawacan, adalah guguritan. Terdapat sebanyak 17 jenis pupuh yang dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu yang disebut Sekar Ageung dan Sekar Alit. Dalam Sekar Ageung terdapat sebanyak empat jenis pupuh. Sedangkan dalam Sekar Alit terdapat sebanyak 13 jenis pupuh. Wawacan biasanya menggunakan pupuh yang ada dalam Sekar Ageung. Sedangkan guguritan biasanya menggunakan jenis pupuh yang ada dalam Sekar Ageung dan Sekar Alit.
Sebelum orang Sunda mengenal karya sastra bentuk prosa, orang Sunda membuat cerita dengan menggunakan wawacan dengan pupuh yang berganti-ganti. Oleh sebab itu isi yang ada dalam wawacan adalah seperti cerita yang ada dalam dongeng tetapi menggunakan bentuk puisi yang menggunakan aturan atau patokan pupuh secara bergantian. Cara membawakan wawacan adalah dengan cara ditembangkan atau dinyanyikan. Wawacan yang ditembangkan disebut beluk. Wawacan berkembang di daerah Sunda terutama setelah ada pengaruh sastra Jawa ketika kerajaan Mataram menduduki sebagian wilayah Sunda.
Puisi Sunda yang terikat oleh aturan pupuh, selain wawacan, adalah guguritan. Terdapat sebanyak 17 jenis pupuh yang dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu yang disebut Sekar Ageung dan Sekar Alit. Dalam Sekar Ageung terdapat sebanyak empat jenis pupuh. Sedangkan dalam Sekar Alit terdapat sebanyak 13 jenis pupuh. Wawacan biasanya menggunakan pupuh yang ada dalam Sekar Ageung. Sedangkan guguritan biasanya menggunakan jenis pupuh yang ada dalam Sekar Ageung dan Sekar Alit.
Sebelum orang Sunda mengenal karya sastra bentuk prosa, orang Sunda membuat cerita dengan menggunakan wawacan dengan pupuh yang berganti-ganti. Oleh sebab itu isi yang ada dalam wawacan adalah seperti cerita yang ada dalam dongeng tetapi menggunakan bentuk puisi yang menggunakan aturan atau patokan pupuh secara bergantian. Cara membawakan wawacan adalah dengan cara ditembangkan atau dinyanyikan. Wawacan yang ditembangkan disebut beluk. Wawacan berkembang di daerah Sunda terutama setelah ada pengaruh sastra Jawa ketika kerajaan Mataram menduduki sebagian wilayah Sunda.