Persamaan fonem segmental dan fonem supra segmental?
khoirulatho
Fonem adalah bunyi, dan bunyi, menurut bisa terpisah-tidaknya, terbagi menjadi dua: segmental dan suprasegmental. Segmental adalah fonem yang bisa dibagi. Contohnya, ketika kita mengucapkan “Bahasa”, maka nomina yang dibunyikan tersebut (baca: fonem), bisa dibagi menjadi tiga suku kata: ba-ha-sa. Atau dibagi menjadi lebih kecil lagi sehingga menjadi: b-a-h-a-s-a. Sedangkan suprasegmental adalah sesuatu yang menyertai fonem tersebut yang itu bisa berupa tekanan suara (intonation ), panjang-pendek ( pitch), dan getaran suara yang menunjukkan emosi tertentu. Nah, kesemua yang tercakup ke dalam istilah suprasegmenal itu tidak bisa dipisahkan dari suatu fonem. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa sesuatu yang terdapat dalam fonem itu bisa dipisahkan sedangkan yang mengiringinya tidak bisa dipisahkan. Itulah yang dimaksud dengan segmental dan suprasegmental. Meskipun dari sini sudah jelas letak perbedaan keduanya, tetapi ada perbedaan yang patut pula kita ketahui sebagai penambah wawasan, yaitu perbedaan menurut jenis makna yang dihasilkannya. Untuk memahami pembagian menurut titik tolak ini, bisa dilihat pada ilustrasiu berikut: ketika seseorang mengucapkan nomina, “Ibu”, secara datar tanpa diiringi oleh intonasi dan getaran-getaran tertentu, maka fonem yang mengandung nomina “Ibu” tersebut hanya dapat dipahami maknanya sebagai “Ibu” saja, tidak lebih. Tetapi kalau ia diucapkan dengan intonasi yang kasar misalkan dan dengan getaran-getaran yang tidak biasa, maka kita bisa tahu bahwa orang yang mengucapkannya itu adalah orang yang kasar terhadap ibunya dan dari situ lantas kita bisa menyimpulkan bahwa orang tersebut adalah anak yang durhaka, yang tak berbakti kepada orangtua. Dari ilustrasi di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa perbedaan antara segmenta dengan suprasegmental adalah kalau yang pertama dia hanya menghasilkan makna tekstual (sesuai makna nomina yang diucapkan), sedangkan yang kedua mampu menghasilkan makna yang kontekstual (karena makna tekstualnya sudah bercampur dengan keadaan dan kondisi si pengucap yang itu diketahui lewat intonasi dan getaraan-getaran yang mengiringi fonem tersebut). Catatan: tulisan di atas berdasarkan pemahaman penulis setelah membaca buku Introduction to Lingustics karya Ronald Wardhaugh, dan sebuah buku yang membahas Linguistik bahasa Jawa. Intisari Materi “Morfem dan Makna Gramatikal”: 1. makna gramatikal adalah makna yang dikandung oleh afiks (imbuhan) yang maknanya bisa menunjukkan keterangan: satuan jumlah, gender, status kepemilikan, waktu, aspek, diatesis, orang, dan lain sebagainya. 2. Suatu morfem yang bebas yang tidak kemasukan afiks, maka ia bermakna leksikal. Namun jika ia berafiks, maka ia bermakna gramatikal.
karya Ronald Wardhaugh, dan sebuah buku yang membahas Linguistik bahasa Jawa.
Intisari Materi “Morfem dan Makna Gramatikal”: 1. makna gramatikal adalah makna yang dikandung oleh afiks (imbuhan) yang maknanya bisa menunjukkan keterangan: satuan jumlah, gender, status kepemilikan, waktu, aspek, diatesis, orang, dan lain sebagainya. 2. Suatu morfem yang bebas yang tidak kemasukan afiks, maka ia bermakna leksikal. Namun jika ia berafiks, maka ia bermakna gramatikal.