Peraturan perundang-undangan tentang HAM dibuat pada masa/periode sistem pemerintahan 1. 1945-1950 2. 1950-1959 3. 1959-1966 4. 1966-1998
Ihdaainin1945-1950: Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945. Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.
1959 – 1966 Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
1966-1998 Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak-hak Asasi Manusia dan Hak-hak serta Kewajiban Warga negara. Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. 1998-sekarangg Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (BAB XA, Pasal 28 A s/d J, Perubahan ke-2 Undang-Undang Dasar republik Indonesia 1945);TAP MPR Republik Indonesia Nomor : II/MPR/1993 tentang GBHN;TAP MPR Republik Indonesia Nomor : XVII/MPR1998 tentang Hak Asasi Manusia;Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia;Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia (RANHAM) yang telah diperbaharui dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2003 tentang Rencana Aksi Nasional Hak-hak Asasi Manusia (RANHAM);Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 181 tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan;Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 126 tahun 1998 tentang menghentikan penggunaan istilah Pribumidan Non Pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan, perencanaan program ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan;Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, tanggal 10 Desember 1945;Deklarasi dan Program Aksi Wina tahun 1993.
Pemikiran HAM pada periode awal
kemerdekaan masih pada hak untuk
merdeka, hak kebebasan untuk berserikat
melalui organisasi politik yang didirikan
serta hak kebebasan untuk untuk
menyampaikan pendapat terutama di
parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat
legitimasi secara formal karena telah
memperoleh pengaturan dan masuk
kedalam hukum dasar Negara
( konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen
terhadap HAM pada periode awal
sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat
Pemerintah tanggal 1 November 1945.
Langkah selanjutnya memberikan
keleluasaan kepada rakyat untuk
mendirikan partai politik. Sebagaimana
tertera dalam Maklumat Pemerintah
tanggal 3 November 1945.
1959 – 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan
yang berlaku adalah sistem demokrasi
terpimpin sebagai reaksi penolakan
Soekarno terhaap sistem demokrasi
Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi
terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan
berada ditangan presiden. Akibat dari
sistem demokrasi terpimpin Presiden
melakukan tindakan inkonstitusional baik
pada tataran supratruktur politik maupun
dalam tataran infrastruktur poltik.
Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi
pemasungan hak asasi masyarakat yaitu
hak sipil dan dan hak politik.
1966-1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak-hak Asasi Manusia dan Hak-hak serta Kewajiban Warga negara. Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan.
1998-sekarangg
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (BAB XA, Pasal 28 A s/d J, Perubahan ke-2 Undang-Undang Dasar republik Indonesia 1945);TAP MPR Republik Indonesia Nomor : II/MPR/1993 tentang GBHN;TAP MPR Republik Indonesia Nomor : XVII/MPR1998 tentang Hak Asasi Manusia;Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia;Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia (RANHAM) yang telah diperbaharui dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2003 tentang Rencana Aksi Nasional Hak-hak Asasi Manusia (RANHAM);Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 181 tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan;Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 126 tahun 1998 tentang menghentikan penggunaan istilah Pribumidan Non Pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan, perencanaan program ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan;Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, tanggal 10 Desember 1945;Deklarasi dan Program Aksi Wina tahun 1993.