Pergi Untuk Kembali
“ Jangan pergi, Im” kata Fia sambil mendekap BaimItulah kata-kata yang terucap dari bibir mungil Fia saat menjelang detik-detik kepergian sang pujaan hati. Suasana komplek rumah Baim begitu sepi. Langit yang diselimuti awan mendung seolah-olah ikut merasakan kesedihan yangdialami Fia.“Aku harus pergi, Fi. Di purwokerto nenekku sedang sakit, aku tak tegamembiarkan nenekku sendirian” kata baim menegaskan Fia menatap Baim penuh harap, “Tapi sampai kapan?” kata Fia“ Aku janji sama kamu, begitu kondisi nenekku sudah membaik, aku akan cepatkembali”Fia kembali memeluk Baim dengan erat. Tak lama kemudian, sudahwaktunya untuk Baim pergi. Ia pun melepaskan pelukan Fia. Deru motor Baim semakin lama semakin tak terdengar. Mata sipit Fia tak mampu lagi membendungkesedihannya, air matanya pun menetes di pipi putih mulusnya. Langit pun ikut menangis, dengan kondisi tubuh yang basah Fia masih tetap berdiri, sendiri. * * * Semenjak kepergian Baim, hidup Fia terasa hampa. Fia merasakan sesuatu yang telah hilang di dalam hidupnya. Fia tampak lebih sering duka disbanding gembira. Tin…!! tin….!!! tiba-tiba terdengar suara klakson mengagetkan Fia suatu hari saat dia sedang duduk sambil menerawang jauh entah ke mana. Gadis yang bekerja di SPBU itu terperanjat dan hamper jatuh.“Ma..ma…af, Mas, mau isi berapa?” Tanya Fia, gugup “10 liter” kata pemilik mobil itu 174 Saat Fia sedang menuangkan bensin ke mobilnya, tak bosan-bosannya pemilik mobil itu memandanginya. Fia memang terkenal dengan kecantikannya, mata sipit, hidung mencung, bibir tipis, dan kulit putih bersih. Wajar saja bila pemilik mobil itu terpesona pada Fia. “Sudah lama Mbak, kerja di sini?” Tanya pemilik mobil itu “Baru beberapa bulan” jawab Fia. Pemilik mobil itu mengajak ngobrol ke sana- ke mari dan ujung-ujungnya mengajak kenalan. “Namaku, Fino, kamu?” kata Fino sambil mengulurkan tangan. Fia tak begitu saja mengulurkan tangannya. Cukup lama Fino menanti uluran tangan Fia. Dengan senyum manisnya, Fia pun akhirnya mengulurkan tangannya sambil berkata, “Fia.” * * * Malam yang begitu sunyi. Di teras rumah Fia duduk seorang diri memandangi kerlipan bintang di langit. Namun, seribu bintang yang berkelip tak satu pun tersenyum padanya. Sayup-sayup terdengar suara jangkrik. Fia berpikir: tak mungkin Baim pulang besok atau lusa. “Kalau suatu hari nanti Baim pulang, akan kuhabiskan waktu berdua dengannya sebagai tanda melepas rindu” pikirnya mantap. Senyum manis pun mengembang di wajahnya. “PEMBOHONG!! kamu memang kekasih yang tak setia!.” Entah siapa yang menunjukkan kalimat itu padanya. Ada semacam “pukulan keras” pada hatinya, setelah membaca kalimat itu. Fia merasa bersalah. Maka cepat-cepat meninggalkan teras. Fia masih berdebar-debar ketika sudah masuk ke kamar tidurnya. Perlahan ia mulai memejamkan matanya berharap esok hari dan seterusnya tak mendengar kalimat itu. * * * Tepat satu bulan Baim meninggalkan Fia. Kini, Baim telah kembali. Baim tak sabar untuk menemuai Fia di rumahnya. Tibalah Baim dan berhenti di depan rumah apik bercat hijau lumut. Sejenak baim hanya mengamati rumah itu. Akhirnya, dengan mantap ia melangkahkan kakinya menuju pintu rumah yang sedikit terbuka. Begitu sampai di depan pintu, Baim langsung membukanya. tapi…tapi…matanya melotot tak percaya. Apakah itu mimpi? ataukah dia salah masuk rumah? tapi semua itu segera ditepis sendiri olehnya. Baim mematung. Dia tak bisa berkata apa-apa. Dia langsung meninggalkan rumah Fia dengan hati sangat galau. Fia berniat ingin mengejarnya, tapi fino malah menarik tangan Fia dan menahannya. “Siapa dia, Fi” Tanya Fino “Dia…dia Baim” “O….jadi dia yang namanya Baim” “Fin, tolong lepasin tanganku, kumohon biarkan aku mengejar Baim” “Jadi, kamu lebih memilih dia daripada aku, gitu!” kata Fino, ketus, “sudahlah, lupain saja dia” “kamu egois, lebih baik kita putus!!” kata Fia, geram. Fino pergi begitu saja. Isak tangis Fia tak dipedulikannya. Selepas kepergian Fino, Fia langsung mencari Baim ke sana- ke mari seperti ibu yang kehilangan anaknya. Hujan deras yang turun tak dihiraukan. Fia tak henti- hentinya bertanya kepada setiap orang yang dijumpainya. Namun, tak satu pun yang tahu. Fia berlari dan terus berlari. Lalu, berhenti di lapangan sepak bola kampong, dan berteriak sekeras-kerasnya, “Baim…kamu di mana…?!” maafkan aku, maafkan aku, Baim..” Fia ambruk ke tanah, menangis, menyesal. Dia telah menyakiti orang yang dia cintai dan mencintainya. Langit seakan berhenti berputar. Andai waktu bisa berputar kembali….mungkin nggak ya….entahlah.
PERTANYAAN:
1.Tentukan tema yang terdapat pada cerpen tersebut di atas?
2.Siapa saja tokoh yang ada dalam cerita tersebut!
3.Tentukan alur yang terdapat pada cerpen tersebut!
4.Sebutkan latar apa saja yang kamu temui dalam cerpen di atas, dan buktikan dengan kalimatnya.
5.Apakah amanat yang tersurat pada cerita tersebut di atas?
Jawaban:
1. pergi untuk kembali
Penjelasan:
karena terdapat di paling atas