Peran Indonesia di PBB danpergaulan internasional apa saja ya??
felixfernando1
Peranan Indonesia Dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa Sebagai anggota PBB, Indonesia turut serta dalam segala program PBB, khususnya mengenai upaya perdamaian dunia. Partisipasi aktif dan peran yang pernah dilakukan bangsa Indonesia dalam program PBB, di antaranya: 1) mengirimkan Pasukan Garuda I (1957) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB untuk menyelesaikan Perang Arab-Israel; 2) mengirimkan Pasukan Garuda II dan III (1960) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB untuk menyelesaikan perang saudara di Kongo; 3) mengirimkan Pasukan Garuda IV dan V (1973) sebagai pasukan pengawas gencatan senjata di Vietnam; 4) Mengirimkan Pasukan Garuda VI (1973), VII (1974), dan VIII (1975) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB dalam Perang Arab-Israel; 5) mengirimkan Pasukan Garuda IX (1988) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB dalam Perang Irak–Iran; 6) mengirimkan Pasukan Garuda X (1990) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB untuk mengawasi Pemilu di Namibia; 7) mengirimkan Pasukan Garuda XI (1990) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB dalam Perang Irak–Iran; 8) mengirimkan Pasukan Garuda XII (1992) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB dalam konflik Kamboja; 9) mengirimkan Pasukan Garuda XIII (1992) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB di Somalia; 10) mengirimkan Pasukan Garuda XIV (1993) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB di Bosnia.
AndrewssPeran Indo dlm PBB sebagai berikut: Awal pekan ini, Indonesia berhasil terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada pemilihan yang dilakukan Majelis Umum PBB melalui pemungutan suara, dengan perolehan 158 suara dukungan dari keseluruhan 192 negara anggota yang memiliki hak pilih. Wajar bila delegasi RI untuk PBB yang dipimpin Duta Besar Rezlan Ishar Jenie bergembira mendapat ucapan selamat dari para kolega di ruang sidang Majelis Umum, Senin (16/10) lalu. Ini merupakan kali ketiga Indonesia ditunjuk sebagai anggota Dewan Keamanan PBB setelah periode 1974-1975 dan 1995-1996. Mulai 1 Januari 2007, sebagai anggota Dewan Keamanan PBB selama dua tahun, Indonesia diberi kehormatan bersama-sama dengan lima negara besar (AS, Inggris, Prancis, China, Rusia) dan sembilan negara lain untuk memutuskan upaya-upaya mengatasi setiap konflik besar yang mengundang perhatian internasional. Masalahnya, tidak seperti kelima negara besar tersebut, Indonesia bersama sembilan negara terpilih hanya berstatus sebagai anggota tidak tetap. Jadi, muncul pesimisme apa pun rancangan resolusi yang diusulkan anggota tidak tetap, usulan tersebut akan sia-sia bila ternyata diveto oleh salah satu dari lima anggota tetap tersebut. Namun, Indonesia jangan terjebak oleh “potensi kesia-siaan” tersebut dan sebaliknya harus memanfaatkan peluang dari statusnya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Maka yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apa keuntungan bagi Indonesia sebagai anggota Dewan Keamanan PBB dan sampai seberapa jauh Indonesia bisa memanfaatkan keuntungan itu? Satu keuntungan yang paling menonjol dari penunjukan sebagai anggota Dewan Keamanan PBB adalah meningkatnya citra Indonesia dalam perpolitikan dan keamanan dunia. Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dan jajaran Deplu boleh berbangga bahwa penunjukan sebagai anggota baru Dewan Keamanan PBB merupakan “cerminan pengakuan masyarakat internasional terhadap peran dan sumbangan Indonesia selama ini dalam upaya menciptakan keamanan dan perdamaian baik pada tingkat kawasan maupun global.” Di sisi lain, Indonesia dapat “memberikan warna” terhadap kerja Dewan Keamanan, termasuk dalam menentukan prioritas, pendekatan serta upaya reformasi kerja Dewan Keamanan. Itu mengingat posisi Indonesia sebagai salah satu anggota yang mewakili kawasan Asia dan sekaligus wakil dari negara berkembang dan berpenduduk mayoritas muslim. Statusnya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB dapat menjadi peluang bagi Duta Besar Rezlan dan para diplomatnya untuk lebih mudah menyampaikan kepentingan Indonesia ke sesama anggota, terutama mereka yang memiliki hak veto, dalam menyikapi masalah-masalah keamanan dunia yang selama ini menjadi perhatian utama Indonesia, mulai dari perwujudan negara Palestina merdeka hingga penerapan kesepakatan perlucutan senjata nuklir.
Reformasi DK-PBB Namun, yang patut ditunggu adalah seberapa jauh para diplomat Indonesia nanti dapat mengakomodasi kepentingan Indonesia dan negara-negara berkembang di Dewan Keamanan PBB, yang justru lebih penting dari sekadar mengatasi konflik di negara-negara lain, yaitu bagaimana mereformasi Dewan Keamanan. Itu karena Dewan Keamanan PBB sudah sejak lama dikritik hanya milik lima negara anggota tetap dengan mengabaikan peranan 10 anggota tidak tetap saat menghadapi keputusan-keputusan penting, yang ironisnya lebih banyak menyangkut negara-negara berkembang. Oleh karena itu, para pemimpin sejumlah negara anggota PBB, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada awal 2005 telah membentuk jaringan informal yang menyerukan agar keanggotaan tetap Dewan Keamanan PBB perlu diperluas, terutama dengan mengikutsertakan satu atau dua negara berkembang. Apalagi dalam lima tahun terakhir, perang melawan terorisme turut menjadi perhatian khusus Dewan Keamanan PBB. Ironisnya, tidak ada satu pun negara muslim atau negara yang memiliki penduduk muslim terbesar memiliki peranan signifikan dalam dewan dunia tersebut. Padahal, sasaran perang melawan terorisme lebih sering terjadi di negara-negara Islam sehingga memunculkan stigma negatif yang berbahaya bahwa perang melawan terorisme tiada bedanya dengan perang antara Barat dengan Islam. Singkat kata, masih ada ironi bahwa – merujuk komposisi antara anggota tetap dan tidak tetap – keanggotaan Dewan Keamanan PBB belumlah merata dan mewakili aspirasi semua negara. Maka ini menjadi tugas berat bagi Duta Besar Rezlan menghapus ironi tersebut dengan gencar melobi ke sesama anggota demi terwujudnya reformasi Dewan Keamanan PBB. Bila terwujud, keanggotaan Indonesia di Dewan Keamanan PBB sungguh membawa manfaat strategis tidak hanya bagi Indonesia, namun juga bagi banyak negara yang kepentingannya tidak terwakili di lembaga keamanan dunia tersebut.
1) mengirimkan Pasukan Garuda I (1957) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB untuk menyelesaikan Perang Arab-Israel; 2) mengirimkan Pasukan Garuda II dan III (1960) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB untuk menyelesaikan perang saudara di Kongo; 3) mengirimkan Pasukan Garuda IV dan V (1973) sebagai pasukan pengawas gencatan senjata di Vietnam; 4) Mengirimkan Pasukan Garuda VI (1973), VII (1974), dan VIII (1975) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB dalam Perang Arab-Israel; 5) mengirimkan Pasukan Garuda IX (1988) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB dalam Perang Irak–Iran; 6) mengirimkan Pasukan Garuda X (1990) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB untuk mengawasi Pemilu di Namibia; 7) mengirimkan Pasukan Garuda XI (1990) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB dalam Perang Irak–Iran; 8) mengirimkan Pasukan Garuda XII (1992) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB dalam konflik Kamboja; 9) mengirimkan Pasukan Garuda XIII (1992) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB di Somalia; 10) mengirimkan Pasukan Garuda XIV (1993) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB di Bosnia.
Awal pekan ini, Indonesia berhasil terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada pemilihan yang dilakukan Majelis Umum PBB melalui pemungutan suara, dengan perolehan 158 suara dukungan dari keseluruhan 192 negara anggota yang memiliki hak pilih. Wajar bila delegasi RI untuk PBB yang dipimpin Duta Besar Rezlan Ishar Jenie bergembira mendapat ucapan selamat dari para kolega di ruang sidang Majelis Umum, Senin (16/10) lalu. Ini merupakan kali ketiga Indonesia ditunjuk sebagai anggota Dewan Keamanan PBB setelah periode 1974-1975 dan 1995-1996.
Mulai 1 Januari 2007, sebagai anggota Dewan Keamanan PBB selama dua tahun, Indonesia diberi kehormatan bersama-sama dengan lima negara besar (AS, Inggris, Prancis, China, Rusia) dan sembilan negara lain untuk memutuskan upaya-upaya mengatasi setiap konflik besar yang mengundang perhatian internasional.
Masalahnya, tidak seperti kelima negara besar tersebut, Indonesia bersama sembilan negara terpilih hanya berstatus sebagai anggota tidak tetap. Jadi, muncul pesimisme apa pun rancangan resolusi yang diusulkan anggota tidak tetap, usulan tersebut akan sia-sia bila ternyata diveto oleh salah satu dari lima anggota tetap tersebut. Namun, Indonesia jangan terjebak oleh “potensi kesia-siaan” tersebut dan sebaliknya harus memanfaatkan peluang dari statusnya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Maka yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apa keuntungan bagi Indonesia sebagai anggota Dewan Keamanan PBB dan sampai seberapa jauh Indonesia bisa memanfaatkan keuntungan itu?
Satu keuntungan yang paling menonjol dari penunjukan sebagai anggota Dewan Keamanan PBB adalah meningkatnya citra Indonesia dalam perpolitikan dan keamanan dunia. Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dan jajaran Deplu boleh berbangga bahwa penunjukan sebagai anggota baru Dewan Keamanan PBB merupakan “cerminan pengakuan masyarakat internasional terhadap peran dan sumbangan Indonesia selama ini dalam upaya menciptakan keamanan dan perdamaian baik pada tingkat kawasan maupun global.”
Di sisi lain, Indonesia dapat “memberikan warna” terhadap kerja Dewan Keamanan, termasuk dalam menentukan prioritas, pendekatan serta upaya reformasi kerja Dewan Keamanan. Itu mengingat posisi Indonesia sebagai salah satu anggota yang mewakili kawasan Asia dan sekaligus wakil dari negara berkembang dan berpenduduk mayoritas muslim.
Statusnya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB dapat menjadi peluang bagi Duta Besar Rezlan dan para diplomatnya untuk lebih mudah menyampaikan kepentingan Indonesia ke sesama anggota, terutama mereka yang memiliki hak veto, dalam menyikapi masalah-masalah keamanan dunia yang selama ini menjadi perhatian utama Indonesia, mulai dari perwujudan negara Palestina merdeka hingga penerapan kesepakatan perlucutan senjata nuklir.
Reformasi DK-PBB
Namun, yang patut ditunggu adalah seberapa jauh para diplomat Indonesia nanti dapat mengakomodasi kepentingan Indonesia dan negara-negara berkembang di Dewan Keamanan PBB, yang justru lebih penting dari sekadar mengatasi konflik di negara-negara lain, yaitu bagaimana mereformasi Dewan Keamanan. Itu karena Dewan Keamanan PBB sudah sejak lama dikritik hanya milik lima negara anggota tetap dengan mengabaikan peranan 10 anggota tidak tetap saat menghadapi keputusan-keputusan penting, yang ironisnya lebih banyak menyangkut negara-negara berkembang.
Oleh karena itu, para pemimpin sejumlah negara anggota PBB, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada awal 2005 telah membentuk jaringan informal yang menyerukan agar keanggotaan tetap Dewan Keamanan PBB perlu diperluas, terutama dengan mengikutsertakan satu atau dua negara berkembang. Apalagi dalam lima tahun terakhir, perang melawan terorisme turut menjadi perhatian khusus Dewan Keamanan PBB.
Ironisnya, tidak ada satu pun negara muslim atau negara yang memiliki penduduk muslim terbesar memiliki peranan signifikan dalam dewan dunia tersebut. Padahal, sasaran perang melawan terorisme lebih sering terjadi di negara-negara Islam sehingga memunculkan stigma negatif yang berbahaya bahwa perang melawan terorisme tiada bedanya dengan perang antara Barat dengan Islam.
Singkat kata, masih ada ironi bahwa – merujuk komposisi antara anggota tetap dan tidak tetap – keanggotaan Dewan Keamanan PBB belumlah merata dan mewakili aspirasi semua negara. Maka ini menjadi tugas berat bagi Duta Besar Rezlan menghapus ironi tersebut dengan gencar melobi ke sesama anggota demi terwujudnya reformasi Dewan Keamanan PBB. Bila terwujud, keanggotaan Indonesia di Dewan Keamanan PBB sungguh membawa manfaat strategis tidak hanya bagi Indonesia, namun juga bagi banyak negara yang kepentingannya tidak terwakili di lembaga keamanan dunia tersebut.